Keyakinan
Hindu, Budha, animisme, dan kejawen masih kental pada sebagian
masyarakat kita, karena nenek moyang mereka dahulu menganut
kepercayaan-kepercayaan batil tersebut. Ketika nenek moyang mereka ada
yang masuk Islam, sebagian diantara mereka ada yang masih sulit melepas
keyakinan dan adat kebiasaan batil mereka yang dulu mereka geluti saat
beragama kafir.
Selain itu, ada juga kaum muslimin dari nenek moyangnya,
semua muslim. Tapi mereka hidup di lingkungan yang sarat dengan
keyakinan dan adat kebiasaan jahiliah tersebut. Oleh karena itu, sering
anda melihat ada seorang muslim yang masih melakukan ritual-ritual agama
kaum kafir, dan mempercayai primbon-primbon kejawen yang sarat dengan
khurofat.
Salah satu diantara bentuk keyakinan dan adat kebiasaan kaum kafir Hindu, Buddha, dan lainnya, BERLINDUNG KEPADA MAKHLUK HALUS (JIN).
Kebiasaan ini terdapat dalam agama mereka, karena setan telah
menggelincirkan mereka dari jalan Allah. Tampaknya mereka menyembah
berhala, pepohonan, Nyi Roro Kidul, dewa-dewa dan lainnya, namun pada
hakikatnya mereka menyembah setan dari kalangan jin.
Inilah yang diisyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya saat menceritakan berlepas dirinya para makhluk yang mereka sembah,
“Berkatalah orang-orang yang telah tetap hukuman atas
mereka, “Ya Tuhan kami, mereka inilah orang-orang yang kami sesatkan
itu; kami telah menyesatkan mereka sebagaimana kami (sendiri) sesat.
Kami menyatakan berlepas diri (dari mereka) kepada Engkau, mereka sekali-kali tidak menyembah kami“. (QS. Al-Qoshosh : 63)
Ayat ini dijelaskan oleh ayat lain yang menceritakan berlepas dirinya malaikat yang disembah oleh manusia,
“Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”. (QS. Saba’ : 41)
Jadi, kaum musyrikin (baik yang memang kafir, maupun yang
mengaku muslim) ketika berdoa kepada berhala, pepohonan, Nyi Roro Kidul,
dewa-dewa, roh-roh nenek moyang dan lainnya, maka sebenarnya yang mereka sembah adalah jin.
Oleh karena itu, terkadang sebagian mereka melihat keajaiban dan
keanehan dari balik sembahan mereka, seperti keluar bau harum, suara,
cahaya, keris, dan lainnya, atau dapat meminum dan memakan sesuatu yang
ada di depannya. Semua itu adalah tipu daya setan dari kalangan jin yang
hendak menggelincirkan dan menjauhkan manusia dari agama tauhid, yaitu
agama Islam yang mengajak kepada penyembahan Allah semata-mata, tanpa
sekutu bagi-Nya.
Yang menguatkan hal ini, kisah yang dialami oleh Kholid bin Al-Walid -radhiyallahu anhu- saat ia merobohkan berhala Quraisy yang bernama Manat. Dengarkan kisahnya:
Dari Abu Ath-Thufail, ia berkata,
لمَاَّ فَتَحَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَكَّةَ بَعَثَ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ إِلَى نَخْلَةَ
وَكَانَتْ بِهَا الْعُزَّى, فَأَتَاهَا خَالِدٌ وَكَانَتْ عَلَى ثَلاَثِ
سَمُرَاتٍ, فَقَطَعَ السَّمُرَاتِ وَهَدَمَ الْبَيْتَ الَّذِيْ كَانَ
عَلَيْهَا, ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَأَخْبَرَهُ, فَقَالَ: اِرْجِعْ فَإِنَّكَ لَمْ تَصْنَعْ شَيْئًا,
فَرَجَعَ خَالِدٌ, فَلَمَّا أَبْصَرَتْ بِهِ السَّدَنَةُ وَهُمْ
حَجَبَتُهَا أَمْعَنُوْا فِي الْجَبَلِ وَهُمْ يَقُوْلُوْنَ: يَا عُزَّى,
فَأَتَاهَا خَالِدٌ, فَإِذَا هِيَ امْرَأَةٌ عُرْيَانَةٌ نَاشِرَةٌ
شَعْرَهَا تَحْتَفِنُ التُّرَابَ عَلَى رَأْسِهَا, فَعَمَّمَهَا
بِالسَّيْفِ حَتَّى قَتَلَهَا, ثُمَّ رَجَعَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: تِلْكَ الْعُزَّى
“Tatkala Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-
telah merebut kota Makkah, maka beliau mengutus Kholid bin Al-Walid ke
daerah Nakhlah, sedang di sana terdapat Uzza. Kholid pun mendatanginya,
dan Uzza berupa tiga pohon berduri. Kemudian Kholid menebas pohon-pohon
tersebut, dan merobohkan bangunan yang terdapat di atasnya. Lalu ia
mendatangi Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- seraya mengabarkan hal
itu kepada beliau. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
“Kembalilah, karena engkau belum berbuat apa-apa”. Kholid pun kembali.
Tatkala ia dilihat para security (para penjaga) Uzza, maka mereka
mengintai di atas gunung seraya mereka berkata, “Wahai Uzza”. Kemudian
Kholid mendatangi Uzza, tiba-tiba ada seorang wanita telanjang
yang mengurai rambutnya sambil menaburkan debu di atas kepalanya.
Akhirnya Kholid menebas wanita itu dengan pedang sehingga ia
membunuhnya. Beliaupun kembali ke Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-
seraya mengabarkan hal itu. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-
bersabda, “Itulah Uzza”. [HR. An-Nasa'iy dalam As-Sunan Al-Kubro (6/474/no. 11547), dan Abu Ya'laa Al-Maushiliy dalam Al-Musnad (no. 902). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Ali bin Sinan dalam Takhrij Fath Al-Majid (no. 103)]
Hadits ini amat gamblang menjelaskan bahwa di balik berhala
itu terdapat jin yang menyesatkan manusia. Jin inilah yang menjauhkan
manusia dari Allah -Azza wa Jalla-, dengan berbagai macam makarnya.
Pembaca yang budiman, berdoa kepada selain Allah, banyak
macam dan bentuknya. Salah satu diantara bentuk doa tersebut adalah
BERLINDUNG KEPADA JIN, dalam artian: meminta perlindungan kepada jin
dari segala keburukan yang akan menimpa kita. [Lihat At-Tamhid li Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 168)]
Meminta perlindungan kepada jin merupakan kemusyrikan yang
amat diharamkan di dalam agama kita!! Karena, doa (diantaranya, meminta
perlindungan) adalah ibadah, sedang ibadah kepada selain Allah adalah
kesyirikan.
Seseorang yang meminta perlindungan kepada jin, roh,
malaikat, dan lainnya akan merasakan perendahan diri, dan menghadapnya
hati kepada mereka. Sebab, ia tak mungkin akan berlindung kepada jin,
kecuali karena ia merasa butuh kepada perlindungan jin. Perbuatan
seperti ini berupa perendahan diri, dan menghadapnya hati, tak boleh
dilakukan oleh seseorang kepada selain Allah, karena Allah-lah tempat
kita berlindung dari segala macam keburukan dan marabahaya, bukan kepada
makhluk!!!
Seorang yang memohon perlindungan kepada jin adalah orang
yang tercela, karena telah menduakan Allah dalam berdoa dan beribadah
kepada-Nya. Oleh karena itu, Allah berfirman mencela sebagian kaum
musyrik di zaman dahulu yang meminta perlindungan kepada makhluk jin
yang juga sama lemahnya dengan manusia,
“Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara
manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin,
maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan”. (QS. Al-Jin : 6)
Ada di antara orang-orang Arab bila mereka melintasi tempat
yang sunyi, maka mereka minta perlindungan kepada jin yang mereka
anggap kuasa di tempat itu. Inilah yang biasa diistilah oleh orang Jawa
dengan “bau rekso”, orang mandar dengan istilah “pakkambi’”.
Al-Hafizh Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata dalam menafsirkan ayat ini, “Maksudnya,
jika mereka singgah pada suatu lembah atau tempat yang menyeramkan di
padang sahara, dan lainnya –sebagaimana kebiasaan orang Arab di zaman
jahiliah-, maka mereka memohon perlindungan kepada pembesar (bau rekso)
dari kalangan jin pada tempat itu (dengan harapan) agar mereka tidak
menimpakan kepadanya sesuatu yang membuat mereka buruk (celaka)…Tatkala
jin melihat bahwa manusia berlindung kepada mereka karena takutnya
kepada jin, maka jin itu semakin menambahi mereka perasaan takut, seram,
panik sehingga manusia tersebut terus semakin takut dan memohon
perlindungan kepada jin”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (8/239)]
Orang yang berlindung kepada jin akan semakin takut
kepadanya. Inilah hukuman bagi mereka, disebabkan dosa kemusyrikan ini.
Jadi, ayat ini menunjukkan tentang tercelanya orang-orang yang
berlindung kepada jin. Mereka dicela, karena telah memalingkan dan
mengarahkan ibadah doa mereka kepada selain Allah. [Lihat At-Tamhid (hal. 171) karya Syaikh Sholih bin Abdil Abdil Aziz At-Tamimiy -hafizhohullah-]
Seorang muslim dilarang keras meminta perlindungan kepada
jin atau makhluk halus atau kepada Nyi Roro Kidul, sebab ini adalah dosa
besar, bahkan kesyirikan yang akan membatalkan keislaman dan amal
sholih kita!! Dosa ini akan membuat kita murtad, keluar dari agama
Islam!!!
Seyogyanya seorang muslim ketika ia takut dan khawatir
terhadap suatu keburukan dan musibah, maka ia meminta perlindungan
kepada Allah -Azza wa Jalla- sebagaimana yang diajarkan oleh Allah di dalam Surat Al-Falaq, dan Surat An-Naas, sebab kedua surat ini termasuk sebaik-baik ruqyah (jampi) di dalam Al-Qur’an. Kedua surat inilah yang Allah turunkan saat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- tersihir agar dijadikan sebagai ruqyah yang menjauhkan beliau dari sihir. [Lihat Tajrid At-Tauhid Al-Mufid (hal. 43), karya Al-Imam Ahmad bin Ali Al-Maqriziy Asy-Syafi'iy, tahqiq Ali bin Muhammad Al-Imron, cet. Dar Alam Al-Fawa'id, 1424 H]
Seseorang ketika singgah pada suatu tempat untuk
beristirahat, maka disyari’atkan baginya untuk berlindung kepada Allah
dari kejelekan makhluknya yang jelek.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
“Barangsiapa yang singgah pada suatu tempat lalu ia berkata (berdoa),
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ
(artinya: aku berlindung kepada kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari segala kejelekan sesuatu yang Dia ciptakan)
maka ia (yang berdoa) tak akan dimudhoroti (dibahayakan) oleh sesuatu apapun sampai ia meninggalkan (safar dari) tempat itu”. [HR. Muslim dalam Kitab Ad-Du'a wa At-Taubah wa Al-Istighfar (no. 2708)]
Al-Imam Al-Qurthubiy -rahimahullah- berkata, “Ini
merupakan kabar (hadits) yang shohih , dan ucapan yang benar. Kami
telah mengetahui kebenarannya berdasarkan dalil dan eksperimen
(percobaan). Karena, sejak aku mendengarkan hadits ini, maka aku
mengamalkannya. Oleh karenanya, aku tak pernah dibahayakan oleh sesuatu
apapun sampai aku meninggalkannya. Kemudian seekor kalajengking pernah
menyengatku di Al-Mahdiyyah pada waktu malam hari. Lantaran itu, aku pun
berpikir dalam hatiku. Ternyata aku lupa berlindung (kepada Allah)
dengan kalimat (doa) itu”. [Lihat Taisir Al-Aziz Al-Hamid (hal. 170) karya Syaikh Sulaiman bin Abdillah An-Najdiy, tahqiq Abu Ya'laa Muhammad Aiman bin Abdillah Asy-Syabrowiy As-Salafiy, cet. Alam Al-Kutub, 1419 H]
Seorang muslim ketika ia singgah pada suatu tempat,
selayaknya tak perlu takut kepada makhluk-makhluk halus (jin), tapi
cukuplah ia memohon perlindungan kepada Allah dari gangguan jin, dan
lainnya, seperti yang diajarkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-
kepada kita saat singgah pada suatu tempat. Tak perlu berlindung kepada
jin, makhluk halus, bau rekso, dan lainnya. Berlindunglah kalian kepada
Allah -Azza wa Jalla- yang menciptakan segala sesuatu, dan
menguasainya. Jangan berlindung kepada makhluk lemah seperti kalian.
Inilah aqidah tauhid yang harus diyakini dan dipegangi oleh setiap
muslim, yaitu ia hanya berdoa dan berlindung kepada Allah Robbul alamin.
Adapun berlindung kepada mahkluk halus dari marabahaya dan
keburukan atau musibah, maka ini adalah keyakinan jahiliah kaum
paganisme, dan animisme yang ingkar kepada Allah -Azza wa Jalla-.
Jadi, seorang muslim senantiasa berlindung kepada Allah,
khususnya dari gangguan dan godaan jin atau manusia, baik di waktu pagi,
maupun di waktu petang; saat mau tidur, singgah pada suatu tempat,
ketika sakit, dan lainnya. Tak ada dalam ingatannya, kecuali ia selalu
berlindung kepada Allah.
Terakhir, kami ingatkan kepada kaum muslimin bahwa jangan
sampai setan menipu kalian dengan adanya sebagian orang yang berlindung
kepada selain Allah, lalu ia pun selamat dari keburukan (misalnya, dari
sergapan binatang buas). Sebab yang namanya kemusyrikan, yah tetap
kemusyrikan, baik ada manfaat duniawinya atau tidak.
Syaikh Muhammad bin Sulaiman At-Tamimiy -rahimahullah- berkata menjelaskan hal ini, “Adanya
sesuatu (yakni, kesyirikan) yang tercapai dengannya suatu manfaat
duniawi berupa terhalangnya kejelekan, atau tercapainya suatu manfaat,
ini tidak menunjukkan bahwa sesuatu (kesyirikan) itu bukan kesyirikan”. [Lihat Al-Qoul As-Sadid (hal. 59) karya Syaikh Abdur Rahman As-Sa'diy -rahimahullah-, cet. Wuzaroh Asy-Syu'uunul Islamiyyah wal Auqoof wad Da'wah wal Irsyaad, 1421 H ]
Pembaca yang budiman, inilah pembahasan ringkas seputar
hukum berlindung kepada jin, dan lainnya. Semoga Allah menghidupkan dan
mematikan kita di atas tauhid. Allahumma amin, ya Robbal alamin.
Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid. Penerbit :
Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe,
Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab :
Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu
Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk
berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201).
0 komentar:
Posting Komentar