Tampilkan postingan dengan label Tariqat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tariqat. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 Juni 2013

Mengapa Saya Keluar dari MTA (Majlis Tafsir Al-Quran)

Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) adalah sebuah lembaga pendidikan dan dakwah Islam yang berkedudukan di Surakarta yang didirikan oleh ustadz Abdullah Thufail Saputra rahimahullah pada tahun 1972 dengan tujuan untuk mengajak umat Islam kembali kepada Al-Qur’an.
 Dua puluhan tahun sudah saya aktif di MTA, tepatnya sejak bulan Oktober 1987 di Cabang Mojosongo Boyolali. Sungguh suatu fase kehidupan yang membahagiakan dan bersemangat dalam Quran dan Sunnah. Banyak hal yang saya dapatkan, mulai dari tersadarnya akan perlunya ilmu, ittiba’ dan menjauhi syirik, tidak sekedar ikut-ikutan dalam tradisi masyarakat, sampai bagaimana memunculkan al haq sebagai suatu perjuangan dakwah.
MTA Jakarta menjadi awal keistiqomahan saya di MTA, yang semula mustami’ biasa menjadi siswa tetap, bahkan sampai khususi (bai’at dengan pimpinan MTA). Beberapa tugas atau kepercayaan yang pernah diberikan Pimpinan Perwakilan kepada saya selama di MTA Jakarta antara lain, menjadi ketua panitia kurban beberapa kesempatan, ikut mewakili pertemuan-pertemuan pengurus di MTA Pusat (Pertemuan Ahad Siang), menjadi ketua Tim Janaiz (sempat menerbitkan buku), dilibatkan dalam pembinaan calon Cabang di Cikampek (sekarang Karawang) dari tahun 1997, dan moment-moment penting lainya dalam kegiatan Perwakilan. Terakhir sebelum saya pamit keluar dari MTA awal tahun 2010, saya masih dipercaya sebagai Koordinator Tim Dakwah dan Koordinator Satgas untuk Jakarta dan sekitarnya,
Awal mula pencetus kenapa saya pamit keluar dari MTA adalah adanya statemen MTA bahwa ‘Siapa yang berbeda (punya faham yang beda dengan MTA) lebih baik keluar (dari MTA)’. Saat Ketua Perwakilan memberitahukan statemen itu secara khusus kepada saya, saat itu juga langsung saya pamit keluar. Perlu saya tegaskan, keputusan saya bukan didasari karena ada masalah pribadi dengan persons-persons MTA atau kepengurusan MTA, murni karena faham dan pendirian. Kenapa ini saya angkat? karena ada rumor seolah-olah orang yang keluar dari MTA adalah orang-orang yang ‘bermasalah’ dalam konotasi negatif. Perlu diketahui juga, malam sebelum saya pamit keluar, saya masih mengisi pengajian atas nama MTA dan membahas perjodohan lewat telepon dengan ketua perwakilan sampai hampir setengah-an jam.
Apa alasannya?
Orang akan bertanya, kalau memang sudah punya faham berbeda kenapa nggak dari awal bersikap?
Waktu itu saya berfikir bahwa saya bisa memperbaiki dari dalam dengan posisi yang ada. Saya lupa bahwa tidak ada perintah dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk memelihara firqah, yang ada tentu tinggalkan firqah! (Hadits Hudzaifah)

Ada faham apa sih di MTA (yang saya selisihi)?

Semula tidak banyak yang saya selisihi, tapi ternyata berkembang menjadi banyak, dan tersimpul dalam tiga masalah besar, yaitu masalah jama’ah, aqidah, dan manhaj.
Dalam masalah jama’ah, MTA memiliki Imam sendiri yang dibai’at, dita’ati dan seterusnya, sebagaimana LDII, Jama’atul Muslimin (Hizbullah), MMI, Ikhwani dan lain-lain. Kalau mereka ini al-jama’ah sebagaimana hadits Rasulullah, lantas mana firqah-firqah yang banyak yang disebutkan Rasulullah. Sudah sangat jelas mereka membangun wala’ dan bara’ di atas kelompoknya. (bahkan di sebagian tempat ada boikot terhadap orang yang keluar dari MTA)
Dalam masalah aqidah, MTA mengingkari syafa’at di akhirat, mengimani kalau orang islam masuk neraka ya selamanya sebagaimana pemahaman khawarij/mu’tazilah (tidak ada jahanamiyyun), mengingkari kesurupan jin, mengimani bahwa malam lailatul qadr sudah tidak ada lagi, mengimani bahwa Allah tidak menetapkan taqdir (tapi sebagai sebab akibat murni, ini pemahaman qadariyah mu’tazilah), tidak mengimani beberapa peristiwa hari akhir antara lain turunnya Isa, munculnya Dajjal, dan Imam Mahdi, beraqidah Asy’ariyah dengan menakwilkan asma wa sifat Allah, istawa nya Allah, wajah Allah, tangan Allah, Allah dimana-mana, dan lain-lain
Dalam masalah manhaj, metodologi MTA dalam memahami agama adalah mendahulukan akal, kadang mengesampingkan hadits shahih (bila dianggap menyelisihi Al-Quran), apalagi atsar, atau perkataan para ‘ulama kibar. Dari metodologi ini maka anjingpun jadi halal, sutera dan emas untuk laki-laki juga mubah, atau paling banter jadi makruh hukumnya.
Disamping itu, dalam masalah fikh juga terjerumus dalam bid,ah, padahal masalah memerangi bid’ah ini menjadi jargon MTA. Sangat ironis memang! Contohnya, menerapkan zakat tanpa memakai haul dan nishab, orang safar boleh bertayamum (bahkan menjadi kebiasaan sebagian besar warga MTA) walaupun di depan mata ada air yang melimpah
Mudah-mudahan blog yang saya garap ini ada maslahahnya, dan mampu menjawab berbagai permasalahan sebagaimana saya sebutkan di atas. Inilah perjalananan saya menuju manhaj salaf. Kepada saudara-saudaraku yang menyempatkan mampir di blog ini, saya berharap kritik dan sarannya. Akhirnya hanya kepada Allah-lah saya berhajat dan mohon ampun, semoga blog yang saya kelola ini tercatat sebagai amal shalih. Wallahu a’lam.
===============================================================================

20 PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN MTA DITINJAU DARI PEMAHAMAN AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH

Tidak menggunakan qo’idah tafsir yang benar, MTA membuat metode tafsir sendiri sehingga banyak kekeliruan di dalamnya.

  1. Memalingkan makna sifat-sifat Allah dengan tanpa hujjah yg benar.
  2. Membuang sifat AL-HAYAA-U bagi Allah Azza wa Jalla (Q.S Albaqarah:26) dan menggantinya dengan makna “Meninggalkan sesuatu perbuatan” berhujjah dengan hadits lemah bahkan salah dalam penulisan matannya. Padahal Rasulullah menyatakan dalam sabdanya: “innallaha hayiyyun kariimun” Sesungguhnya Allah Pemalu lagi Maha Mulia” (H.R. Abu dawud, Tirmidzi)
  3. Menolak Sifat Wajah bagi Allah Azza wa Jalla. MTA katakan :”Alah tidak mempunyai muka”. Sedangkan Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan hal ini dalam firmanNya (Q.S Albaqarah:272), juga hadits hadits dari rasulullah shalalllahu’alaih wassalam “Sesungguhnya engkau tdk akan ditnggal sehingga engkau melakukan amalan yg mengharap dengan WAJAH ALLAH” (H.R Bukhari dan Muslim)
  4. MTA meyaqini bahwa surga tempat tinggal ADAM adalah di BUMI. Mereka menafsirkan surat albaqarah:35 bahwa Syurga Adam itu adalah “KEBUN DI ATAS BUMI INI”. Padahal ini adalah pendapat yg masyhur dari orang orang qadariyyah dan mu’tazilah.
  5. Menyelewengkan makna bahkan menginkari syafa’at nabi. Dlm tafsir surat albaqoroh:48 mereka mengatakan bahwa syafa’at adalah “TIUPAN ‘ILMU, BUDI PEKERTI YANG TINGGI DAN PERADABAN KENABIAN YANG SUCI, TEGASNYA DI HARI AKHIR NANTI TIDAK AKAN DITERIMA SYAFA’AT”. Padahal adanya syafa’at ini telah ditetapkan Allah Azza wa Jalla dan hadits-hadits mutawatir dari Rasulullah sholallohu’alaihi wasallam.
  6. Meyaqini bahwa yg haram hanya 4 saja yg disebut dalam surat al an’am:145, sedangkan yg dijelaskan oleh nabi dgn hadits yg shahih diinkarinya. Bahkan berani membuang hadits tsb.
  7. Salah dalam mendudukkan ayat ayat utk orang kafir dan disematkan kpd orang2 muslim, smisal surat ala’raf:40, shingga mereka menganggap sama hukumnya orang muslim dengan orang kafir jika telah masuk neraka yaitu kekal di dalamnya.
  8. Menganggap yg diharamkan Rasulullah hanya makruh saja jadi boleh dilakukan/dikerjakan. Ini bertentangan dengan surat alhasyr:7, dan ali imran :31
  9. Menganggap hadits yg shahih bahkan mutawatir disamakan dengan hadits syadz bila bertabrakan dngan alqur’an, jadi boleh dibuang, dan ini adalah pendapat yg paling bathil dari inkarussunnah.
  10. Mereka menghalalkan anjing buas, serigala , katak/kodok dll yg telah diharamkan rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, tetapi utk menutupi pendapat ini dihadapan para pengikut MTA yg masih pemula maka sang ketua dan para ustadznya menjawab ;”MTA tidak berhak mengharamkan dan menghalalkan anjing, yang berhak mengharamkan dan menghalalkan hanyalah Allah”. Perkataan ini utk mengelabuhi ummat agar pengikutnya tidak lari karena tahu bahwa ustadznya mnghalalkan anjing walau dia tidak memakannya. Lihat bukti perkataan mereka dalam tafsir MTA jilid ke 4 pada saat menafsirkan surat albaqoroh:173. Padahal faham seperti ini telah dibantah oleh Rasulullah, beliau bersabda “Ingatlah, sesungguhnya apa yang diharamkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti apa yang diharamkan oleh Allah”. (HR Ibnu Majah, no. 12, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).
  11. Mereka mengingkari adanya jahannamiyuun, yaitu orang yg beriman yg dientaskan dari neraka oleh Allah Azza wa Jalla berdasarkan ayat2 yg diperuntukkan bagi orang orang kafir. Padahal banyak hadits mutawatir yang mengabarkannya. Mereka meyaqini bahwa “”wa khobarulwaahidi dhonniyyun” hadits yg ahad adalah DUGAAN/dhonny”. Imam syafi’i telah membantah perkataan sesat ini dan beliau berkata;”ijma’almuslimuuna qodiiman wahadiitsan’ala tatsbiiti khobarilahaadi walintihaa-i ilaihi” “Kaum muslimin sejak dahulu hingga skarang telah spakat atas menetapkan hadits ahad dan berhenti padanya”(Ar-Risalah), juga dikuatkan oleh imam ibnu hajar atsqolani, ibnu abil izz, syaikh albani dll.
  12. Menganggap bahwa petunjuk hadits nabi tidak harus diikuti karena nabi adlah manusia biasa yang bisa benar dan bisa SALAH. Ini sungguh akan merusak syahadat mereka terhadap rasulullah, karena rasulullah bersabda :” TIDAKLAH KELUAR DARINYA MELAINKAN KEBENARAN” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 501; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ahmad 2/164 & 192, Al-Haakim 1/105-106, dan yang lainnya].
  13. Dalam hukum mawaarits mereka juga tidak menggunakan hadits yang shahih yg menjelaskannya, tapi hanya dengan ayat alqur’an saja yg ditafsirkan aqalnya sendiri.
  14. Dalam hukum zakat, mereka membuat ajaran bid’ah yaitu zakat profesi yg tdk pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya juga imam empat skalipun.
  15. Dan mereka menyamakannya dengan hukum zakat pertanian, TETAPI anehnya ukuran zakatnya menggunakan zakat MAL. Aneh bin ajaib, bisa bisanya membuat syari’at sendiri.
  16. Membolehkan tayamum mutlaq saat safar walaupun ada air, ini menyelisihi dalil yg sangat banyak.
  17. Menganggap bahwa laki laki dan perempuan semuanya wajib shalat jum’at scara mutlaq. Padahal jika meruju’ pada hadits nabi tidaklah sbagaimana yg mereka fahami. Dan mereka menganggap orang yg ada udzur di masjid kmudian shalat di rumahpun dianggap shalat jum’at pada hari itu.
  18. Mengatakan bahwa ISBAL hukumnya “MUBAH”, sdangkan Rasulullah telah menyatakan keharamannya dengan adzab neraka jika tidak dengan kesombongan dan bila dengan kesombongan lebih berat lagi yakni tdk diajak bicara oleh Allah dan tidak disucikan.
  19. Menghalalkan musik, maka dari itu dalam radio mereka juga full music, padahal para sahabat telh menafsirkan surat luqman:6 sbagai haramnya nyanyian dan alat alat music.
  20. MTA tidak mempercayai/meyaqini bahwa jin bisa masuk dalam tubuhmanusia, smentara Rasulullah telah menjelaskan dengan hadits2 yg shahih akan adanya kesurupan dan ruqyah.
  21. Sungguh banyak lagi penyimpangan2 dalam MTA dan kesalahan2 penafsiran mereka, tapi ini cukup kiranya sbagai peringatan agar kita berhati hati pada faham yg seperti ini. Kami memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar menjadikan tulisan I ni di dalam timbangan ‘amalan kebaikan kami. Barokallohufiykum.
Sumber:
http://kaahil.wordpress.com/2013/05/06/bagus-mengenal-mta-majlis-tafsir-al-quran-solo-mengapa-saya-keluar-dari-mta-majlis-tafsir-al-quran-20-penyimpangan-penyimpangan-mta-ditinjau-dari-pemahaman-ahlussunah-wal-jama/


Sabtu, 01 Desember 2012

(bagus) TAREKAT NAQSYABANDIYAH : Kenapa saya keluar dari Sufi “Tarekat/Tariqat/Tariqah Naqshbandiyah/Naqsyabandiyah”?

Tarekat/Tariqat/Tariqah Naqshbandiyah/Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat sufi yang paling luas penyebaran nya, dan terdapat banyak di wilayah Asia  serta Turki, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Dagestan, Russia.

Kata Naqsyabandiyah/Naqsyabandi/Naqshbandi نقشبندی berasal dari Bahasa Arab iaitu Murakab Bina-i dua kalimah Naqsh dan Band yang bererti suatu ukiran yang terpateri, atau mungkin juga dari Bahasa Persia, atau diambil dari nama pendirinya yaitu Baha-ud-Din Naqshband. Sebagian orang menerjemahkan kata tersebut sebagai “pembuat gambar”, “pembuat hiasan”. Sebagian lagi menerjemahkannya sebagai “Jalan Rantai”, atau “Rantai Emas”.

Tarekat ini didirikan oleh Imam Tariqat Hadhrat Khwajah Khwajahgan Sayyid Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Al-Bukhari Al-Uwaisi , dilahirkan pada bulan Muharram tahun 717 Hijrah bersamaan 1317 Masihi iaitu pada abad ke 8 Hijrah bersamaan dengan abad ke 14 Masihi di sebuah perkampungan bernama Qasrul ‘Arifan berdekatan Bukhara. Ia menerima pendidikan awal Tariqat secara Zahir dari gurunya Hadhrat Sayyid Muhammad Baba As-Sammasi dan seterusnya menerima rahsia-rahsia Tariqat dan Khilafat dari Syeikhnya, Hadhrat Sayyid Amir Kullal .

Shah Naqshband telah berkata: Pada suatu hari aku dan sahabatku sedang bermuraqabah, lalu pintu langit terbuka dan gambaran Musyahadah hadir kepadaku lalu aku mendengar satu suara berkata, “Tidakkah cukup bagimu untuk meninggalkan mereka yang lain dan hadir ke Hadhrat Kami secara berseorangan?”………….
********
Berikut ini kisah perjalanan dakwah Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu hafidzahullah sebelum beliau mengenal dakwah Salafiyah. Bagaimana kesesatan Shufi yang banyak menyimpang dari tauhid menemani langkah dakwah beliau




Mengikuti Thariqat Naqsabandiyah

Sejak kecil saya selalu mengikuti pelajaran dan halaqoh dzikir di masjid. Suatu ketika, pemimpin tarekat Naksabandiyyah melihatku, lalu ia mengajakku ke pojok masjid dan memberiku wirid-wirid tarekat Naksabandiyyah. Namun, karena usiaku yang masih belia, saya belum mampu membaca wirid-wirid itu sesuai dengan petunjuknya, tetapi saya tetap mengikuti pelajaran mereka bersama teman-teman saya dari pojokan masjid.

Saya mendengar lantunan qasidah dan nyanyian mereka, dan ketika sampai pada penyebutan nama syaikh mereka, dengan serta merta mereka meninggikan dan mengeraskan suara. Teriakan keras di tengah malam ini sangat menggangguku dan membuatku takut dan merinding.

Dan ketika usiaku semakin menajak dewasa, salah seorang kerabat mengajakku ke masjid di daerah kami untuk mengikuti acara yang mereka namakan al-khatam. Kami duduk melingkar, kemudian salah seorang syaikh membagikan kepada kami batu-batu kecil dan berkata:”Al-Fatihah Asy-Syarif dan Al-Ikhlash Asy-Syarif”.

Lalu dengan jumlah batu-batu kecil itu kami membaca surat Al-Fatihah, surat Al-Ikhlash, istighfar dan sholawat dengan bentuk bacaan sholawat yang telah mereka hafal.
Diantara bentuk sholawat yang saya ingat adalah
اللّهُمَ صَلِّ عَلىَ محَُمَّدٍ عَدَدَ الدَّوَابِّ
“Ya Allah, berilah sholawat untuk Muhammad sebanyak binatang melata”
Mereka membaca sholwat ini dengan suara keras di akhir dzikir. Dan selanjutnya, syaikh yang ditugaskan itu menutupnya dengan ucapan rabithah syarifah (ikatan mulia). Mereka mengucapkannya dengan tujuan membayangkan wujud syaikhnya saat menyebut namanya, karena syaikh itulah –menurut mereka- yang mengikat mereka dengan Allah Azza wa Jalla.

Mereka merendahkan suara kemudian berteriak dan terbuai dalam kekhusyu’an, saat itu saya melihat salah seorang diantara mereka melompat ke atas kepala orang-orang yang hadir dari tempat yang tinggi karena kesedihan yang mendalam bagaikan permainan sulap. Saya heran dengan tingkah dan suara yang keras ini ketika menyebut nama syaikh tarekat mereka.
Suatu ketika saya berkunjung ke rumah salah seorang kerabatku dan mendengarkan lantunan nyanyian dari kelompok tarekat Naksabandiyyah, yang berbunyi:
دَلُوْنِيْ بِاللهِ دَلُوْنِيْ # # # # # عَلَى شَيْخِ النَّصْرِ دَلُوْنِي
Tunjuki aku, demi Allah, tunjuki aku. Kepada syaikh penolong, tunjuki aku
اللَّي يُبْرِي العَلِيْلَ ##### وَيَشْفِي المَجْنُوْنَا
Syaikh yang menyembuhkan orang yang sakit. Dan menyembuhkan orang yang gila
Saya berdiri di depan pintu rumah, dan belum sempat masuk ke dalam, lalu berkata kepada tuan rumah:”Apakah syaikh itu yang menyebabkan orang yang sakit dan orang gila?”. Ia menjawab: ”Ya, yang telah diberikan Allah Azza wa Jalla mukjizat menghidupkan orang yang mati, menyembuhkan orang yang buta sejak lahir dan orang yang berpenyakit sopak, tetapi ia tetap mengatakan “dengan izin Allah”.

Kemudian ia berkata kepadaku:”Dan syaikh kami juga melakukannya dengan izin Allah”. Lalu saya  menyanggahnya:”Tetapi mengapa Anda tadi tidak mengatakannya ‘dengan izin Allah’?”.
Karena penyembuh yang sebenarnya adalah Allah Azza wa Jalla semata, sebagaimana perkataan Ibrohim ‘alaihi salam dalam Al-Qur’an:
{وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ} (80) سورة الشعراء
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku (QS. Asy-Syu’ara: 80).
*****

Beberapa Catatan Tentang Thariqat Naqsabandiyah 

1. Ciri khusus tarekat ini adalah wirid-wirid mereka yang tidak dikeraskan. Jadi tarekat ini tidak mengandung tari-tarian dan tepuk tangan sebagaimana pada tarekat-tarekat lainnya.

2. Dzikir-dzikir yang dilakukan secara berkelompok dan pembagian batu-batu kecil untuk setiap orang, lalu mereka diperintahkan membaca sesuatu dan meletakkan batu-batu kecil di dalam gelas berisi air untuk diminum dengan niat kesembuhan, semuanya itu adalah termasuk perbuatan bid’ah yang pernah diingkari oleh salah seorang sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu ketika masuk ke dalam masjid dan melihat sekelompok orang yang duduk melingkar dan ditangan mereka terdapat batu-batu kecil. Salah seorang diantara mereka berkata:”Bertasbihlah kalian sebanyak batu-batu kecil yang ada di tangan kalian!”.
Beliau mencela perbuatan mereka sambil berkata:”Perbuatan apa yang kalian lakukan ini?”.Mereka menjawab:’Wahai Abu Abdurrahman, kami bertakbir, bertahlil, dan bertasbih dengan batu-batu ini”. Lalu beliau berkata:”Hitunglah dosa-dosa kalian, dan saya menjamin bahwa segala kebaikanmu tidak akan disia-siakan sedikitpun. Celakalah kalian wahai umat Muhammad, mengapa begitu cepat kalian binasa? Sahabat-sahabat Rasul kalian masih banyak yang masih hidup, baju mereka belum hancur, perabot mereka belum pecah, dan demi jiwaku ada di tangan-Nya. Apakah petunjuk kalian lebih baik dari petunjuk Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam? Ataukah kalian telah membuka pintu kesesatan?!” [1]

Jika kita menggunakan logika yang murni, apakah mungkin petunjuk mereka yang lebih baik dari pada petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka telah mendapatkan taufik (petunjuk) untuk melaksanakan suatu amalan yang tidak diketahui oleh beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam?, atau mungkin mereka yang sesat?. Kemungkinan pertama jelas salah, karena tidak ada seorangpun yang lebih baik dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Jika demikian, berarti tersisa kemungkinan yang terakhir.

3. Rabithah Syarifah (ikatan mulia). Istilah ini menurut mereka adalah gambaran wujud syaikh, seolah-olah ia datang mengawasi mereka ketika namanya disebut dalam dzikir. Sehingga kita dapat melihat bagaimana mereka melakukannya dengan penuh kekhusyu’an dan berteriak-teriak dengan suara yang tidak jelas. Dan inilah derajat ihsan yang sebenarnya, yang menurut mereka dijelaskan dalam sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
الإحسان أن تعبد الله كأنك تراه, فإن لم تكن تراه فإنه يراك (رواه مسلم).
“Ihsan itu adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Ia melihatmu” (HR. Muslim).
Dalam hadits ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan petunjuk agar kita menyembah Allah seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak meliaht-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat kita. Inilah derajat ihsan yang ditujukan hanya kepada Allah Azza wa jalla semata. Tetapi mereka justru mempersembahkan ihsan itu untuk syaikh mereka. Dan ini termasuk perbuatan syirik yang dilarang Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya:
{وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا …} (36) سورة النساء
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun…”(QS. An-Nisa: 36).
Jadi, dzikir itu adalah ibadah yang hanya ditujukan kepada Allah Azza wa Jalla semata dan tidak boleh mempersekutukan-Nya dengan yang lain. Walaupun ia malaikat, seorang Rasul maupun seorang syaikh yang justru kedudukannya di bawah para Rasul. Sehingga larangan mempersekutukan Allah Azza wa Jalla dengan mereka menjadi lebih jelas. Sebenarnya penggambaran syaikh mereka ketika menyebutkan namanya juga terdapat dalam tarekat Syadzaliyyah.

4. Teriakan keras yang mereka lakukan ketika menyebut nama syaikh mereka atau ketika memohon pertolongan kepada selain Allah, seperti kepada ahlul bait dan orang-orang yang dekat kepada Allah Azza wa Jalla adalah termasuk perbuatan mungkar bahkan termasuk perbuatan syirik yang sangat dilarang.
Berteriak dengan suara keras ketika menyebut nama Allah Azza wa Jalla adalah suatu kemungkaran, karena bertentangan dengan firman Allah:
{إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ …} (2) سورة الأنفال
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka…”(QS. Al-Anfal: 2).

Juga bertentangan dengan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
أيها الناس اربعوا على أنفسكم, فإنكم لا تدعون أصم ولا غائبا, إنكم تدعون سميعا قريبا وهو معكم (رواه البخاري و مسلم).
“Wahai manusia sekalian, kasihanilah diri kalian (pelan-pelan dalam berdo’a) karena kalian tidak memanjatkan do’a kepada Dzat yang tuli dan Dzat yang tiada, tetapi kalian memanjatkan do’a kpada Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia selalu bersamamu” (HR. Bukhori; Muslim).

Bila menyebut nama Allah Azza wa Jalla dengan suara yang keras itu dilarang, maka berteriak, khusyu’ dan menangis ketika menyebut nama syaikh mereka termasuk kemungkaran yang lebih besar. Karena perbuatan ini termasuk bentuk “kegembiraan” yang digambarkan oleh Allah Azza wa Jalla tentang keadaan orang-orang musyrik dalam firman-Nya:
{وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِن دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ} (45) سورة الزمر
“Dan apabila hanya nama Allah saja disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati”(QS. Az-Zumar: 45).

5. Sikap ghuluw terhadap tarekat serta keyakinan bahwa syaikh mereka itulah yang dapat menyembuhkan orang yang sakit. Padahal Allah Azza wa Jalla menyebutkan perkataan Nabi Ibrohim dalam Al-Qur’an:
{وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ} (80) سورة الشعراء
“Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku  (QS. Asy-Syu’ara: 80).

Demikian juga dengan kisah seorang pemuda mukmin yang berdo’a kepada Allah untuk orang-orang yang sakit, lalu Allah Azza wa Jalla menyembuhkan mereka, ketika seorang kerabat raja berkata kepadanya:”Kamu akan mendapatkan harta yang banyak ini, jika engkau dapat menyembuhkanku”. Kemudian pemuda itu berkata:”Saya tidak dapat menyembuhkan seseoang, karena yang dapat menyembuhkan itu adalah Allah Azza wa Jalla, jika engkau beriman kepada Allah Azza wa Jalla maka saya akan memohon kepada Allah Azza wa Jalla dan menyembuhkanmu” (HR. Muslim).

6. Penyebutan lafadz tunggal “Allah” ribuan kali adalah wirid mereka. Padahal dzikir dengan menggunakan lafadz “Allah” tidak memiliki landasan syar’I, baik dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, para tabi’in, maupun dari para imam-imam mujtahidin. Perbuatan ini diadopsi dari perbuatan bid’ah orang-orang shufi. Karena lafadz “Allah” dalam bahasa arab adalah mubtada’ yang tidak mengandung khobar, sehingga kalimat itu menjadi tidak lengkap.

Seandainya seseorang menyebut nama “Umar” berkali-kali dan kita bertanya kepadanya:”Apa yang Anda inginkan dari Umar?”. Kemudian orang tersebut tidak menjawab apa-apa kecuali dengan menyebutkan nama “Umar, Umar…” berkali-kali, maka kita tidak akan mengatakan bahwa ia adalah orang gila, tidak memahami apa yang ia ucapkan.

Orang-orang shufi ketika berdzikir dengan menggunakan lafadz tunggal tersebut, berdalil dengan firman Allah Azza wa Jalla:
{… قُلِ اللّهُ …} (91) سورة الأنعام
“Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)” (QS. Al-An’am: 91).
Seandainya mereka membaca penggalan ayat sebelumnya, tentu mereka akan paham, bahwa maksud ayat itu adalah:”Katakanlah: Allah-lah yang menurunkan kitab itu”.

Adapun nash ayat yang dimaksud adalah firman-Nya:
{وَمَا قَدَرُواْ اللّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِذْ قَالُواْ مَا أَنزَلَ اللّهُ عَلَى بَشَرٍ مِّن شَيْءٍ قُلْ مَنْ أَنزَلَ الْكِتَابَ الَّذِي جَاء بِهِ مُوسَى نُورًا وَهُدًى لِّلنَّاسِ تَجْعَلُونَهُ قَرَاطِيسَ تُبْدُونَهَا وَتُخْفُونَ كَثِيرًا وَعُلِّمْتُم مَّا لَمْ تَعْلَمُواْ أَنتُمْ وَلاَ آبَاؤُكُمْ قُلِ اللّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ} (91) سورة الأنعام
Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia.” Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?” Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)” (QS. Al-An’am: 91).
Maksudnya adalah:”Katakanlah: Allah-lah yang menurunkan kitab Taurat itu”.
Catatan Kaki:
[1] HR. Ad-Darimi dan Ath-Thabariy. Hadits Hasan.
******

TAREKAT SUFI NAQSYABANDIYAH

Pertanyaan.
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya: Ada sebuah perkumpulan wanita dari Kuwait. Mereka menyebarkan dakwah sufi beraliran Naqsyabandiyah secara sembunyi-sembunyi perkumpulan wanita tersebut berada dibawah naungan lembaga resmi.
 Kami telah mempelajari kitab-kitab mereka & berdasarkan pengakuan mereka yg pernah ikut perkumpulan wanita ini tarekat ini memiliki pemahaman diantaranya:
(a). Barangsiapa yg tdk mempunyai syaikh maka yg menjadi syaikhnya adalah syetan.
(b). Barangsiapa yg tdk bisa mengambil ahlak syaikh/gurunya maka tdk akan bermanfaat baginya Kitab & Sunnah.
(c). Barangsiapa yg mengatakan pd syaikhnya “Mengapa begitu?” Maka tak akan sukses selamanya.
Selain itu mereka berdzikir (dengan tata cara sufi tentunya) seraya membawa gambar syaikhnya. Mereka suka mencium tangan gurunya yg bergelar Al-Anisaa & berasal dari negeri Arab. Mereka menganggap akan mendapat berkah dg meminum air sisa sang gurunya.
Mereka menulis do’a dg do’a khusus yg dinukil dari buku Al-Lu’lu wa Al-Marjan Fi Taskhiri Muluki Al-Jann. Dan dalam lapangan pendidikan perkumpulan ini membangun madarasah khusus utk kalangan sendiri mereka didik anak-anak berdasarkan ide-ide kelompoknya bahkan ada di antaranya yg mengajar di sekolah-sekolah negeri umum baik jenjang setingkat SMP maupun SMA. Sebagian mereka ada yg berpisah dg suami & meminta cerai lewat pengadilan hal itu terjadi manakala sang suami menyuruh sang istri agar menjauh dari aliran yg sesat ini.
Pertanyaan yg kami ajukan:
. Bagaimanakah menurut syariat tentang perkumpulan wanita tersebut?.
. Diperbolehkan mengawini mereka?.
. Bagaimana pula hukumnya dg akad nikah yg telah berlangsung selama ini?.
. Sekarang nasihat & ancaman yg bagaimana yg pantas utk mereka?.
Mohon penjelasan.

Jawaban.
Tarekat sufi salah satunya Naqsyabandiyah adalah aliran sesat & bid’ah menyeleweng dari Kitab & Sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya: Jauhilah oleh kalian perkara baru karena sesuatu yg baru (di dalam agama) adalah bid’ah & setiap bid’ah adalah sesat”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad Abu Dawud Ibnu Majah Tirmidzi & Hakim)

Tarekat sufi tdk semata bid’ah. Bahkan di dalamnya terdapat banyak kesesatan & kesyirikan yg besar hal ini dikarenakan mereka mengkultuskan syaikh/guru mereka dg meminta berkah darinya & penyelewengan-penyelewengan lainnya bila dilihat dari Kitab & Sunnah. Diantaranya pernyataan-pernyataan kelompok sufi sebagaimana telah diungkap oleh penanya.

Semua itu adalah pernyataan yg batil & tdk sesuai dg Al-Qur’an & Sunnah sebab yg patut diterima perkataannya secara mutlak adalah perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana firman Allah.
“Artinya: Apa yg diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yg dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah”. (Al-Hasyr: 7)

“Artinya: Dan tidaklah yg diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya”. (An-Najm: 3)
Adapun selain Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam walau bagaimana tinggi ilmunya perkataannya tdk bisa diterima kecuali kalau sesuai dg Al-Kitab & Sunnah. Adapun yg berpendapat wajib metaati seseorang selain Rasul secara mutlak hanya lantaran memandang “si dia/orang”nya maka ia murtad (keluar dari Islam). Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya: Mereka menjadikan orang-orang alimnya & rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah & (juga mereka menjadikan Rabb) Al-Masih putera Maryam ; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa ; tdk ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yg mereka persekutukan”. (At-Taubah: 31)

Ulama menafsirkan ayat ini bahwa makna kalimat “menjadikan para rahib sebagai tuhan” ialah bila mereka menta’ati dalam menghalalkan apa yg diharamkan & mengharamkan apa yg dihalalkan. Hal ini diriwayatkan dalam hadits Adi bin Hatim.

Maka wajiblah berhati-hati terhadap aliran sufi baik dia laki-laki / perempuan demikianlah pula terhadap mereka yg berperan dalam pengajaran & pendidikan yg masuk kedalam lembaga-lembaga. Hal ini agar tdk merusak aqidah kaum muslimin.

Lantas diwajibkan pula kepada seorang suami utk melarang orang-orang yg menjadi tanggung jawabnya agar jangan masuk ke dalam lembaga-lembaga tersebut ataupun sekolah-sekolah yg mengajarkan ajaran sufi. Hal ini sebagai upaya memelihara aqidah serta keluarga dari perpecahan & kebejatan para istri terhadap suaminya.

Barangsiapa yg merasa cukup dg aliran sufi maka ia lepas dari manhaj Ahlus Sunnah wa Jamaah jika berkeyakinan bahwa syaikh sufi dapat memberikan berkah / dapat memberikan manfa’at & madharat menyembuhkan orang sakit memberikan rezeki menolak bahaya / berkeyakinan bahwa wajib menta’ati setiap yg dikatakan gurunya/syaikh walaupun bertentangan dg Al-Kitab & As-Sunnah.

Barangsiapa berkeyakinan dg semuanya itu maka dia telah berbuat syirik terhadap Allah dg kesyirikan yg besar dia keluar dari Islam dilarang berloyalitas padanya & menikah dengannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya: Dan janganlah kalian nikahi wanita-wanita musyrikah sebelum mereka beriman ………. Dan janganlah kalian menikahkan (anak perempuan) dg laki-laki musyrik sebelum mereka beriman ……..”. (Al-Baqarah: 221)

Wanita yg telah terpengaruh aliran sufi akan tetapi belum sampai pd keyakinan yg telah kami sebutkan diatas tetap tdk dianjurkan utk menikahinya. Entah itu sebelum terjadi aqad ataupun setelahnya kecuali bila setelah dinasehati & bertaubat kepada Allah.

Yang kita nasehatkan adalah bertaubat kepada Allah kembali kepada yg haq meninggalkan aliaran yg batil ini & berhati-hati terhadap orang-orang yg menyeru kepada kejelekan-kejelekan. Hendaknya berpegang teguh dg manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah membaca buku-buku bermanfa’at yg berisi tentang aqidah yg shahih mendengarkan pelajaran muhadharah & acara-acara yg berfaedah yg dilakukan oleh ulama yg berpegang dg teguh pd manhaj yg benar.

Juga kita nasehatkan kepada para istri agar taat kepada suami mereka & orang-orang yg bertanggung jawab dalam hal-hal yg ma’ruf.

Semoga Allah memberikan taufiq-Nya.

Sumber:
http://sunniy.wordpress.com/buku-sunniy-chm/
http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Naqsyabandiyah
http://kaahil.wordpress.com/2012/06/12/bagus-tarekat-naqsyabandiyah-kenapa-saya-keluar-dari-sufi-tarekattariqattariqah-naqshbandiyahnaqsyabandiyah-sejarah-prinsip-dasar-dan-ajaran-tarekat-sufy-naqsyabandiyah/

(KISAH SUFY TOBAT) : Kenapa saya keluar dari Sufi “Tarekat/Tariqat Qodiriyah”?

Qodiriyah adalah nama sebuah tarekat yang berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria kemudian diikuti oleh umat muslim yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Tarekat ini sudah berkembang sejak abad ke-13. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. 

Tarekat Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Terdapat puluhan tarekat yang masuk dalam pecahan aliran Qidiriyah. Seperti Banawa yang berkembang pada abad ke-19, Ghawtsiyah (1517), Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), dan lain-lain, semuanya berasal dari India. Di Turki terdapat tarekat Hindiyah, Khulusiyah,dal lain-lain. Dan diYaman ada tarekat Ahdaliyah, Asadiyah, Mushariyyah. Sedangkan di Afrika diantaranya terdapat tarekat Ammariyah, Tarekat Bakka’iyah, dan lain sebagainya.

Di Indonesia, perpecahan tarekat Qodiriyah ini secara khusus dibawa oleh Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi digabungkan dengan tarekat Naqsyabandiyah menjadi tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah . Kemudian garis salsilahnya yang salah satunya melalui Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani berkembang pesat di seluruh Indonesia.

Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani ini berasal dari Banten. Selanjutnya jalur salsilahnya berlanjut ke Abdullah Mubarok Cibuntu atau lazim dikenal sebagai Syaikh Abdul Khoir Cibuntu Banten. Terus berlanjut ke Nur Annaum Suryadipraja bin Haji Agus Tajudinyang berkedudukan di Pabuaran Bogor. Selanjutnya garis salsilah ini saat ini berlanjut ke Al Waasi Achmad Syaechudin.
*********
Berikut ini kisah perjalanan dakwah Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu hafidzahullah sebelum beliau mengenal dakwah Salafiyah. Bagaimana kesesatan Shufi yang banyak menyimpang dari tauhid menemani langkah dakwah beliau.

Thariqat Qodiriyyah

Salah seorang mengundangku bersama syaikh yang mengajari saya ilmu nahwu dan tafsir. Kamipun pergi kerumah syaikh itu. Setelah selesai makan malam, orang-orang yang hadir kemudian berdiri, berdzikir, melompat, goyang ke kiri dan ke kanan dengan menyebut lafadz ( الله…) ( الله…).

Saya hanya berdiri dan tidak bergerak, kemudian saya duduk di bangku hingga bagian pertama selesai.
Saya melihat keringat mereka bercucuran, kemudian mengambil handuk dan membersihkannya.
Ketika waktu sudah mendekati tengah malam, saya tinggalkan mereka dan pergi ke rumah.
Pada hari kedua, saya bertemu dengan salah seorang diantara merek. Ia juga seorang guru sepertiku. Saya katakan kepadanya:”Hingga kapan kalian melakukan ini?”

Ia menjawab:”Hingga jam dua, setelah lewat tengah malam, lalu kami menuju rumah untuk tidur”.
“Lalu kapan kalian sholat subuh?” Tanya saya selanjutnya

Ia menjawab:”Kami tidak sholat shubuh tepat pada waktunya, bahkan terkadang lewat begitu saja”.

Saya hanya dapat bergumam dalam hati:”Masya Allah, dzikir model apa ini yang telah melalaikan sholat subuh?”.

Saya teringat dengan perkataan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha yang menceritakan keadaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
كان ينام أول الليل, ويحيي آخره (رواه البخاري؛ مسلم)
“Beliau selalu tidur pada awal malam dan menghidupkan akhir malam” (HR. Bukhori; Muslim).
Sementara orang-orang shufi ini melakukan hal yang sebaliknya. Mereka menghidupkan awal malam dengan perbuatan bid’ah dan mengisi akhir malamnya dengan tidur lalu melalaikan sholat subuh.

Allah Azza wa Jalla berfirman:
{فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ.الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ } (4-5) سورة الماعون
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya” (QS. Al-Maa’un: 4-5).

Maksudnya adalah mereka yang menunda sholat hingga waktunya terlewatkan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ركعتا الفجر خير من الدنيا وما فيها (رواه الترمذي)
“Dua roka’at sholat subuh lebih baik dari dunia dengan segala isinya” (HR. At-Tirmidzi. Di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Jami’us Shohih).

Bertepuk Tangan Ketika Berdzikir

Ketika saya di masjid dan halaqoh dzikir berlangsung setelah sholat Jum’at, saya duduk menonton mereka. Dan agar mereka semakin semangat, salah seorang diantara mereka melakukannya dengan bertepuk tangan.
Lalu saya memberi isyarat kepadanya bahwa perbuatan itu adalah haram dan tidak boleh dilakukan, tetapi ia tidak berhenti bertepuk tangan.

Ketika selesai, saya menasehatinya, tetapi ia tidak menerima. Dan beberapa saat kemudian, saya menemuinya lagi untuk mengingatkannya, bahwa bertepuk tangan itu adalah termasuk perbuatan orang-orang musyrik sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Azza wa Jalla:
{وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً …} (35) سورة الأنفال
“Sholat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan..” (QS. Al-Anfaal: 35).

Lalu ia berkata:”Tetapi syaikh fulan membolehkannya”.
Saya berkata dalam hati bahwa telah berlaku atas mereka firman Allah Azza wa Jalla:
{اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ } (31) سورة التوبة
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam…” (QS. At-Taubah: 31).

Ketika ‘Adiy bin At-Tha’iy radhiallahu ‘anhu mendengar ayat tersebut – ketika itu beliau masih dalam keadaan Nashraniy – ia berkata:”Wahai Rasulullah, kami tidak menyembah mereka”. Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اليس يحلون لكم ما حرم الله فتحلونه, ويحرمون ما أحل الله فتحرمون؟ قال: بلى, قال النبي صلى الله عليه و سلم: فتلك عبادتهم (رواه الترمذي, البيهقي).
“Bukankah mereka (para rahib itu) menghalalkan untuk kalian apa yang Allah haramkan, lalu kalia menghalalkan juga? Dan mereka mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, lalu kalian mengharamkannya juga? Ia barkata:Ya. Bersabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:”Itulah bentuk penyembahan kepada mereka” (HR. At-Tirmidzi; Al-Baihaqiy. Hadits Hasan).

Kemudian saya menghadiri halaqoh dzikir lain, di masjid yang sama, dimana seseorang berdzikir sambil bertepuk tangan. Saya katakan kepada mereka setelah selesai:”Sesungguhnya suara Anda sangat indah, tetapi tepuk tangan ini haram hukumnya”. Lalu ia menjawab:”Alunan lagu yang kami nyanyikan tidak sempurna bila tidak disertai dengan tepuk tangan. Seorang syaikh yang lebih besar (alim) dari Anda pernah melihat saya melakukan ini dan ia tidak mengingkarinya (menegurku)”.

Jika kita memperhatikan, sebenarnya orang-orang yang melakukan dzikir seperti ini telah melakukan pengingkaran terhadap nama-nama Allah, karena menyebut ( الله, آه, هي, هو,يا هو)
Penggantian nama Allah dan penyimpangan ini hukumnya haram, dan karena itu maka orang yang melakukannya akan dihisab pada hari kiamat nanti.

Memukul Dengan Besi

 Di dekat rumah kami, ada sekelompok orang-orang shufi. Saya biasa datang ke sana untuk mengetahui lebih jauh dzikir yang mereka baca. Setelah sholat ‘Isya, orang-orang yang akan menyanyikan bait-bait lagu mulai berdatangan. Mereka semua tidak berjenggot dan menyenandungkan bait syair yang sama:
هات كاس الراح ### واسقنا الأقداح
Berilah kami segelas arak Berilah kami minuman arak
Mereka mengulang-ulang bait syair ini sambil mengoyang-goyangkan tubuh mereka ke kanan dan ke kiri. Pemimpin kelompok mereka mengulangi bait syair ini, kemudian diikuti oleh para pengikutnya. Sehingga mereka seperti kelompok paduan suara.
Mereka tidak merasa malu menyebutkan kata-kata khamar (arak) di dalam masjid yang seharusnya di jadikan tempat sholat dan membaca Al-Qur’an. Karena ( الراح) dalam bait syair itu bermakna khamar, sementara Allah Azza wa Jalla telah mengharamkan arak ini dalam Al-Qur’an dan juga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-haditsnya.
Kemudian setelah itu, rebana mulai dipukul bertalu-talu dengan suara yang keras. Lalu salah seorang diantara mereka yang paling tua tampil ke depan, membuka bajunya dan berteriak dengan suara yang keras:”Wahai kakek!”.
Yang mereka maksudkan adalah meminta pertolongan kepada salah seorang nenek moyang mereka dari kalangan tarekat Rifa’iyyah. Karena mereka terkenal dengan perbuatan ini.
Kemudian ia mengambil sepotong besi dan menusukkannya ke dalam perutnya sambil berteriak dengan suara keras:”Wahai kakek!”.
 Setelah itu, seorang laki-laki berpakaian tentara datang dengan jenggot yang dicukur habis mengambil gelas dari kaca dan mengunyahnya dengan giginya.

Saya berkata dalam hati, bila tentara itu benar dan jujur, kenapa ia tidak berangkat berjihad melawan orang-orang Yahudi, bukankah itu lebih baik daripada memecahkan gelas dengan giginya. Dan itu terjadi pada tahun 1967 M ketika orang-orang Yahudi merbut dan menguasai beberapa wilayah Arab di semenanjung Arab, sementara pasukan-pasukan Arab mengalami kekalahan telak dan kerugian perang yang tidak sedikit. Sementara tentara yang satu ini tidak dapat melakukan apa-apa, bahkan ia melakukan kemaksiatan lain dengan memotong jenggotnya.


Ada beberapa hal yang menjadi catatan atas perbuatan itu, diantaranya adalah:
1. Sebagian orang menganggap, bahwa perbuatan dan aksi ini adalah termasuk karamah. Mereka tidak tahu bahwa sebenarnya perbuatan yang mereka lakukan itu adalah berasal dari syaithan-syaithan yang juga hadir berkumpul di sekeliling mereka, yang senantiasa menolong mereka dalam kesesatan. Karena ketika mereka memohon pertolongan kepada nenek moyang, berarti mereka telah berpaling dari dzikrullah kepada perbuatan mempersekutukan Allah Azza wa Jalla (Baca: syirik).
Berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:
{وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ. وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُم مُّهْتَدُونَ} (36-37) سورة الزخرف.
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk” (QS. Az-Zukhruf: 36-37).

Allah mengejek mereka melalui perantaraan mereka ini, sehingga mereka bertambah sesat. Allah Azza wa Jalla berfirman:
{قُلْ مَن كَانَ فِي الضَّلَالَةِ فَلْيَمْدُدْ لَهُ الرَّحْمَنُ مَدًّا حَتَّى } (75) سورة مريم
“Katakanlah: “Barang siapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Allah yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya…” (QS. Maryam: 75).


2. Dan tidak diragukan lagi, bahwa hal itu terjadi karena bantuan dan kemampuan syaithan. Nabi Sulaiman ‘Alaihis Sallam juga pernah meminta pertolongan kepada pasukannya untuk membawa singgasana Ratu Balkis, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
{قَالَ عِفْريتٌ مِّنَ الْجِنِّ أَنَا آتِيكَ بِهِ قَبْلَ أَن تَقُومَ مِن مَّقَامِكَ وَإِنِّي عَلَيْهِ لَقَوِيٌّ أَمِينٌ} (39) سورة النمل
“Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.” (QS. An-Naml: 39).

Orang-orang yang pergi ke India, sebagaimana yang dilakukan oleh Ibn Batutah dan yang lainnya, akan menyaksikan hal yang lebih banyak lagi dilakukan oleh orang-orang Majusi.

3. Masalahnya bukan banya masalah karomah dan wali, tetapi memukul dan menusuk tubuh dengan besi atau dengan apa saja adalah termasuk perbuatan syaithan yang selalu hadir dimana ada nyanyian dan musik yang merupakan seruling syaithan. Dan kebanyakan orang-orang yang melakukan perbuatan seperti ini telah melaukan perbuatan maksiat, bahkan jelas-jelas merupakan perbuatan syirik kepada Allah. Jadi bagaimana mungkin hal itu timbul dari para wali dan pemilik karomah sementara Allah Azza wa Jalla berfirman:
{أَلا إِنَّ أَوْلِيَاء اللّهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ.الَّذِينَ آمَنُواْ وَكَانُواْ يَتَّقُونَ} (62-63) سورة يونس
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa” (QS. Yunus: 62-63).

Yang dimaksud dengan wali Allah itu adalah orang yang mukmin dan bertaqwa yang menjauhi perbuatan syirik dan maksiat. Ia senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla semata, baik di saat susah maupun di kala senang. Boleh jadi karomah akan datang kepadanya tanpa ia minta dan tanpa mempertontonkannya di hadapan orang-orang.

4. Syaikhul Islam Ibn Taimiyah rahimahullah berkata tentang perbuatan-perbuatan atau kejadian-kejadian ini yang bersumber dari orang-orang seperti mereka:”Perbuatan ini tidak akan muncul ketika mereka membaca Al-Qur’an atau ketika melaksanakan sholat, karena amalan-amalan itu (yakni: Membaca Al-Qur’an dan Sholat, ed) adalah bentuk ibadah yang disyariatkan, tanda keimanan dan ajaran Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang justru akan mengusir syaithon. Sementara perbuatan mereka lakukan adalah bid’ah, tanda kesyirikan, ajaran syaithon dan pengaruh filsafat, yang semuanya dapat mengundang syaithon”.

5. Seorang laki-laki Salafiyyah pernah menyuruh salah seorang diantara mereka yang menusuk dirinya dengan besi untuk menusukkan pentil ke dalam matanya. Orang itu ternyata menolak dan takut, yang menunjukkan bahwa ia memasukkan besi ke dalam tubuhnya dengan besi khusus. Orang-orang yang pernah melakukan perbuatan semacam ini dan kemudian bertaubat, bercerita tentang adanya darah yang mengalir dari mereka lalu mencucinya setelah itu.

6. Seorang Muslim yang dapat dipercaya, melihat dengan mata kepala sendiri, seorang tentara yang menusukkan tubuhnya dengan besi yang memiliki bentuk khusus. Ia melihat bekas-bekas darah yang membasahi besi itu. Ketika orang itu dibawa ke komandan tentara, ia berkata kepada orang itu:”Kami akan memukul kedua kakimu dengan cambuk, bila engkau benar maka bersabar dan tahanlah”. Ketika ia mulai dipukul, iapun menangis, berteriak, meraung-raung, meminta tolong dan tidak tahan dengan pukulan. Tentara-tentara lainpun mentertawakan dan mengejeknya.


Kesimpulan Tentang Thariqat Qodiriyyah

Memukul tubuh dengan besi, tidak pernah dilakukan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya, tabi’in, Tabi’ut Tabi’in (ed), dan imam-imam Mujtahid. Seandainya perbuatan tersebut mengadung kebaikan, tentulah mereka yang pertama kali melakukannya sebelum kita. Tetapi perbuatan tersebut adalah perbuatan bid’ah yang dilakukan oleh orang-orang sebelum mereka yang senantiasa meminta pertolongan kepada syaithon-syaithon. Mereka adalah orang-orang musyrik kepada Allah Azza wa Jalla. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengancam perbuatan bid’ah ini dalam sabdanya:
إياكم ومحدثات الأمور, فإن محدثة بدعة, وكل بدعة ضلالة, وكل ضلالة في النار
“Hati-hatilah kalian dari perkara-perkara yang muhdats (=baru dalam agama)karena setiap yang muhdats adalah bid’ah, setiap yang bid’ah adalah sesat dan setiap yang sesat di Neraka tempat kembalinya” (HR. An-Nasa’i. Hadits Shohih).

Dan perbuatan ahli bid’ah itu tertolak dan tidak diterima oleh Allah Azza wa Jalla, berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد (يعني: مردود –عبد الرحمن-).
“Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka perbuatan itu tertolak” (HR. Muslim).

Ahli Bid’ah, meminta pertolongan kepada orang yang sudah meninggal dan kepada syaithon-syaithon. Perbuatan ini termasuk perbuatan syirik yang mendapatkan peringatan keras dari Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya:
{لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ} (72) سورة المائدة
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.” Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al-Maidah: 72).

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من مات وهو يدعو من دون الله ندا دخل النار (رواه البخاري).
“Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan ia memohon kepada sesuatu selain Allah sebagai tandingan-Nya, maka ia akan masuk Neraka” (HR. Bukhori).
Dan barangsiapa yang mempercayai dan menolong mereka, maka ia termasuk golongan mereka.

Sumber : http://sunniy.wordpress.com/buku-sunniy-chm/
http://kaahil.wordpress.com/2012/06/14/kisah-sufy-tobat-kenapa-saya-keluar-dari-sufi-tarekattariqat-qodiriyah-sejarah-prinsip-dasar-dan-ajaran-tarekat-sufy-qodiriyah-dalam-ibadahnya-mereka-berdiri-berdzikir-m/