Tampilkan postingan dengan label Pacaran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pacaran. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 September 2013

Langit Akan Tetap Bening (Tentang Akibat Ikhtilat)

Oleh : Al-Ustadz Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz


Anak muda itu memanggil saya Abang. Sebenarnya tidak ada hubungan darah antara saya dan dia. Umur di antara kami memang terpaut sepuluh tahun-an. Namun, dikarenakan hubungan baik di antara kami, saya sering menyebutnya Adik. Sementara dia memanggil saya Abang dalam keseharian. Barangkali ia menganggap saya benar-benar seperti Abangnya, sehingga hal-hal pribadi pun sering ia bagikan dengan saya.

 ”Itulah Bang, sulit juga rasanya untuk melupakan dia…Gimana ya, Bang? Meskipun tidak aku harapkan, terkadang wajahnya muncul dalam mimpi-mimpiku. Memang, Bang…orangnya cantik dan baik. Itu bukan menurutku sendiri, Bang. Orang-orang pun bilang seperti itu juga.Ah…susah lah, Bang!”, keluhnya kepadaku.

Karena ia memberikan kepercayaan kepada saya, beberapa saran dan masukan pun saya berikan untuknya. Memposisikan seolah-olah sebagai Abangnya, saya sampaikan,” Sudahlah…tidak usah kau pikirkan sampai seperti itu. Belum tentu orang yang kau pikirkan saat ini, sedang memikirkanmu juga. Orang baik akan berpasangan dengan orang baik. Sebaliknya pun demikian.Kalau kau baik, jodohmu pun baik, insya Allah…”

“Apakah dia sudah ngaji Salaf?”,selanjutnya saya yang bertanya.

Anak muda itu masih berusaha jujur. Katanya,” Belum sih, Bang…Cuman dia udah berjilbab, Bang. Insya Allah dia maulah kalau disuruh pakai cadar. Gimana, Bang?”

“Begini,Dek…Semua orang yang masih normal, pasti berharap rumah tangganya kelak harmonis dan bahagia. Kau tahu, nggak? Modal terbesar untuk hidup harmonis itu apa? Kesamaan visi dan kesatuan misi. Cara pandang hidupnya harus sama. Jika tidak, akan payah nantinya. Tidak bisa juga kita ingin menyamakan visi, misi dan cara pandang hidup dengan sambil jalan. Jangan terlalu berspekulasi! Jangan-jangan…bukannya kita yang bisa membawa, malah kita yang terseret arus. Na’udzu billah”, saya coba memberi pengertian.

Saya terus melanjutkan,” Masalahnya, bukan ia mau pakai cadar ataukah tidak nantinya.Kesamaan visi dan kesatuan misi tidak hanya sebatas cadar saja. Ada aspek-aspek lain yang mesti diperhatikan. Kau kan sudah lama ngaji…sudah merasakan manisnya Thalabul Ilmi…Nah, itu yang harus kau syukuri! Kau harus menjaga nikmat ini dengan memilih istri yang telah sungguh-sungguh mengerti tentang dirimu!”

Kami lalu terdiam sambil menikmati malam.

________00000________
Percakapan di atas memang saya ungkapkan ulang di sini dengan gaya bahasa berbeda. Namun…tidak merubah makna sama sekali. Bukan sekali dua kali saya menghadapi kasus seperti ini. Berapa banyak sudah, kawan dan sahabat yang mengungkapkan hal yang sama. Sampai pastinya berapa banyaknya, saya sudah lupa. Akan tetapi, satu hal yang menarik untuk dicermati, dan barangkali inilah benang merah yang merajutkan dari semua kasus tersebut adalah budaya ikhtilat.

Ikhtilat bisa dipahami sebagai budaya perbauran antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram-nya dalam kondisi selain darurat. Islam sebagai ajaran mulia nan luhur sangat membatasi pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram –nya. Sebagai misal adalah penyakit sosial masyarakat yang seringkali muncul karena faktor ikhtilat. Islam sendiri telah mengatur, di manakah area dan medan laki-laki dalam kehidupan sehari-hari dan di manakah pula perempuan semestinya berada.

Sudahlah…tidak usah kita mempertanyakan ulang tentang hal ini. Bukankah fakta telah berbicara? Bukankah realita pahit semacam ini merupakan kebenaran yang tak terbantahkan??? Ikhtilat memang menjadi salah satu faktor munculnya penyakit masyarakat.

Enam dari sepuluh perempuan Indonesia telah hilang kegadisannya sebelum menikah secara resmi. Hasil dari salah satu survey ini tentu membuat kulit merinding dan hati bergidik. Kasus pemerkosaan ibarat menghiasi bibir setiap harinya. Pelecehan seksual selalu mengintai di mana-mana.Apakah kita akan menutup mata dari fakta??? Aborsi merajalela, janin dan jabang bayi ditemukan teronggok di sembarang tempat, sepasang remaja yang tertangkap sedang berbuat mesum di warnet, kasus perceraian yang disebabkan perselingkuhan dengan ipar sendiri, affair antara seorang bos dengan bawahannya dan lain sebagainya. Belum lagi realita kumpul kebo di kalangan mahasiswa. Allahumma sallim.

Atau jika masih ragu (padahal semestinya tidak perlu ragu lagi), datang dan bertanyalah kepada petugas KUA-KUA,” Dalam setahun, berapakah pasangan menikah di bawah umur? Karena accident before married (hamil sebelum menikah)?”

Saat ini muncul polemik tentang wacana test keperawanan untuk calon sisiwi sekolah menengah atas. Seperti biasa, ada pro dan kontra. Namun, bukan itu yang menjadi titik pembahasan. Keprihatinan akan pergaulan bebas di kalangan pelajar bahkan bisnis prostitusi yang melibatkan pelajar, seperti itulah alasan penggagasnya.

Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi, Syaikh Bin Baz, pernah menerbitkan fatwa mengenai hal ini (Majmu’ Fatawa Ibn Baz 4/248-253). Fatwa tersebut untuk menyanggah pernyataan seorang rektor dari sebuah kampus di Negara Yaman.

Rektor dimaksud menyatakan bahwa bentuk pendidikan dengan memisahkan antara siswa dan siswi justru menyelisihi syari’at Islam. Ia beralasan ; shalat jama’ah di masjid dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad dengan tanpa memisahkan antara laki-laki dan perempuan.

“Saya merasa heran. Kenapa bisa pernyataan semacam ini diucapkan oleh seorang rektor dari sebuah kampus Islam di negeri Muslimin. Padahal semestinya ia justru dituntut untuk mengarahkan masyarakatnya –kaum laki-laki dan perempuannya- demi meraih kesuksesan dan keselamatan dunia akhirat.Inna lillah wa inna ilaihi ra’jiun Laa haula wa laa quwwata illa billah”, Syaikh Bin Baz memulai sanggahannya dengan menyatakan demikian.

Beliau melanjutkan,” Tidak perlu diragukan lagi bahwa pernyataan tersebut merupakan pelanggaran besar terhadap syari’at Islam! Sebab, syaria’t Islam tidak mengajarkan ikhtilat!!!…Justru Islam melarang ikhtilat dan sangat tegas dalam hal ini!!”

Setelah itu beliau menyebutkan sejumlah ayat dan beberapa hadits Rasulullah untuk menjelaskan bahwa Islam sangat antipati terhadap budaya ikhtilat. Sehingga,proses belajar mengajar yang menggunakan metode ikhtilat sangatlah bertentangan dengan Islam.

Hmmm…pembahasan ini pasti akan panjang lebar.

Baiklah…Kita kembali saja ke salah satu pointnya.”Langit Akan Tetap Bening” sejatinya ditujukan untuk ikhwan-ikhwan muda Salafy yang masih juga belum lepas dari kenangan “manis” nya di saat kuliah atau di bangku sekolah. Jerat-jerat ikhtilat telah meninggalkan kesan pahit setelah ia serius mengaji Salaf. Bayang-bayang masa lalunya seakan terus mengejar. Walaupun sebagian orang menyebutnya sebagai masa-masa paling indah “kisah kasih di sekolah”, tetap saja kaum muda Salafy yang telah memilih jalan Thalabul Ilmi akan menganggapnya sebagai kenangan “pahit”.
_____0000____

“Lah gimana,Ustadz…Tiap hari pasti ketemu di sekolah. Sama-sama berada di dalam ruangan kelas selama sekian lama. Banyak kegiatan yang dilalui bareng-bareng. Khan nggak mungkin momen-momen seperti itu pergi tanpa kesan”

Kalimat-kalimat semacam di atas pun pernah menjadi salah satu bahan diskusi saya dengan beberapa ikhwan yang masih aktif sekolah (dahulu). Budaya ikhtilat memang sebuah problem besar bagi kalangan muda yang serius untuk mengaji.

Dalam sebuah kajian di salah satu SMA Negeri, pertanyaan tentang ikhtilat dan pacaran seakan mengalir tiada henti. Ada pertanyaan yang langsung disampaikan secara verbal juga ada yang bertanya dengan menggunakan selembar kertas, terutama peserta akhwat.Bahkan satu dua pertanyaan sangat “menggelikan” karena terkait dengan kontak komunikasi antara ikhwan dan akhwat sesama pengurus Kajian Sekolah.

Salah satu pertanyaan yang sulit saya lupakan hingga saat ini kurang lebih demikian.

“Ustadz, apakah hukumnya seorang ikhwan yang sama-sama berjanji dengan seorang akhwat. Keduanya setelah lulus SMA akan berangkat mondok di tempat yang berbeda. Setelah itu mereka berdua sepakat untuk menikah?”

Geeerrrrr…ada tawa secara koor yang tak dapat ditahan ketika saya membacakan pertanyaan itu.

Sebenarnya gundah gulana yang dirasakan oleh mereka yang ingin dan sedang serius mengaji, sementara mereka masih berjiwa muda adalah bersumber dari ikhtilat. Seakan percuma saja nasehat untuk menundukkan mata di sampaikan, ajaran untuk menjaga hati dari syahwat diungkapkan atau trik-trik lain untuk terhindar dari godaan syahwat. Sebab, sumber segala-galanya masih juga ada. Jangan bermain api jika tidak ingin terbakar. Kalau tak mau basah, kenapa bermain air???

Syaikh Utsman As Salimi hafizhahullah dalam sebuah kesempatan menyampaikan nasehat yang sangat mengena di hati.Kata beliau,” Syahwat itu muncul jika digelorakan. Oleh sebab itu, jangan pernah engkau membangkitkannya!!! Jauhi faktor-faktor yang dapat membangkitkan syahwat terlarang. Syahwat yang terus diikutkan tidak akan pernah ada habisnya”

Nah…anak muda yang saya sebutkan di atas atau yang anak muda lainnya yang bernasib sama,tentu tepat untuk meresapi nasehat Syaikh Utsman di atas. Bagaimana bisa melupakan kenangan lama, sementara facebook milik “nya” terus menerus ” diintip-intip”??? Bagaimana mungkin dapat menghapus bayang-bayang “nya”, sementara diri “nya” selalu dilamunkan? Tentu akan sulit dilupakan jika selalu dikenang!!!

Ada saja alasan yang terus ditampilkan oleh setan untuk mengungkung manusia agar sulit melupakan masa lalunya.Bahkan tidak jarang,alasan tersebut terkesan ilmiah dan benar. Sebagai contoh adalah satu pertanyaan yang pernah diajukan kepada saya pada salah satu Kajian di Kalimantan.

“Apakah boleh, Ustadz. Seseorang mendoakan kebaikan untuk mantan kekasihnya?”

Terasa indah kan, alasannya? Ketika itu saya kemudian menjelaskan tentang keharusan untuk saling mendoakan di antara kaum muslimin. Akan tetapi, apakah tidak ada orang lain yang lebih berhak untuk didoakan? Orangtua, saudara atau kerabat dekat, misalnya .Apakah ada alasan baginya mendoakan mantan kekasih,sementara masih ada orang yang lebih berhak untuk didoakan? Selain itu, hal semacam ini tentu hanya akan membekaskan penyakit-penyakit hati.
_____00000_____

Ibnu Qayyim di dalam Raudhatul Muhibbin menukilkan beberapa kisah cinta yang kiranya perlu untuk disampaikan di sini. Dari dua kisah yang akan saya sebutkan dalam tulisan ini, ada satu hal yang harus ditarik sebagai sebuah kesimpulan ; Hawa nafsu harus dikekang di dalam bingkai syari’at!!! Jangan terseret arus syahwat!!!

Seorang pemuda ahli ibadah pernah tertarik kepada seorang wanita jelita.Tumbuhlah rasa cinta di antara mereka berdua. Cinta si pemuda ternyata disambut oleh wanita tersebut. Bahkan hubungan di antara mereka berdua dapat dirasakan oleh hampir seluruh warga Mekkah.

Di sebuah lokasi sepi, si wanita kembali mengucapkan cinta.Sang pemuda pun mengungkapkan hal yang sama.

“Aku ingin engkau menciumku”, kata si wanita tersebut.

Sang pemuda menjawab,” Aku pun demikian”.

“Lalu kenapa engkau tidak melakukannya?”, tanya si wanita.

Sang pemuda menjelaskan,” Celaka! Sungguh aku pernah mendengar sebuah firman Allah yang berbunyi,
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِين
“Orang-orang yang saling mencintai (selama di dunia) pada hari itu (hari kiamat) sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS. 43:67)

“Demi Allah, aku tidak berharap hubungan kita di dunia ini berubah menjadi permusuhan di hari akhir kelak”, pemuda itu mengucapkan kata-kata ini sambil bangkit berdiri lalu pergi. Kedua matanya tak mampu menahan air mata.
………..

Kota Kufah juga menyimpan banyak cerita tentang cinta. Seorang pemuda tampan pernah tinggal menetap di sana,di sebuah kampung suku Nakha’. Secara kebetulan, pemuda itu melihat seorang gadis jelita yang membuatnya jatuh cinta. Jiwanya merasakan gelisah oleh cinta.

Lalu pemuda itu datang menemui ayah si gadis untuk menyatakan pinangan. Ternyata, gadis tersebut telah dilamar oleh sepupunya sendiri. Betapa berat rasa di hati! Pemuda itu benar-benar kecewa.

Si gadis yang mengetahui rasa cintanya lalu memerintahkan seseorang untuk menyampaikan pesan kepada sang pemuda.

“Aku sudah mengetahui perasaanmu kepadaku. Ternyata aku pun merasakannya. Sekarang silahkan engkau pilih, aku yang pergi untuk menemuimu ataukah aku berusaha mencarikan jalan agar engkau bisa menemuiku di rumahku?”, seperti itulah pesan si gadis.

Pemuda itu lalu menjawab,” Sampaikanlah kepadanya! Tidak ada satu pun yang aku pilih. Aku sangat takut dengan adzab yang pedih jika durhaka kepada Nya. Aku takut Neraka Nya yang tidak pernah berhenti kobaran apinya juga tidak akan berkurang panasnya”.

Melihat kenyataan dari jawaban sang pemuda, gadis itu lalu berujar,” Dengan besarnya rasa cinta di hati, ia masih juga takut kepada Allah??? Sungguh, hanya dia yang berhak atas diriku”.

Sejak hari itu, si gadis meninggalkan kehidupan dunia dan memilih menjalani hari-hari ibadah sampai tidak berapa lama kemudian ia meninggal sambil menyimpan cinta kepada si pemuda.

Tidak lama berselang, si pemuda itu juga meninggal dunia.

_____00000_____

Ada serangkai doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah kepada seorang pemuda (hadits Abu Umamah riwayat Imam Ahmad). Sambil mengusapkan telapak tangan di dada anak muda itu, Nabi Muhammad berucap,”

اللّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ

“Ya Allah…ampunilah dosanya.Sucikanlah hatinya dan jagalah kemaluannya”

Anak muda tersebut mula-mula datang menemui Rasulullah dengan harapan diijinkan berbuat zina. Walaupun sebagian sahabat yang hadir saat itu merasa tersinggung, namun Rasulullah menghadapinya dengan penuh kelembutan dan kesabaran.

Nabi Muhammad justru bertanya kepada anak muda tersebut, jika perbuatan zina itu menimpa ibunya? Menimpa saudari perempuan atau bibinya? Bagaimanakah sikapnya jika hal itu menimpa keluarganya? Dengan tegas anak muda itu menyatakan tidak senang.Nah,seperti itulah yang dirasakan oleh orang lain. Rasulullah berhasil menanamkan cara bersikap yang lurus kepada anak muda itu. Tak lupa Rasulullah mendoakannya.

Bukankah kita sangat membutuhkan doa semacam ini???
_____00000_____

Cinta itu memang unik. Apapun definisi tentang cinta yang diungkapkan pasti akan berujung dengan perdebatan.Wajar saja jika seorang ulama menyatakan ; cinta itu tidak mungkin bisa didefinisikan. Mendefinisikan cinta sama artinya dengan mempersempit makna cinta. Apalagi jika berurusan dengan “cinta pertama” yang seringnya lahir di saat sekolah maupun di bangku kuliah.Sebuah musibah besar yang muncul karena dosa ikhtilat.

Untuk anak muda yang saya sebutkan di awal tulisan, juga kepada anak-anak muda lainnya. Mereka yang telah diberi kesempatan oleh Allah untuk mereguk manisnya Thalabul Ilmi, menjalani hari-hari dengan mengaji Salaf. Mereka yang telah diberi hidayah untuk mencintai Al Qur’an dan As Sunnah. Barangkali saya bisa menitipkan sebuah pesan melalui tulisan ini.

“Belum tentu yang engkau anggap baik, akan benar-benar baik nantinya. Mengapa harus terbelenggu oleh kenangan-kenangan lama? Padahal Allah telah berjanji untuk memberikan pengganti yang jauh lebih baik, bagi hamba yang siap meninggalkan sesuatu karena Nya.

Hargailah Manhaj Salaf yang telah engkau pilih ini! Tidak ada yang lebih berharga di dunia ini selain Manhaj Salaf.

Peganglah erat-erat Thalabul Ilmi yang telah engkau pilih! Jangan mau engkau terhalang dari Thalabul Ilmi hanya karena terganggu oleh kenangan-kenangan lama.

Yakinlah…di sana masih banyak mutiara-mutiara terpendam yang selalu siap untuk engkau petik. Seorang wanita shalehah yang hidup dalam kesucian dan ‘iffah. Seorang wanita yang akan selalu membantu dirimu untuk sama-sama beribadah kepada Allah. Seorang wanita yang menjadi salah satu perhiasan terbaik di dunia ini. Seorang wanita yang akan menjadi istrimu untuk sama-sama berjuang di atas Manhaj Salaf.

Anggap saja kenangan-kenangan lama itu sebagai mendung yang hanya sesaat melintas. Engkau yang telah memilih Manhaj Salaf adalah langit. Mendung-mendung itu pasti akan berlalu. Sebab, langit akan tetap bening”

(_pekan terahir di bulan Syawwal 1434_untuk seorang sahabat di salah satu belahan Timur Tengah…semoga engkau sukses di dalam meniti hari-harimu,Hafidzakallahu)

Sumber :  ibnutaimiyah.org

dan langit akan tetap bening...

Hukum Menikah karena Hamil Duluan

Tanya:
Bagaimana hukum menikah setelah hamil duluan? Karena saat ini ini marak terjadi di masyarakat.

Jawab:
Akibat pergaulan bebas, tidak ada aturan. Dan yang sangat disayangkan, sebagian orang tua membiarkan hal ini, dibiarkan. Kalau ada teman laki-lakinya yang ingin bertamu ke rumah, maka alasan orang tuanya ke belakang. “Maaf, ada kebutuhan di belakang”. Dia dibiarkan berdua.
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
“Tidaklah sekali-kali seorang lelaki berkhalwat dengan seorang wanita, melainkan yang ketiganya adalah setan.” (HR. Tirmidzi, no.2165)

Setan yang bermain di situ, akhirnya terjadi perzinaan, wal’iyadzubillah. Sehingga, tidak sedikit para wanita, mereka dalam kondisi hamil sebelum menikah. Hamil diluar pernikahan, Allahul musta’an. Para wanita yang tidak memelihara kehormatannya, hidup bebas. Mendapatkan godaan dari seorang laki-laki, akhirnya tergoda. Dengan mudahnya dia dipengaruhi. Sehingga dalam keadaan belum menikah dia sudah dalam keadaan hamil.

Ini apa hukum menikah dalam keadaan seperti ini? Hukumnya tidak sah.
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (QS: Ath-Thalaaq Ayat: 4)

Adapun pada saat dia hamil, lalu kemudian dia menikah maka pernikahan itu tidak sah. Pernikahan tersebut adalah pernikahan yang tidak sah. Dan tidak diperbolehkan bagi seorang yang telah mengetahui hukum ini, lalu kemudian dia menikahi seorang wanita yang dalam keadaan hamil. Apabila dia mengetahui hukumnya, lalu dia masa bodo, dan dia tetap menikahi wanita tersebut, maka pernikahannya itu bathil. Sebab wanita itu belum hilang masa iddahnya. Dalam artian dia harus ditunggu sampai melahirkan. Setelah itu dinikahkan.

Ada sebagian mengatakan, “ya tapi malu, bagaimana? masa dia hamil dalam keadaan tidak punya suami, malu”. Sudah sejak awal, dia tidak punya rasa malu. Dari awal, dia sudah tidak punya rasa malu. Kenapa dia biarkan dirinya terjerumus ke dalam perbuatan nista seperti itu? Kalau dia punya rasa malu, hendaknya dia memelihara kehormatannya. Apakah setelah kemudian terjadi kecelakaan, lalu kemudian hendak ditutupi rasa malu ini? Lalu kemudian kita melanggar syari’at Allah subhanahu wata’ala?

Menikahkan begitu saja dalam keadaan hamil? Sekarang ini subhanallah. Akhirnya semakin maraknya hal ini, sebagian pemuda menganggap enteng permasalahan ini. Orang tua tidak setuju? Gampang. Katanya orang Makassar, silariang. Sudah bawa lari saja sekalian, bawa lari sehari, dua hari, kecelakaan, Allahul musta’an. Sudah, lalu kemudian menggampangkan permasalahan ini. Orang tuanya ngamuk-ngamuk sementara waktu. Pikirnya seperti itu. Sudah, dinikahkan saja. Menuntut tanggung jawab. Laki-laki ya mau saja dia bertanggung jawab. Tapi tidak seperti itu keadaannya. Tidak seperti itu keadaannya, tidak diperbolehkan. Kecuali apabila dia telah melahirkan.

Jika dilakukan dalam keadaan tidak tahu, bagaimana hubungan nasab anak dan ayahnya? Karena yang ana tahu, anak hasil zina dinisbatkan kepada ibunya. Sedangkan dalam kasus tersebut, status anak adalah hasil zina. Tapi yang menikahi ibunya juga ternyata ayah kandungnya?

Berbeda halnya apabila seorang tidak mengetahui hukum. Orang tuanya menyangka bahwa itu boleh-boleh saja. Boleh menikahkan anak meskipun dalam keadaan hamil. Berpegang kepada fatwa sebagian ustadz misalnya. Akhirnya terjadilah pernikahan, anaknya dalam keadaan hamil menikah. Ini apa hukumnya? Maka hukumnya sah, dibangun di atas pengetahuan dia yang jahil ketika itu. Atau ada seorang yang telah memfatwakan kepadanya dengan fatwa tersebut. Maka dibangun di atas hukum yang diyakini ketika itu.

Meskipun kita mengatakan, yang shahih dalam permasalahan ini bahwa seorang wanita menikah dalam keadaan hamil hukumnya tidak sah. Makanya kita mengatakan bagi orang yang sudah mengetahui hukum ini, lalu dia melakukannya maka pernikahannya bathil. Tapi seorang misalnya tidak mengetahui, dia menyangka bahwa itu boleh. Mungkin ada yang memfatwakan kepadanya. Maka dibangun di atas persangkaan sebelumnya bahwa yang demikian menurut mereka sebelum itu adalah diperbolehkan. Maka tidak perlu diulangi, sah.

Oleh karena itu, para sahabat yang mereka masuk ke dalam islam, nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah memerintahkan kepada mereka untuk mengulangi akad pernikahannya. Tapi dibangun di atas keyakinan mereka dahulu. Keyakinan jahiliyah. Mereka menganggap pada masa itu, pernikahan mereka di masa jahiliyah itu sah, maka itu sah. Padahal kalau kita membaca sejarah pernikahan jahiliyah, macam-macam cara mereka. Dan sekian banyak cara itu tidak sejalan dengan syari’at islam.

Akan tetapi nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mempertanyakan itu. Ketika mereka semua masuk ke dalam islam, nabi tidak pernah memerintahkan kepada mereka untuk mengulangi akadnya. Untuk mengulangi akad pernikahan. Dibangun di atas keyakinan mereka dahulu bahwa yang demikian sah. Bahkan ada seorang sahabat (Ghailan As-Tsaqafi) ketika dia masuk islam, datang kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu dia mengatakan “Ya rasulullah, saya masuk islam dan saya memiliki sembilan istri, apa yang harus saya lakukan?”

Kata nabi ‘alaihi shallatu wasallam:
“أَمْـسِكَ أَرْبَـعًا , وَفَارِقْ سَائِرَهُنَّ” 
“Pertahankanlah istrimu empat saja, dan ceraikan istri-istrimu yang lainnya”. (Riwayat Ahmad, Syafi’i, Tarmizi, Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah, Daraquthni dan Baihaqi)

Rasul tidak mengatakan, lepaskan dulu semua, nanti akad baru. Tidak demikian, maka ini menunjukkan bahwa apa yang diyakini sebelumnya, maka dibangun di atas keyakinan sebelumnya.
Adapun status anak tersebut, maka anak tersebut dinisbatkan kepada ibunya. Anak tersebut dinisbatkan kepada ibunya. Dia tidak punya ayah, meskipun laki-laki tersebut dia yang melakukannya. Tetap tidak boleh dinisbatkan kepadanya itu ayah. Dinisbatkan kepada ibunya. Karena itu bukan orang tuanya secara syar’i. Bukan orang tuanya secara syar’i. Tetapi tetap tidak diperbolehkan bagi dia untuk menikahi anak tersebut.

Kalau misalnya ada seorang laki-laki, dia berzina dengan seorang wanita. Akhirnya wanita itu melahirkan anaknya dalam keadaan laki-laki ini tidak menikah dengan wanita tersebut. Anaknya ini dewasa akhirnya menjadi remaja, bolehkah laki-laki yang pernah berzina dengan ibunya menikahi anaknya? Jawabannya tidak boleh, karena itu bagian darinya meskipun tidak berstatus sebagai ayah. Meskipun secara syar’i tidak berstatus sebagai ayah, tapi itu bagian dari dirinya dan tidak diperbolehkan.

Download Audio disini
http://www.darussalaf.or.id/fiqih/hukum-menikah-karena-hamil-duluan/
 

Jumat, 17 Mei 2013

Janganlah Mendekati Zina

بسم الله الرحمن الرحيم

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له من يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه وسلم تسليما كثيرا. وبعد

Saudara-saudaraku kaum muslimin,

Sesungguhnya sudah jelas firman Allah dalam Kitab-Nya dan sabda Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam dalam Sunnahnya serta Ijma’ para Ulama tentang haramnya zina dan bahwasannya dia termasuk kekejian dan dosa besar.

Tapi…, kita mendapati banyak kaum muslimin yang terjerumus kedalam jurang kekejian ini, mereka mengikuti hawa nafsu dan syahwat mereka, lupa kepada Allah dan laranganNya, lupa kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam dan sabdanya lupa kepada para Ulama dan nasihat-nasihatnya. Sebagian mereka berusaha untuk menghalalkan zina dengan ta’wil-ta’wil yang bathil bahwa zina adalah perkosaan, sedangkan jika berdasarkan suka sama suka maka tidak mengapa… Sebagian mereka bahkan berusaha untuk menipu Allah – dan sesungguhnya mereka tidak menipu kecuali diri mereka sendiri – dengan berpura-pura menikah dan berperan seakan-akan suami istri, padahal si wanita sudah punya suami di negrinya atau ditempat lain, dan yang pria hanya berniat memuaskan nafsunya untuk sementara waktu – naudzu billah -. Atau…., mereka berdalil dengan ucapan orang-orang Syiah yang bathil tentang kawin mut’ah yang mana tidak lain adalah penghalalan zina dengan berkedok agama!!!.

Sungguh benar ucapan Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam :

 ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف

( صحيح الجامع  5466 )

Pasti akan ada dari ummatku suatu kaum yang (berusaha) menghalalkan zina, sutra, khomer (minuman keras), dan alat-alat musik!.” (H.R. Bukhari : 5590)

Saudara-saudaraku kaum muslilmin,

Tidakkah anda ingat ucapan Allah Ta’ala dalam kitabNya yang mulya :

وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا

  ( الإسراء: 32 )

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang jelek” (Q.S. Al-Isra : 32)

Dalam tafsir Kalamul Mannan, Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa’di berkata : “Larangan Allah untuk mendekati zina itu lebih tegas dari pada sekedar melarang perbuatannya, karena berarti Allah melarang semua yang menjurus kepada zina dan mengharamkan seluruh faktor-faktor  yang mendorong kepadanya”.

Maka bisa saya katakan, kalau jalan-jalan dan faktor-faktor yang menuju kepadanya saja dilarang apalagi perbuatannya!.

Sungguh amat keji perbuatan itu dan sungguh amat benar ucapan Allah bahwa zina adalah fahisyah yang dikatakan oleh Syaikh Abdurrahman pula dalam tafsirnya : “Al-Fahisyah adalah sesuatu yang dianggap sangat jelek dan keji oleh Syari’at, oleh akal sehat dan fitrah manusia, karena mengandung pelanggaran terhadap hak Allah, hak wanita, hak keluarganya atau suaminya, dan merusak kehidupan rumah tangga serta tercampurnya (kacaunya) nasab keturunan”.
Dan sering kali fahisyah didalam Qur’an ataupun Hadits dimaksudkan dengan zina.
Demi Allah sesungguhnya zina adalah dosa besar… dan bukan masalah kecil. Ibnu Mas’ud pernah bertanya tentang dosa-dosa besar kepada Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam.
Aku berkata : “Wahai Rasulullah.., dosa apakah yang paling besar disisi Allah?
Beliau bersabda : “Engkau menjadikan bersama Allah sekutu yang lain, padahal Dia menciptakan kamu”.
Dia (Ibnu Mas’ud) berkata : “Kemudian apa?”
Beliau bersabda : “Engkau membunuh anak kamu karena khawatir dia makan bersama kamu”.
Dia berkata : “Kemudian apa?”
Beliau bersabda : “engkau berzina dengan istri tetanggamu”.

Kemudian Rasullah shallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat (tentang shifat-shifat hamba-hamba Allah Ar-Rahman) diantaranya Allah mengatakan :

وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69)

 [الفرقان: 68، 69]

Artinya : “Yaitu orang-orang yang tidak menyeru bersama Allah sesembahan yang lain dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak dan tidak berzina. Dan barang siapa melakukan yang demikian akan mendapatkan dosa, akan dilipatkan adzabnya pada hari kiamat dan kekal didalamnya dengan terhina.” ( Q.S Al-Furqan 68 – 69 ).

Demikianlah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Bahkan Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa yang paling banyak menjerumuskan manusia kedalam neraka adalah mulut dan farji (kemaluan). Beliau bersabda :

 سئل عن أكثر ما يدخل الناس النار, فقال :  الفم والفرج

( رواه  الترمذي وقال هذا حديث صحيح غريب )

“Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang hal yang paling banyak menjerumuskan manusia kedalam neraka, beliau bersabda : “mulut dan kemaluan.” (H. R. Turmudzi, ia berkata : “hadits ini shahih gharib”)

Maka pantaslah kalau tentang hal ini Imam Ahmad mengatakan : “Aku tidak tahu ada dosa yang lebih besar setelah membunuh jiwa dari pada zina”.
Dan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata : “Tidaklah muncul riba dan zina pada suatu desa kecuali Allah akan mengizinkan kehancurannya.”
Maka jelaslah masalah buruknya zina, Allah mengatakan bahwa zina adalah perbuatan keji dan jalan yang sangat buruk, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa zina adalah dosa besar yang banyak menjerumuskan manusia ke dalam neraka, demikian para Ulama. Sedangkan akal sehat dan fitroh bisa kita tanyakan pada diri kita sendiri…….
Bagaimana jika istri kita sendiri yang dizinai…?
Atau ibu kita? Atau anak perempuan kita? Atau kakak dan adik perempuan kita?
Demikianlah cara berfikir yang diajarkan oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam ketika datang kepadanya seorang pemuda dan berkata :
“Wahai Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam izinkanlah aku untuk berzina!” Maka para sahabat segera melarangnya dengan marah. Kemudian Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Mendekatlah!”
Maka dia mendekat kepadanya. Kemudian bersabda : “Duduklah!” Maka dia duduk. Kemudian Beliau bersabda : “Sukakah kalau itu terjadi pada ibumu?”
Dia menjawab : “Tidak. Demi Allah, aku sebagai jaminan untukmu.”
Beliau bersabda : “Demikian pula manusia seluruhnya tidak suka zina itu terjadi pada ibu-ibu mereka.”
Kemudian Beliau bertanya lagi : “Sukakah kalau itu terjadi pada anak perempuanmu?”
Dan pemuda itu menjawab seperti tadi.
Demikianlah selanjutnya Beliau bertanya jika itu terjadi pada saudara perempuannya, bibinya dan seterusnya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya.
Dan cukup untuk mencontohkan marahnya seseorang karena cemburu, apa yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berkata :
“Kalau aku melihat seorang laki-laki bersama istriku akan aku pukul dengan pedangku tanpa aku ma’afkan.”

Bagaimana pendapat anda dengan kecemburuan Sa’ad bin Ubadah? Jangan kalian anggap ini berlebihan! Ketahuilah bahwa inilah yang hak, bahkan kalau ada seorang yang tidak marah ketika melihat istrinya bersama laki-laki lain maka inilah yang disebut oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam dengan “Dayyuts” yang tidak akan masuk surga. Dengarlah apa kata Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam ketika mendengar ucapan Sa’ad radhiyallahu ‘anhu :

أَتَعْجَبُونَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ؟ فَوَاللَّهِ لأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللَّهُ أَغْيَرُ مِنِّى مِنْ أَجْلِ غَيْرَةِ اللَّهِ حَرَّمَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ

“Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’ad? Demi Allah aku lebih cemburu dari padanya, dan Allah lebih cemburu dari padaku. Dan karena kecemburuan itulah Allah mengharamkan seluruh fahisyah yang lahir ataupun yang bathin.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

——– dinukil dan diketik ulang dari sebuah kitab kecil yang berjudul “Janganlah Mendekati Zina” karya Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed hafidhohullah ———-

sumber : http://durusyaman.wordpress.com/2012/11/21/janganlah-mendekati-zina-bag-1/


Saudara-saudaraku kaum muslimin,

Hati-hatilah terhadap perbuatan zina! Dan janganlah masuk kedalam jalan-jalan yang mendekati zina. Sesungguhnya sabar untuk tidak masuk kejalan-jalan tersebut lebih mudah dari pada sabar untuk tidak berzina ketika sudah ada didalam jalannya.
Maka janganlah mendekati zina dan janganlah masuk kedalam jalan-jalan yang mendekatinya.
Dan diantara jalan-jalan tersebut adalah :

Pertama : Memandang wanita dan auratnya termasuk wajahnya.
Ini sangat erat sekali hubungannya dengan zina, hingga Allah berfirman :

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Artinya : “Katakanlah kepada orang-orang beriman laki-laki hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat“. (An-Nur : 30)
Demikian pula Allah memerintahkan kepada wanita agar menahan pandangannya terhadap laki-laki dan menjaga kemaluannya. Allah berfirman :

 وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ

Artinya : “Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya”. (An-Nur : 31)
Dan karena menutup jalan menuju zina pula Allah memerintahkan para wanita mu’minah agar menutup auratnya. Allah berfirman selanjutnya :
 وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنّ
Artinya : “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) Nampak dari padanya dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudungnya kedadanya”. (An-Nur : 31)
Jadi jelas menyaksikan TV atau Video, dimana tampil wanita-wanita dengan membuka aurat dan berhias (Tabarruj) termasuk jalan kepada zina yang diharamkan oleh Allah. Demikian pula majalah-majalah, atau gambar-gambar.

Kedua : Pendengaran.
Pendengaranpun bisa menjadi jalan mendekati zina, bila mendengarkan nyanyian-nyanyian wanita yang bukan muhrimnya, apalagi dengan diiringi musik, dan isinya tentang cumbu dan rayu atau cinta dan kasih dll.
Oleh karena itu Allah berfirman kepada para istri-istri Nabi shallahu ‘alaihi wasallam yang merka itu adalah telada bagi seluruh kaum wanita muslimah :
فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ 
Artinya : “Maka janganlah kalian tunduk (lemah) dalam pembicaraan sehingga menimbulkan keinginan pada orang-orang yang dihatinya ada penyakit…)” (Q.S Al-Ahzab : 32)

Ketiga : Ikhtilath (perbauran atau pergaulan bebas laki-laki dan wanita)
Ini adalah jalan yang paling banyak menjerumuskan manusia kepada zina. Betapa banyak perzinahan terjadi yang penyebabnya adalah perkenlan mereka dikantor, atau keakraban mereka disekolah, atau perjumpaan mereka dikendaraan umum, dll.
Allah Ta’ala berfirman :

   وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ

Artinya : “Kalau kamu meminta kepada mereka sesuatu kebutuhan, mintalah dari balik hijab (tabir), yang demikian lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”. (Q.S. Al-Ahzab : 53)

Keempat : Kholwat (berduaan) dengan seorang wanita yang bukan muhrimnya. Ii lebihn bahaya dari yang ketiga.
Tidaklah seorang laki-laki berduaan denga seorang wanita yang bukan muhrimnya kecuali yang ketiganya adalah syaithon. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ
Artinya : “Janganlah sekali-kalli seorang (diantara kalian) berduaan dengan wanita, kecuali dengan mahramnya” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Dan Beliau shallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ
Artinya : “Janganlah sekali-kali kalian masuk ke (tempat) wanita”. Maka berkatalah seorang dari kalangan Anshor : bagaimana pendapatmu kalau wanita tersebut adalah ipar (saudara istri)? Maka Beliau shallahu ‘alaihi wasallam :

 الْحَمْوُ الْمَوْت

Aritnya : “Ipar adalah maut”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Maka termasuk jalan mendekati zina, perginya seorang perempuan dengan sopirnya, tinggalnya seorang laki-laki dirumah bersama pembantu perempuannya atau lainnya dari bentuk-bentuk kholwat walaupun asalnya berniat baik, seperti mengantarkan seorang wanita ketempat tertentu. Demikianlah wahai kaum muslimin, seluruh jalan-jalan kepada zina sudah Allah tutup. Dan semua itu sudah Allah haramkan dalam satu ayat :

وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا

Dan Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam telah mengatakan dalam satu haditsnya :

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِي -صلى الله عليه وسلم- قَالَ : كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ :  الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَى وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أوَ يُكَذِّبُه

رواه البخاري ومسلم وأبو داود والنسائي

Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallahu ‘alaihi wasallam bahwa Beliau bersabda : “Telah ditulis atas anak adam nashibnya (bagiannya) dari zina, maka dia pasti menemuinya, zina kedua matanya adalah memandang, zina kakinya adalah melangkah, zina hatinya adalah berharap dan berangan-angan, dan dibenarkan yang demikian oleh farjinya atau didustakan”, (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Nasa’i)

Dan dalam riwayat lain Beliau bersabda :

واليدان تزنيان فزناهما البطش, والرجلان تزنيان فزناهما المشي والفم يزني فزناه القبل 

رواه ومسلم وأبو داود
“Kedua tangan berzina dan zinanya adalah meraba, kedua kaki berzina dan zinanya adalah melangkah, dan mulut berzina dan zinanya adalah mencium” (H.R. Muslim dan Abu Daud)
Wahai kaum muslimin kembalilah kepada Allah, sesungguhnya Allah telah memerintahkan dengan wasiat – sedangkan wasiat lebih dari sekedar perintah – agar menjauhi seluruh fahisyah (perbuatan keji) :

 وَلا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Artinya : “…. Dan jangalah kamu mendekati fahisyah yang tampak atau yang tersembunyi, dan janganlah membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak. Demikian itu yang diwasiatkan oleh tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami”. (Q.S. An-An’am : 151)

Dan juga Allah mengatakan bahwa diantara sifat-sifat orang mu’min yang akan beruntung adalah seorang yang menjaga kemaluannya dari zina :

 وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ 

Artinya : “…. Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka sendiri kecuali kepada istri-istri mereka atau perempuan-perempuan yang mereka miliki maka mereka tidak tercela. Barang siapa mencari selain itu maka merekalah orang-orang yang melampaui batas…” (Q.S. Al-Mu’minun : 5 – 7)
Maka kembalilah kepada Allah…, sesungguhnya Allah akan membalas mereka yang berbuat ihsan dengan ihsan, yaitu orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan fahisyah.

Firman Allah :

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ لِيَجْزِيَ الَّذِينَ أَسَاءُوا بِمَا عَمِلُوا وَيَجْزِيَ الَّذِينَ أَحْسَنُوا بِالْحُسْنَى (31) الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلا اللَّمَمَ إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ

Artinya : “Dan hanya kepunyaan Allahlah apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi untuk balas orang-orang yang berbuat kejelekan atas apa-apa yang mereka kerjakan, dan Allah balas orang-orang yang berbuat ihsan (kebaikan) dengan ihsan, yaitu orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan fahisyah kecuali dosa-dosa kecil, sesungguhnya Allah Maha luas ampunan-Nya”. (Q.S. An-Najm : 31 – 32)

Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah mempersiapkan kenikmatan-kenikmatn dan kelezatan-kelezatan disisiNya yang jauh lebih baik dan lebih kekal untuk orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Allah serta menjauhi dosa-dosa besar dan fahisyah.

Firman Allah Ta’ala :

 فَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَى لِلَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (36) وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُونَ

Artinya : “Dan suatu apapun yang diberikan kepada kamis itu hanyalah kenikmatan hidup didunia, dan apa yang ada disisi Allah lebih baik dan lebih kekal, untuk orang-orang yang beriman dan hanya kepada Rabb mereka, mereka bertawakkal, dan (bagi) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji (fahisyah) dan apabila mereka marah mereka memaafkan”  (Q.S. Asy-Syura : 36 – 37).

Wahai kaum muslimin kembalilah kepada Allah…. Dan bertaubatlah kepada-Nya… sesungguhnya Dia Maha Pengampun dan maha Penyanyang.

وصلى الله على محمد وعلى آله وأصحابه وسلم

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك


——– dinukil dan diketik ulang dari sebuah kitab kecil yang berjudul “Janganlah Mendekati Zina” karya Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed hafidhohullah ———-

sumber : http://durusyaman.wordpress.com/2012/11/28/janganlah-mendekati-zina-bag-2/

 

Jangan Dekati Zina


Kisah Cinta Membawa Akhir Hidup Yang Jelek

بسم الله الرحمن الرحيم

Dalam kitab Ad-Daa’ Wad Dawaa’, Ibnu Qoyyim rahimahullah menukilkan perkataan Al-Hafidz Abu Muhammad Abdul Haq bin Abdurrahman Al-Isybiliy rahimahullah.

Beliau berkata, “Ketahuilah! Su’ul khotimah (akhir kehidupan yang jelek) – semoga Allah melindungi kita darinya – mempunyai beberapa sebab, jalan dan pintu (yang dapat mengantarkan kita kepadanya). Diantaranya adalah tenggelam dalam kenikmatan dunia, berpaling dari akhirat dan berani untuk berbuat maksiat kepada Allah. Satu macam dari bentuk kesalahan, kemaksiatan, berpaling dari akhirat dan kelancangan untuk berbuat maksiat kerapkali mengalahkan seseorang, yang dengannya hati menjadi terkekang, akal tertawan, cahaya hati menjadi padam hingga muncul tabir yang menghalangi (dari kebaikan). Tak akan bermanfaat baginya peringatan dan nasehat. Bisa saja kematian menjemput seseorang dalam keadaan seperti itu. Dia tidak dapat mendengarkan panggilan dari tempat yang jauh, tidak memahami apa yang dimaksud dan tidak mengetahui apa yang dia inginkan walaupun yang memanggil mengulangi panggilannya berulang kali”.

Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy, “Ada seorang anak buah kholifah Nashir sedang dalam keadaan sakaratul maut (sekarat), maka anaknya berkata kepadanya, “Ucapkanlah laa ilaaha illallaahu” sang ayah menjawab, “Nashir adalah tuanku”. Sang anak mengulangi ucapannya dan sang ayahpun mengulangi jawabannya. Tiba-tiba sang ayah pingsan. Ketika siuman, sang ayah mengucapkan, “Nashir adalah tuanku”. Inilah kebiasaan dia, ketika diperintahkan untuk mengucapkan laa ilaaha illallaahu, dia malah berkata, “Nashir adalah tuanku”. Kemudian dia berkata pada anaknya, “Ya fulan! Nashir hanya mengenalimu dengan pedangmu saja dalam peperangan! Kemudian sang ayah meninggal”.

Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy, “Dikatakan juga pada orang yang aku kenal, “Ucapkanlah laa ilaaha illallaahu“, dia malah mengucapkan, “Perbaikilah ini dan itu yang ada dirumah fulan, kerjakanlah dikebun milik fulan demikian dan demikian”.

Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy, “Abu Thohir As-Silafy mengizinkan aku untuk menceritakan, ada seorang sedang dalam keadaan sekarat, kemudian dikatakan kepadanya, “Ucapkanlah laa ilaaha illallaahu“, dia malah mengucapkan dengan bahasa Paris, “dah yazadah” yang artinya sepuluh dengan sebelas”.

Dikatakan juga pada orang lain, “Ucapkanlah laa ilaaha illallaahu“, dia malah menjawab, “Dimana jalan menuju pemandian Minjab (nama pemandian)?”.

Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy, “Jawaban ini memiliki sebuah cerita. Ketika itu ada orang berdiri didepan rumahnya, pintunya mirip pintu pemandian Minjab. Tiba-tiba wanita cantik lewat dihadapannya, seraya bertanya kepadanya, “Dimana jalan menuju pemandian Minjab?”, maka dia menjawab (sambil menunjuk rumahnya), “Ini pemandian Minjab”. Sang wanita masuk rumah tersebut dan sang laki-laki mengikuti dari belakangnya. Ketika sang wanita melihat dirinya berada dalam rumah dan mengetahui kalau dia telah ditipu, sang wanita pura-pura menampakkan wajah gembira dan senang dengan pertemuan bersama laki-laki tersebut. Sang wanita berkata kepadanya, “Alangkah bagusnya jika ada yang bisa membuat hidup kita indah sekaligus membuat hati kita senang”. Laki-laki tersebut berkata kepadanya, “Saat ini juga aku akan mendatangkan apa yang kamu inginkan dan kamu sukai”. Kemudian dia keluar dan meninggalkan wanita dalam rumah tanpa mengunci pintunya. Ketika dia kembali dengan membawa apa yang bisa dibawa, tiba-tiba wanita tersebut telah keluar dan pergi tanpa mengambil sesuatupun dari rumahnya. Sang laki-laki semakin tergila-gila dengan perempuan itu dan selalu mengingatnya. Dia berjalan digang-gang dan lorong-lorong seraya berkata, “Duhai wanita yang berkata disuatu hari dalam keadaan capek, “Kemana jalan menuju pemandian minjab?”.

Pada suatu hari, disaat dia mengalunkan puisi tersebut,  tiba-tiba seorang perempuan dari sebuah jendela menjawab puisi laki-laki tersebut seraya berkata, “Hai laki-laki yang tidak punya rasa cemburu!
Mengapa kamu tidak langsung menjaga rumahmu atau mengunci rumahmu, ketika kamu mendapatkannya?”

Bertambahlah luapan cinta dan seleranya terhadap perempuan tadi. Dia terus dalam keadaan seperti ini sampai kata terakhir yang dia ucapkan didunia adalah puisi tadi!.

Pada suatu malam, Sufyan Ats-Tsauriy menangis hingga pagi, dipagi harinya ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah tangisanmu ini menunjukkan takutnya kamu terhadap dosa-dosa?”. Beliau kemudian mengambil jerami dan berkata, “Dosa-dosa itu lebih ringan dari pada ini. Tadi malam aku menangis dikarenakan takut mendapatkan su’ul khotimah“.

Ini termasuk pemahaman yang agung, yaitu seseorang takut tehadap dosa yang akan mengalahkannya ketika ajal datang menjemputnya, hingga akhirnya menjadi penghalang dari husnul khotimah/akhir yang baik.

Imam Ahmad menyebutkan kisah sahabat Abu Darda’ disaat menjelang wafatnya, beliau tak sadarkan diri. Dan ketika sadar, beliau membaca firman Allah ta'ala :
 “Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (al-qur’an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat” (QS. Al-An’am : 110).

Lantaran itulah, para ulama salaf takut jika dosa-dosanya menjadi penghalang dari husnul khotimah.
Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy, “Ketahuilah! Su’ul khotimah, – semoga Allah melindungi kita darinya – Alhamdulillah belum pernah didengar dan diketahui terjadi pada orang-orang yang istiqomah dan sholeh. Su’ul khotimah hanya terjadi pada orang-orang yang memiliki kerusakan aqidah, berani dan terus-menerus melakukan dosa-dosa besar. Kerap kali dosa-dosa ini mengalahkan seseorang hingga kematian menjemputnya sebelum dia bertaubat dan memperbaiki niatnya. Disaat itu setan merasa menang dan berhasil merenggutnya. Kita berlindung kepada Allah dari hal yang demikian”.

Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy, “Dulu, di Mesir ada seorang yang tinggal dimasjid untuk mengumandangkan adzan, qomat dan menunaikan sholat. Hingga terlihat darinya cahaya keta’atan dan ibadah. Suatu hari – seperti biasanya – dia naik menara untuk mengumandangkan adzan. Dibawah menara terdapat rumah orang kristen. Ketika naik menara, dia melihat wanita pemilik rumah tersebut, akhirnya dia tergila-gila dengannya. Seketika itu juga dia meninggalkan adzan, turun dan masuk kerumah si wanita itu. Si wanita bertanya kepadanya, “Ada keperluan apa? dan apa yang kamu mau?” dia menjawab, “Aku menginginkanmu”. Si wanita bertanya kembali, “Kenapa?”. Dia menjawab, “Karena engkau telah menawan hatiku dan mengambil semua isi hatiku”. Si perempuan berkata, “Aku tidak akan terima keinginanmu selama-lamanya”. Dia berkata, “Aku akan menikahimu”. Si perempuan menjawab, “Kamu muslim sedangkan aku Kristen dan ayahku tidak akan menikahkan aku denganmu”. Dia berkata, “Kalau begitu, aku akan masuk Kristen”. Si perempuan berkata, “Kalau kamu lakukan, aku akan nikah denganmu”. Akhirnya, si laki-laki itu masuk Kristen untuk menikahinya. Dia tinggal bersama dengan keluarga si perempuan. Di hari itu, dia naik atap rumah dan terjatuh darinya, akhirnya mati seketika itu juga. Malang nasibnya, dia tidak mendapatkan perempuan sekaligus kehilangan agamanya”.

Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy, “Ada orang yang sangat suka dengan temannya, sampai-sampai kesukaannya merasuk dihatinya. Hingga gara-gara itu dia sakit dan harus berbaring diatas tempat tidur. Dan temannya selalu menghindar darinya. Orang perantara senantiasa berusaha untuk membuat janji agar temannya mau menjenguknya. Dia sangat gembira dan senang saat dikabari temannya akan menjenguknya. Disaat menunggu kedatangan temannya, tiba-tiba perantara itu datang dan berkata, “Tadi dia berangkat bersamaku, tapi ketika ditengah perjalanan dia kembali lagi. Aku berusaha membujuk dan merayunya, tapi dia malah berkata, “Dia mengingatku dan senang dengan kedatangannku, tapi aku tak akan masuk ke pintu-pintu kecurigaan dan aku tak akan masukkan diriku pada tempat-tempat yang penuh dengan kecurigaan”. Akupun kembali berusaha untuk membujuknya, namun dia enggan dan pergi begitu saja. Ketika dia mendengar kabar ini, dia menyesal dan tambah parah sakit yang dia derita. Ketika terlihat tanda-tanda kematian, dia malah melantunkan sebuah puisi,
“Wahai Salmu, wahai penyenang orang yang sakit, wahai penyembuh orang yang sakit keras nan kurus, keridhaanmu lebih aku sukai dalam hatiku dari pada kasih sayang Sang Pencipta lagi Mulia”.
Aku berkata kepadanya, “Wahai fulan! Takutlah kepada Allah!”. Dia berkata, “Itu sudah terjadi”. Akupun berdiri meninggalkannya. Sebelum melewati pintu rumahnya, aku mendengar pekik kematian.

Kita berlindung kepada Allah dari su’ul khotimah.

( diterjemahkan dari kitab Ad-Daa’ Wad Dawaa’ hal. 237 – 241 cet. Dar Ibnul Jauzi )

sumber : http://durusyaman.wordpress.com/2013/01/15/kisah-cinta-membawa-akhir-hidup-yang-jelek/


Rabu, 15 Mei 2013

HUKUM “PACARAN SEBELUM NIKAH” DAN HUKUM “MENOLAK KHITBAH/PINANGAN” TANPA ALASAN

Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Soal:
Bagaimana pendapat agama dalam masalah pacaran ini?

Jawaban:
Perkataan penanya “Sebelum Pernikahan”, apabila yang dimaksud sebelum masuk dan setelah akad nikah, maka tidak mengapa. Sebab dengan akad, wanita tersebut telah menjadi istrinya, meskipun belum mendapatkan surat resmi untuk masuk (membina rumah tangga) bersamanya.

Adapun apabila hubungan tersebut dilakukan sebelum nikah, pada saat mengkhitbah atau sebelumnya, maka hal itu haram dan tidak boleh dilakukan.Tidak boleh bagi seseorang untuk bersenang-senang dengan wanita asing yang bukan mahramnya, tidak dengan ucapan, tidak dengan memandang dan tidak dengan berdua-duaan. Telah tsabit dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ. وَلاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ
“Janganlah seseorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali wanita tersebut disertai mahramnya, dan janganlah wanita melakukan safar kecuali disertai mahramnya” (Muttafaqun ‘alaihi – red)

Walhasil, apabila hubungan tersebut setelah akad, maka tidaklah mengapa. Namun apabila sebelum akad nikah, meskipun setelah khitbah dan diterima, maka sesungguhnya tidak boleh, itu adalah perbuatan haram baginya, sebab wanita tersebut masih asing dan belum menjadi mahramnya hingga dia mengadakan akad dengannya.

(Dinukil untuk http://ulamasunnah.wordpress.com dari buku “Bingkisan ‘tuk Kedua Mempelai” hal 475, Abu Abdirrahman Sayyid bin Abdirrahman As Shubaihi, taqdim dan Murajaah oleh Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, penerjemah Abu Huzaifah, penerbit Maktabah Al Ghuroba, Solo)
 ****


Oleh: Asy Syaikh Shalih Bin Fauzan Al Fauzan

Pertanyaan:
Bagaimana hukum seorang wanita menolak pinangan (khithbah) dari seorang laki-laki tanpa alasan?
628152404xxxx@satelindogsm.com


Jawab:
Asy Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan hafidzahullah ditanya oleh seorang pemudi dengan pertanyaan yang senada dengan pertanyaan di atas, beliau hafidzahullah menjawab:
“Apabila engkau tidak berhasrat untuk menikah dengan seseorang maka engkau tidaklah berdosa untuk menolak pinangannya, walaupun ia seorang laki-laki yang shalih. Karena pernikahan dibangun di atas pilihan untuk mencari pendamping hidup yang shalih disertai dengan kecenderungan hati terhadapnya.

Namun bila engkau menolak dia dan tidak suka padanya karena perkara agamanya, sementara dia adalah seorang yang shalih dan berpegang teguh pada agama maka engkau berdosa dalam hal ini karena membenci seorang mukmin, padahal seorang mukmin harus dicintai karena Allah, dan engkau berdosa karena membenci keteguhannya dalam memegang agama ini. Akan tetapi baiknya agama laki-laki tersebut dan keridhaanmu akan keshalihannya tidaklah mengharuskanmu untuk menikah dengannya, selama tidak ada di hatimu kecenderungan terhadapnya. Wallahu a’lam” (Al Muntaqa min Fatawa Fadilatusy Syaikh Shalih Al Fauzan, 3/226-227, sebagaimana dinukil dalam Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah, 2/706-707)

Sumber: Majalah Asy Syariah halaman 75
Vol II/No.04/Desember 2003/Syawwal 1424
Sumber: http://www.ghuroba.blogsome.com

Senin, 25 Maret 2013

Cara Menasihati Adik Perempuan ABG yang Pacaran

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Pertanyaan: 
Tentang bagaimana cara menyikapi anak yang membangkang. Ada seorang teman saya, dia laki-laki dan mempunyai adik perempuan, adik perempuannya ini sangatlah susah diberi peringatan, singkat cerita dia punya seorang pacar, gaya pacaran si anak perempuan ini dinilai terlalu berlebihan oleh keluarganya, karena sering berduaan sampai tengah malam, sang kakak laki-laki selalu menasihatinya tapi tak pernah di anggap oleh adiknya itu, yang lebih parah orangtua mereka sedang sakit-sakitan dan sang ibu hanya bisa menangis melihat tingkah anak perempuannya ini, sang kakak sudah lelah harus berbuat apa.

Karena di sisi lain sebagai kakak laki-laki dia merasa bertanggung jawab atas adik perempuannya ini, dia kasihan dengan adiknya, menyesalkan perbuatan adiknya kenapa harus seperti itu, tapi di sisi lain dia sudah kehabisan cara untuk memperingati adiknya, bahayanya berbuat seperti itu dan dampak yang dia perbuat.

Bagaimana menyikapi anak yang seperti ini? Saya pun sebagai teman selalu membantu memberi nasihat tapi tidak ada hasil.

Jawaban: 

Pertama: Hendaklah menasihatinya dengan menyampaikan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah dan nasihat para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena itulah sebaik-baiknya nasihat. Adapun nasihat yang perlu disampaikan adalah:

1) Tentang keagungan dan kebesaran Allah ta’ala dan kewajiban mentauhidkan-Nya serta menjauhi perbuatan menyekutukan-Nya

2) Tentang hakikat kehidupan yaitu beribadah kepada Allah ta’ala, dan akibat yang baik bagi siapa yang mengamalkannya di dunia dan akhirat, serta ancaman azab yang sangat pedih bagi siapa yang berpaling darinya

3) Adab-adab seorang wanita muslimah, keberkahan hidup serta kenikmatan di akhirat bagi siapa yang mengamalkannya, dan kesengsaraan hidup serta azab di akhirat bagi siapa yang tidak mengamalkannya.

4) Ingatkan juga kewajiban untuk taat kepada orang tua, dan agungnya hak orang tua atas anak-anaknya.

5) Haramnya perzinahan, dan haramnya semua perbuatan yang mengantarkan kepada zina, tidak lain itulah yang dilakukan orang pacaran.

Maka hendaklah orang yang menasihati terlebih dahulu membekali dirinya dengan ILMU SYAR’I, semakin baik bekalnya maka insya Allah ta’ala nasihat yang akan ia sampaikan pun semakin tepat.

Kedua: Hendaklah memperhatikan metode yang baik dalam menasihati, dengan lemah lembut, disampaikan pada keadaan yang tepat dan ikatlah hatinya dengan hadiah, akhlak mulia dan kebaikan-kebaikan lain.

Ketiga: Hendaklah diajak ke majeis-majelis ilmu, sehingga ia dapat menuntut ilmu dan bergaul dengan Akhawaat Thaalibaatul ‘ilmi.

Keempat: Dilarang dan diusahakan agar ia tidak berteman dengan teman-teman yang buruk.

Kelima: Hendaklah senantiasa mendoakannya, sebab hidayah milik Allah ta’ala, tugas kita hanyalah menyampaikan.

Keenam: Hendaklah menguatkan kesabaran dalam menasihati dan menghadapi kenakalannya, serta tidak boleh putus asa dalam menasihati dan dalam berlaku lembut kepadanya.

Ketujuh: Hendaklah SEGERA dinikahkan.

Kedelapan: Hendaklah diputuskan semua kontak hubungannya dengan laki-laki non mahram, apakah dengan hijrah atau cara lain.


وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

sumber : http://nasihatonline.wordpress.com/2013/03/16/cara-menasihati-adik-perempuan-abg-yang-pacaran/

Senin, 11 Februari 2013

Hukum Komunikasi Antar Lawan Jenis Melalui Telepon/Internet

Pertanyaan:
 
Seseorang yang berhubungan (berkomunikasi) melalui media elektronik (telepon, e-mail atau internet) dengan lawan jenis apakah itu tidak tergolong ikhtilath?


Dijawab oleh Al Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi:

Kalau bukan karena hal yang mendesak atau karena suatu keperluan yang syar’i serta aman dari fitnah, maka hal itu masuk ke dalam sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah riwayat Bukhari-Muslim:
إِنَّ اللهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيْبَهُ مِنَ الزَّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زَنَاهُمَا النَّظَرُ وَالْأُذَنَانِ زِنَاهُمَا الْإِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

“Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi setiap anak Adam bagiannya dari zina, ia mengalami hal tersebut secara pasti. Kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, dan kaki zinanya adalah berjalan, dan hati berhasrat dan berangan-angan, dan hal tersebut dibenarkan oleh kemaluan atau didustakannya.”

(Sumber: Majalah An-Nashihah volume 04 Th. 1/1423 H/2002 M hlm. 11-12)

Mengangkat Anak dari Perbuatan Zina

Pertanyaan:
Assalamu’ alaikum.
Ustadz Dzulqarnain yang semoga dimuliakan oleh Allah Ta’ala, ana mau bertanya mengenai mengangkat anak yang di kemudian hari (setelah beberapa bulan) ternyata diketahui bayi tersebut dari perbuatan zina (dalam hal ini kekuranghati- hatian si ibu angkat). Apakah harus mengembalikan bayi tersebut ke ibunya? (karena saat ini si ibu tinggalnya tidak begitu jauh) Atau tetap terus memeliharanya?

Note: Sebenarnya mau ditanyakan waktu Daurah Tabligh Akbar di Batam, karena tidak ada forum tanya jawab sehingga tidak sempat ditanyakan.
Jazakallahu khairan.
Abu Zikra

Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.
Pertama, Siapa yang mengambil anak angkat untuk dia pelihara dan dia didik adalah tergolong perbuatan yang terpuji. Semoga Allah memberi pahala kepada siapa yang melakukannya.

Kedua, Anak yang lahir dari zina, dosa bukanlah menjadi tanggungannya, melainkan tanggungan Ibunya yang berzina bersama orang yang menzinahinya. Karena Allah Ta’ala berfirman,
أَلاَّ تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“Tidaklah seseorang itu menanggung dosa orang lain.” (QS An Najm: 38)

Ketiga, Adapun hadits yang berbunyi,
الثلاثة شر الزنا ولد
“Anak zina adalah yang paling jelek dari tiga orang.” (Dikeluarkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan selainnya. Dihasankan oleh Imam Al Albani dalam Ash Shahihah no. 672)

Makna dari hadits,
1. Dia yang paling jelek apabila dia mengikuti perbuatan kedua orang tuanya.
2. Anak zina karena terlahir dari air yang jelek maka ada kemungkinan dia tumbuh dengan berjiwa jelek pula. Walaupun kita semua tahu bahwa hidayah itu di tangan Allah.

Keempat, Juga saya ingatkan bahwa anak angkat bukanlah mahrom bagi orang tua angkatnya.
Wallahu a’lam

Sumber: Milis An-Nashihah dari jawaban Al Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi tertanggal 26 Juni 2009, dengan perbaikan EYD seperlunya.