Kamis, 29 Desember 2011

Jawaban Teruntuk Yang Bertanya Tentang Khulu’

Setiap orang menginginkan kebahagian, keharmonisan dan kelanggengan didalam pernikahannya, karena itulah tujuan disyariatkannya menikah untuk mencapai kebahagian dan keharmonisan diantara suami dan isteri, saling mencintai saling menyayangi saling menghargai dan saling membantu untuk mencapai kebahagian didalam kehidupan rumah tangganya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً

” Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri – isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikannya diantaramu rasa kasih sayang “ ( Qs. Ar Ruum : 21 )

Apabila diantara sepasang suami istri tidak mendapatkan hal yang demikian, tidak mendapatkan kasih sayang, ketentraman, kebahagian didalam pernikahan maka tidak terpenuhinya tujuan dari menikah, dalam hal ini syariat islam memberikan jalan keluar sebagaimana Allah Ta’ala berfirman

فَإمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

“ Setelah itu boleh ruju’ lagi dengan cara yang ma’ruf (baik) atau menceraikan dengan cara yang baik ” ( Qs. Al Baqarah : 229 )

Begitu juga Allah Ta’ala berfirman didalam ayat lain

وَإِنْ يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللهُ كُلًّا مِنْ سَعَتِهِ وَكَانَ اللهُ وَاسِعًا حَكِيمًا

” Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberikan kecukupan kepada masing- masing dari limpahan karunia Nya, Dan Allah adalah Maha Luas ( karunia – Nya ) lagi Maha Bijaksana “ ( Qs. An Nisaa’ : 130 )

Maka jika seorang suami atau istri tidak mendapatkan tujuan disyariatkannya menikah boleh dia melakukan perceraian atau pisah (khulu’).

Diantara bentuk tidak tercapai maksud dari disyariatkannya menikah ketika seorang isteri merasa tidak senang dengan suaminya baik secara fisik atau akhlaqnya sehingga dia merasa khawatir tidak dapat memenuhi hak suaminya maka seperti ini di bolehkan dia meminta khulu’ sebagaimana Allah Ta’ala berfirman

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ به

” Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya ” (Qs. Al Baqarah : 229 )

Dan didalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Umar Radiyallahu ‘Anhu, bahwasannya isteri dari Tsabit Bin Qais datang kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam maka berkata : ” Wahai Rasulullah tidak ada kejelekkan didalam akhlaq dan agamanya tetapi saya khawatir kufur didalam islam (tidak dapat memenuhi hak suaminya –penj) bersabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam: “apakah kamu bisa mengembalikan kebunnya (mahar yang dikasih suaminya dulu -penj), berkata (isterinya Stabit-penj) : bisa. Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (kepada Tsabit Bin Qais –penj) terimalah kebun dan thalaqlah dengan satu kali thalaq.” (HR. Bukhari)

Berkata Syaikh Muhammad Bin Hizam Hafidzahullah : ” Hadist ini shahih dengan tanpa tambahan kalimat (thalaq) dikarenakan (hadist tanpa kalimat thalaq) punya penguat dari hadist dari Habibah Binti Shal …… kemudian syaikh menyebutkan hadistnya ” ( Malzamah Kitab Nikah, Syaikh Muhammad Bin Hizam)

Berkata Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Bin Abdullah Ar Rajihi Hafidzahullah : ” Hadist ini merupalkan dalil disyariatkanya khulu’ dan syahnya, bahwsannya dalil ini menunjukkan bolehnya seorang suami mengambil tebusan dari seorang isteri “ (Al Ifhaam Fi Syarhi Bulugil Maraam Juz 2 hal 203 )

Mungkin ada yang bertanya apasih pengertian khulu’ ?

Maka kita katakan : Semoga Allah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada kita semua.

Khulu’ adalah sebagaiamana yang dijelaskan oleh Syaikh Al Alaamah Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : ” Perpisahan seorang suami dengan isterinya dengan lafadz tertentu, dinamakan seperti itu, dikarenakan seorang isteri sendirilah yang meminta untuk pisah (lepas) dari suaminya, sebagaimana lepasnya pakaian dikarenakan setiap suami isteri adalah pakaian satu sama lainnya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ

” Mereka itu adalah pakaian bagimu dan kamupun pakaian bagi mereka ” (Qs. Al Baqarah : 187)

( Al Mulakhos Al Fiqhi, Jilid 2 Hal : 319 )

Lalu jika ada yang bertanya apakah boleh seorang isteri meminta khulu’ kepada suaminya kapan saja dia mau walau tanpa ada perselisihan atau percekcokkan atau alasan syar’i lainnya ?

Maka kita katakan : Dibolehkan seorang isteri meminta khulu’ kepada suaminya dengan alasan syar’i, seperti tidak terpenuhinya hak hak nya atau khawatir tidak dapat menunaikan hak suaminya dikarenakan dia tidak menyukainnya atau alasan syar’i lainnya. Adapun jika tidak ada alasan syar’i lainnya atau tidak ada perselisihan atau percekcokkan antara suami dan isteri yang secara syar’i dengan sebab perselisihan tersebut boleh seorang isteri meminta khulu’ atau sekedar minta khulu’ padahal keharmonisan dan keselarasan berjalan dirumah tangganya maka yang demikian, hukumnya tidak boleh. Berkata Syaikh Al ‘Alaamah Shaleh Al Fauzan Hafidzahullah : ” ” Khulu’ hukumnya boleh apabila terpenuhi sebabnya yang telah diisyaratkan oleh ayat yang mulia, yaitu ketakutan suami isteri apabila tetap berada didalam ikatan pernikahannya, mereka tidak bisa melaksanakan hukum-hukum Allah. Dan apabila disana tidak ada alasan untuk meminta pisah, maka hal itu dimakruhkan dan sebagian ulama berpendapat jika demikian halnya (meminta khulu’ tanpa alasan syar’i –penj) haram hukumnya. Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ” Setiap isteri yang meminta cerai kepada suaminya dengan sesuatu yang tidak dibolehkan maka diharamkan baginya bau harumya surga ” (Diriwayatkan oleh imam yang lima kecuali Imam Nasai, Al Mulakhos Al Fiqhi, jlid 2 hal 320)

Mungkin ada yang bertanya, adakah lafadz tertentu yang digunakan untuk khulu’ ?

Sebelum menjawab pertannyaan diatas, maka kita katakan : Semoga Allah memberi taufiq dan pertolongannya kepada kita semua terhadap apa-apa yang di ridhai Nya

Maka kita katakan : Lafadz khulu’ adalah lafatdz-lafadz yang menunjukkan makna khulu’ dengan disertai niat, baik lafadz yang jelas seperti permintaan istri dengan berkata kepada suaminya: “……mas ana minta khulu “ atau lafadz-lafadz yang mengandung makna khulu’ baik dengan bahasa arab atau dengan selain bahasa arab dengan disertai niat khulu’.

Lalu kalau jika ada yang bertanya dengan pertanyaan : apakah disyaratkan sahnya khulu’ seorang suami harus melafadzkan ‘ Qabul ‘ (menerima khulu’ istrinya) ?

Maka kita katakan : Semoga Allah memberikan taufiq dan pertolongan Nya kepada kita semua untuk selalu menuntut ilmu hingga akhir hayat kita.

Menurut pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran, tidak disyaratkan suami mengucapkan “Qabul”(ucapan menerima khulu’ istrinya) cukup dengan menerimanya seorang suami atas tebusan harta dari istrinya maka jatuhlah khulu’, begitu juga tidak disyaratkan sahnya khulu’ dengan ridha dari suami apabila istri mempunyai alasan syar’i untuk meminta khulu’. Adapun jika suami tidak mau menerima atau mengambil harta atau mahar yang diberikan oleh istri untuk tebusannya, maka seorang hakim dapat memaksanya agar suami mengambilnya.

Berkata Syaikh Al-Alaamah Muhammad Bin Ibrahim Alu Syaikh Rahimahullah:” Dan pendapat yang terakhir : bolehnya (seorang hakim) mengharuskan seorang suami untuk menerima khulu’ dengan kondisi tidak memungkinkannya lagi untuk bersatu antara suami dan istri sesuai dengan ijtihadnya seorang hakim”. (Taudhihul ahkam min Buluughil Maraam Syaikh Abdullah Bin Abdurrahman Al-Bassam jilid: 5/474).

Jika ada yang bertanya: Apakah boleh bagi seorang suami mengambil atau menerima harta tambahan dari mahar yang dia pernah kasih kepada istrinya?

Maka kita katakan : Menurut pendapat yang benar dan ini pendapat mayoritas ahlul ilmi, boleh bagi suami mengambil harta tebusan melebihi mahar yang pernah di kasih oleh istrinya berdasarkan keridhaan isterinya. Berkata Syaikh Abdullah Bin Abdurrohman Al-Bassam Rahimahullah wajib khulu’ dengan tebusan, berdasarkan firman Allah Ta’ala

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ به

” Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang di berikan oleh isterinya untuk menebus dirinya”. (Qs. Al Baqarah : 229 )

Dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda ” Terimalah kebunnya dan thalaklah (cerailah) dengan satu kali thalak “

Dan beliau (Syaikh Abdullah Al Bassam) juga berkata : ” Boleh tebusan untuk khulu lebih banyak dari mahar berdasarkan firman Allah Ta’ala

فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللهِ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ به

” Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang di berikan oleh isterinya oleh istri untuk menebus dirinya”. (Qs. Al Baqqarah : 229)

Akan tetapi para ulama membenci mengambil lebih banyak dari mahar berdasarkan sabda Rasullullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam

” Apakah kamu bisa mengembalikan kebun kepadanya “.

Dan berdasarkan firman Allah Ta’ala

وَلا تَنسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ

” Dan janganlah kamu melupakan keutamaan diantara kamu “ (Qs. Al Baqaroh : 237).

Dan di bolehkannya khulu’ dengan tebusan yang di sepakati oleh keduanya ini pendapat kebanyakan ulama ( Taudihul Ahkaam Min Buluugil Maraam jilid 5 halaman 472 ).

Lalu kalau ada lagi yang bertanya : Apakah seorang istri boleh meminta khulu’ ketika haid ?

Maka kita katakan: Para ulama membolehkan hal yang demikian dikarenakan khulu’ bukanlah thalaq karena Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam pada hadits yang lalu tidak memberikan perincian atau bertanya kepada istri Tsabit bin Qois, apakah dia dalam keadaan haid atau tidak, dan tidak adanya dalil yang mengatakan tidak boleh meminta khulu’ ketika haid. Itu menunjukkan bolehnya hal tersebut

Lantas adakah iddah bagi istri yang meminta khulu’?

Maka kita katakan: Menurut pendapat yang benar, tidak ada masa iddah (menunggu dengan 3x haid) bagi wanita yang khulu’ tetapi baginya istibra’(yaitu membersihkan rahimnya), apakah di rahimnya ada janin atau tidak dengan satu kali haid saja.

Berkata Syaikh Al-Alaamah Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin Rahimahullah : ” Iddahnya satu kali haid untuk istibra’ yaitu mengosongkan rahimnya, dikarenakan wanita yang hamil tidak haid apabila haid di ketahui bahwa rahimnya kosong dari janin dan oleh karena itu dibolehkan untuknya menikah. ( Fathu Dzil Dzalalil Wal Ikraam Bi Syarhi Bulughil Maraam 4/653).

Lalu jika ada yang bertanya: Apakah bagi seorang suami bisa ruju’ kembali kepada istrinya setelah khulu’ ?

Maka kita katakan: Tidak ada ruju’ bagi seorang suami dari seorang istri yang telah pisah dengan sebab khulu’. Jika dia menginginkan kembali kepada isterinya maka harus dengan akad dan pernikahan yang baru.

Berkata Syaikh Al-Alaamah Sholeh Bin Fauzan Rahimahullah :” Hikmah dari yang demikian itu (khulu’) bahwa seorang istri pisah dari suaminya dengan tidak adanya ruju’ atas suaminya, di dalamnya terdapat keputusan yang adil atas keduanya”. ( Al Mulakhos Al-Fiqih, jlid 2 : 320 ).

Berkata Syaikh Al ‘Alaamah Muhammad Al Utsaimin:” Wanita yang telah pisah karena khulu’ tidak ada ruju’ dan tidak mungkin bagi suaminya untuk ruju’ kepadanya kecuali dengan pernikahan yang baru. ( Fathu Dzil Dzalalil Wal Ikraam Bi Syarhi Bulughil Maraam 4/653) .

inilah penjelasan sederhana tentang khulu’ semoga bisa diambil manfaatnya. Wa Allahu ‘Alam

Oleh : Abu Ibrahim Abdullah Bin Mudakir Al Jakarty
http://tauhiddansyirik.wordpress.com/2009/07/20/jawaban-teruntuk-yang-bertanya-tentang-khulu/#more-507

0 komentar:

Posting Komentar