‘
Seandainya mereka para muslimah mengetahui alasan mengapa Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menolak untuk dimakamkan di kamarnya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentunya mereka akan malu untuk melakukan aksi-aksi mereka di jalan.
‘
Imam Adz-Dzahabi berkata, “Kemudian dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha mengurungkan keinginannya agar jenazahnya dimakamkan
di kamarnya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ismail bin Abi Khalid meriwayatkan dari Qais, ia bercerita bahwa tatkala
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menyampaikan keinginannya agar jenazahnya
dimakamkan di kamarnya, ia berkata, “Sesungguhnnya aku telah melakukan satu kesalahan sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu, kuburkanlah aku bersama dengan istri-istri beliau yang lain.”
‘
Maka Aisyah radhiyallahu ‘anha pun dikuburkan di pemakaman Baqi’ (letaknya di sebelah timur Masjid Nabawi).
‘
Imam Adz Dzahabi berkata, “Kesalahan yang dimaksud ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah keikut sertaannya dalam perang Jamal. Aisyah radhiyallahu ‘anha sangat menyesal dengan penyesalan yang amat dalam dan bertaubat atas kesalahan tersebut.
Bahwasanya ia melakukannya karena ta’wil dan hanya mengharap kebaikan
sebagaimana ijtihad Thalhah bin Abdullah, Zubair bin Awwam dan sahabat
lainnya.” (Siyar A’lam An-Nubala’ 2/193)
‘
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Minhajjus Sunnah (6/129) mengatakan, “Aisyah juga menyesal karena ikut berangkat ke Basrah,
dan tiap kali ia mengingat kejadian tersebut, ia menangis hingga air
matanya membasahi kerudungnya. Demikian pula Thalhah yang menyesal
karena mengira bahwa dirinya kurang maksimal dalam membela Utsman dan
Ali, selain dengan cara itu. Zubair pun juga menyesal karena berangkat
pada saat Perang Jamal”.
‘
Beliau juga mengatakan, “Aisyah
sebenarnya tidak ikut perang, dan tidak berangkat untuk berperang. Ia
hanya berangkat dengan maksud mendamaikan kaum muslimin, dan mengira
bahwa keikut sertaannya akan mendatangkan maslahat bagi kaum muslimin. Akan tetapi kemudian ia sadar bahwa yang lebih baik ialah bila dirinya tidak berangkat.
Sehingga tiap kali ia mengingat keberangkatannya ke Perang Jamal, iapun
menangis hingga kerudungnya basah oleh air mata. Demikian pula seluruh
sahabat yang tergolong assaabiquunal awwaluun. Mereka menyesali
keterlibatan mereka dalam perang saudara, Thalhah, Zubeir, dan Ali
semuanya menyesali hal tersebut. Tragedi Perang Jamal benar-benar diluar
dugaan mereka, dan mereka sama sekali tidak punya niat untuk
berperang.” (Minhajjus Sunnah 4/170)
‘
Tambahan faidah dari Syaikh Shalih As Suhaimi (Pengajar di Masjid Nabawi) yang disampaikan oleh Ustadz Qomar Su’aidy hafizhahumallah ketika menjelaskan hadits Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
‘
إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ
“Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalanan.”
‘
فَقَالُوا : مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا
Para shahabat berkata, “Sesungguhnya kami perlu duduk-duduk untuk berbincang-bincang.”
‘
قَالَ : فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا
Beliau berkata, “Jika kalian tidak bisa melainkan harus duduk-duduk, maka berilah hak jalan tersebut.”
‘
قَالُوا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ
Mereka bertanya, “Apa hak jalan tersebut, wahai Rasulullah?”
‘
قَالَ : غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ
Beliau menjawab, “Menundukkan pandangan, tidak mengganggu orang, menjawab salam, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” [1]
‘
Beliau berkata :
“Ini dalil menunjukkan haramnya
berdemonstrasi. Sekarang yang terjadi bukan lagi duduk di pinggir jalan
akan tetapi berdiri di tengah jalan, padahal duduk-duduk di pinggir
jalan saja dilarang. Dan bagaimana mereka akan menunaikan hak jalan
seperti menundukkan pandangan, dalam keadaan ikhtilat (campur baur
laki-laki dan wanita), apakah dengan cara menutup mata? Belum lagi
menghilangkan gangguan, justru mereka mengganggu orang lain karena
jalan-jalannya digunakan untuk berdemonstrasi.” [2]
‘
‘
_____________________
[1] HR Bukhari Muslim dalam Shahih keduanya.
[2] Faidah dari perjalanan umrah asatidzah. [download]
sumber : http://farisna.wordpress.com/2011/07/02/seandainya-para-muslimah-yang-berdemo-itu-tau/
0 komentar:
Posting Komentar