Rabu, 23 November 2011

Nikahnya Wanita Hamil karena Zinâ

Oleh: Asy Syaikh Khalid Ar Raddadi

Pertanyaan:

Apakah sah pernikahan seorang wanita yang hamil karena zina dengan laki-laki yang berzina dengannya atau dengan selain laki-laki yang berzina dengannya?

Jawab:

Permasalahan ini berkaitan dengan dengan pernikahan seorang laki-laki dengan wanita yang hamil karena zina baik itu dengan laki-laki yang menzinainya atau dengan selain laki-laki yang menzinainya, maka permasalahan ini mengandung hal-hal sebagai berikut ini, pertama, bagi wanita yang berzina ini Allah Azza wa Jalla berfirman (yang artinya):

“Laki-laki yang berzina itu tidak menikahi KECUALI wanita yang berzina atau wanita musyrikah. Dan wanita yang berzina itu tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki yang berzina atau seorang laki-laki yang musyrik dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang beriman.” (Surat An-Nuur: 3)

Apabila kita membaca ayat yang mulia ini yang Allah akhiri ayat ini dengan: “…yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang beriman”, maka kita bisa simpulkan dari hal ini satu hukum, yaitu HARAMNYA menikahi wanita berzina dan HARAMNYA menikahkan laki-laki yang berzina.

Artinya seorang wanita yang berzina itu tidak boleh bagi orang lain yaitu bagi laki-laki lain untuk menikahinya dan bahwa seorang laki-laki yang berzina itu tidak boleh bagi seseorang untuk menikahkan anak perempuannya dengannya. Dan apabila kita mengetahui hal tersebut dan bahwa hal itu diharamkan bagi orang-orang yang beriman.

Maka sesungguhnya orang yang melakukan perbuatan yang keji ini kondisinya/keadaannya tidak terlepas dari keadaan orang yang mengetahui haramnya perbuatan tersebut namun ia tetap menikahi wanita itu dikarenakan dorongan hawa nafsu dan syahwatnya, maka pada saat seperti itu laki-laki yang menikahi wanita yang berzina itu juga tergolong sebagai seorang pezina sebab ia telah melakukan akad yang diharamkan yang ia meyakini keharamannya. Dari penjelasan ini jelaslah bagi kita tentang hukum haramnya menikahi wanita yang berzina dan tentang haramnya menikahkan laki-laki yang berzina.

Jadi, hukum asal dalam menikah itu seorang yang berzina itu tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki yang berzina. Iya, ada perbedaan di antara para ulama yang memfatwakan, apabila seorang laki-laki berzina dengan seorang wanita dan laki-laki ini bermaksud untuk menikahi wanita tersebut, maka wajib bagi keduanya untuk bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla. Kemudian hendaknya kedua orang tersebut melepaskan dirinya dari perbuatan yang keji ini dan ia bertaubat atas perbuatan keji yang telah dilakukannya dan bertekad untuk tidak kembali pada perbuatan itu serta melakukan amalan-amalan shalih. Dan apabila laki-laki tersebut berkeinginan untuk menikahi wanita itu, maka ia wajib untuk membiarkan wanita itu selama satu masa haid yaitu satu bulan, sebelum ia menikahi atau melakukan ada nikah dengannya.

Apabila kemudian wanita itu hamil, maka tidak boleh baginya untuk melakukan akad nikah kepadanya kecuali setelah wanita tersebut melahirkan anaknya. Hal ini berdasarkan larangan Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam, “… seseorang untuk menyiramkan airnya ke sawah atau ladang orang lain” dan ini adalah kiasan, yaitu menyiramkan maninya kepada anak dari kandungan orang lain. (Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam shahih Sunan Abu Dawud hadits no 2158)

Tanya jawab via telepon antara Ustadz Wildan di Batam dengan Syaikh Khalid di Madinah tanggal 17 Dzulhijah 1423 /19 Februari 2003

Sumber: Buletin dakwah Al Minhaj edisi 04 tahun 01
Dicopy dari www.ghuroba.blogsome.com

0 komentar:

Posting Komentar