Oleh : Syaikh Muhammad Sholih Al-Utsaimin Rahimahullahu
Penanya : Saya
berharap jawaban yang jelas tentang pertanyaan ini : Seorang laki-laki
menikahi seorang wanita dan sampai saat ini kurang lebih sudah tiga
bulan. Dan diantara masa tiga bulan ini tampaklah bagi si lelaki dan
juga berdasarkan ucapan sang wanita sendiri bahwa sesungguhnya
pendapatnya tentang pernikahan ini yang dia nyatakan secara jelas
(ketidaksetujuannya. Pent) tidak diambil oleh ibunya . Dan wanita
tersebut berkata kepada suaminya, sesungguhnya dia tidak
menginginkannya. Dan sungguh selama masa tersebut sang laki-laki telah
membawanya ke para pembaca Al-Qur’an (yang biasa merukyah. pent) dan dia
juga mencurahkan seluruh kemampuannya (untuk merubah keadaan ini. Pent)
karena dia berkeyakinan bahwa sang wanita sedang sakit, akan tetapi Wallahu A’lam sang wanita hanya berpura-pura sakit karena sesungguhnya dia tidak menginginkan laki-laki ini menjadi suami untuknya.
Wahai Syaikh Yang mulia, Apa Hak sang suami dan Hak sang istri sesuai
syariat di dalam permasalahan mahar apabila sang istri menginginkan
Thalaq di dalam dua keadaan :
Keadaan pertama : Apabila selama masa ini sang lelaki belum mendatanginya yaitu belum memecahkan keperawanannya ??
Keadaan pertama : Apabila selama masa ini sang lelaki belum mendatanginya yaitu belum memecahkan keperawanannya ??
Keadaan kedua : Apabila laki-laki tersebut sudah mendatangi wanita tersebut selama masa ini ??
Jawaban
Syaikh : Pertama
, apabila sang lelaki menganggap bahwa sesungguhnya wanita ini jujur di
dalam perkataannya , bahwa dia tidak dimintai pendapat (di dalam
pernikahan tersebut) maka wajib bagi dia untuk menthalaqnya, hal
tersebut dikarenakan sesungguhnya nikah dengan tanpa ridho istri adalah
tidak sah berdasarkan larangan Rasulullah Shalallahu alaihi Wassallam dari perkara tersebut ketika beliau bersabda : ” Tidak dinikahi seorang perawan sampai dimintai izin”
Dan apabila sang lelaki tidak mempercayai wanita tersebut yang didasari atas apa yang tampak dari keadaan wanita tersebut bahwa dia seorang pendusta maka pernikahan tersebut sah.
dan hal tersebut dikarenakan terkadang istri mengaku tidak dimintai pendapatnya dan sesungguhnya dia telah dimintai pendapat akan tetapi dia membenci sang suami (setelah pernikahan. pent) maka dia membuat pengakuan (dusta) ini .
maka bagaimanapun, apabila sang lelaki memandang bahwa sang wanita adalah gadis yang sholihah dan jujur maka wajib bagi dia untuk membenarkan ucapannya dan menceraikannya dan adapun apabila besar dugaaan dia bahwa sesungguhnya wanita tersebut seorang pendusta maka tidak ada halangan bagi dia untuk mempertahankannya dan semoga saja keadaan berubah (lebih baik . pent.).
Adapun untuk permasalahan mahar, maka mahar telah tetap (untuk istri. Pent) disebabkan berkhalwatnya (berduaan) laki-laki tersebut dengannya. Karena sesungguhnya Khalwat dengan seorang wanita yang telah dinikahi secara akad telah menjadikan mahar tetap (milik wanita) atas pendapat yang kuat, sama saja apakah dia telah mendatanginya atau tidak. Akan tetapi apabila dia memandang bahwa keluarga wanita telah menipunya kemudian dia mengatakan kepada keluarga wanita : “Aku menginginkan kalian mengganti mahar untukku karena sesungguhnya kalian telah menipuku “. Maka tidak mengapa baginya di dalam keadaan ini, karena sesungguhnya mereka telah menipunya ketika mereka mengesankan seolah-olah sang wanita ridho dalam keadaan dia tidak ridho
Penanya : Keluarga sang istri menginginkan suami ini karena percaya kepadanya dan karena akhlaqnya
Syaikh : Akan tetapi masalah pada sang istri
Penanya : Sang
istri berkata bahwa ketika diminta pendapatnya , dia tidak memberikan
pendapatnya secara jelas dan dia berkata dalam hati ” aku tidak
menginginkannya” dan dia hanya menangis dan tidak jelas dalam
menyampaikan pendapatnya.
Syaikh : Tangisan
ini yang ditangisinya, apakah keluarga wanita mengetahui (secara yakin)
atau besar dugaan mereka bahwa ini disebabkan oleh kebenciannya pada
(calon) suami ataukah karena akan berpisah dengan keluarganya ??
Penanya : Saya tidak tahu
Syaikh : Ini
sesuatu yang harus diketahui, oleh sebab ini sebagian ulama mengatakan
sesungguhnya persetujuan dari perawan adalah diamnya, apabila dia tidak
mengatakan :”Aku tidak menginginkannya” maka ini adalah persetujuan .
Mereka juga mengatakan ” Bahkan walau menangis” (maka ini adalah
persetujuan .Pent) dan mereka memberikan sebab pendapat ini yaitu
dikarenakan bahwa terkadang sang wanita menangis takut dari perpisahan
dengan keluarganya bukan karena membenci sang suami.
Penanya : Wanita
itu sebelumnya mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah dengan jelas
mengatakan bahwa dia tidak menginginkannya, akan tetapi ketika proses
pencatatan akad nikah ketika dia ditanya oleh ibunya, dia hanya menangis
dan tidak menunjukkan pendapatnya secara jelas.
Syaikh : Bagaimanapun
keadaannya, selama dia mengatakan sejak awal dia tidak menginginkan
laki-laki itu maka tangisan ini adalah tangisan benci (tidak suka) maka
pernikahan tidak sah, dan wajib bagi laki-laki itu untuk menceraikannya
dan boleh bagi dia untuk meminta kepada keluarga sang wanita yang
menipunya , mahar yang telah dia berikan kepada mereka.
Penanya : apakah dia mengambil Mahar secara utuh ??
Syaikh : Dia ambil maharnya secara utuh dari keluarga wanita apabila dia telah menunaikannya kepada mereka.
Liqo’ Al-Bab Al- Maftuh 9/37
http://assamarindy.wordpress.com/2012/12/05/hukum-mahar-bagi-wanita-yang-dinikahi-tanpa-ridhonya-kemudian-dicerai/
0 komentar:
Posting Komentar