Menyingkap hakekat tabir hijab / cadar
wanita-wanita terasing (1)
- sebuah telaah ilmiah tentang hakekat cadar dan para pemakainya -
Mengapa mereka bercadar ???
Mengapa mereka bercadar…?? Sebuah
pertanyaan yang cukup bijak dan ilmiah untuk diajukan terlebih dahulu,
tanpa skeptis dan terburu-buru melontarkan hujatan serta pandangan sinis
kepada mereka para wanita bercadar, di tengah keterpurukan akhlak dan
binasanya rasa malu dalam diri kebanyakan muslimin dan muslimah di masa
kita sekarang ini, juga menyebarnya perzinahan. Tak ada salahnya jika
kita meluangkan sejenak masa untuk merenungkan dan mencari tahu apakah
sebenarnya yang memicu mereka untuk tampil ‘aneh’ dan ‘nyleneh’ !# seperti itu.
# dalil-dalil dari Al-Qur’an tentang disyariatkannya hijab dan cadar
- الدليل الأول:
قوله تعالى: {وَقُل
لِّلْمُؤْمِنَـاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَـارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَتِهِنَّ أَوْ
نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَـانُهُنَّ أَوِ التَّـابِعِينَ
غَيْرِ أُوْلِى الإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ
يَظْهَرُواْ عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَآءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُواْ إِلَى اللَّهِ
جَمِيعاً أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ }. (النور: 31).
Dalil pertama :
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.” [QS. An-Nuur 31]
Penjelasan sisi pendalilan dari ayat di
atas disyariatkannya berhijab / menutup wajah (bercadar) bagi seorang
perempuan dari pandangan para lelaki asing (yang bukan mahramnya).
- Allah Ta’ala memerintahkan kepada para wanita yang beriman untuk menjaga kemaluan-kemaluan mereka dan setiap apa yang bisa menjadi wasilah / perantara yang dapat mendukung terjaganya kemaluan, maka hal tersebut pun diperintahkan. Dan tidak diragukan lagi secara akal sehat bahwa termasuk dari perantara yang mendukung hal tersebut adalah menutup wajah, dikarenakan tersingkapnya / terbukanya wajah merupakan sebab untuk dapat memandang kepadanya, dan meresapi keelokan paras seorang wanita serta berlezat-lezat dalam memandang wajah tersebut. Sebagaimana dalam hadits :
«العينان تزنيان وزناهما النظر». إلى أن قال: «والفرج يصدق ذلك أو يكذبه»
“Setiap kedua mata itu memiliki bagian dari zina, dan zina keduanya adalah memandang (perkara yang haram)” -sampai pada perkataan Nabi- “dan kemaluanlah yang membenarkan atau mendustakan hal tersebut”
apabila
menutup wajah merupakan perantara yang dapat mendukung terjaganya
kemaluan, maka yang demikian tersebut diperintahkan, dikarenakan pada
wasilah-wasilah / perantara-perantara, hukum-hukum yang ada padanya
sesuai dengan tujuannya.
Sebagaimana kaidah yang ditetapkan oleh para ‘Ulama ahli fiqih
الوسائل لها أحكام المقاصد
wasilah-wasilah / perantara-perantara
hukum-hukum yang ada padanya sesuai dengan tujuannya.
2. Allah Ta’ala berfirman :
{وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ}.
“dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya”
Sesungguhnya seorang wanita apabila
diperintahkan untuk menurunkan kerudung hingga ke dadanya, maka
diperintahkan pula untuk menutup wajahnya, dikarenakan yang demikian itu
telah pasti dapat dipahami atau dengan pengkiasan, bahwa jika syariat
mewajibkan untuk menutup leher dan dada maka menutup wajah lebih utama
dikarenakan wajah adalah letak utama kecantikan dan pusat fitnah dari
zina mata. Sebagaimana dapat dipahami, bahwa setiap orang yang
menginginkan kecantikan wanita tidaklah dia akan bertanya melainkan
pertanyaan tentang keadaan wajah. Oleh sebab itu jika dikatakan wanita
tersebut cantik, maka perkataan cantik tersebut tidaklah dipahami
kecuali kepada makna kecantikan wajah. Maka menjadi jelaslah bahwa wajah
merupakan letak kecantikan yang diinginkan. jika demikian adanya
bagaimanakah bisa dipahami bahwasanya syariat yang bijaksana ini
memerintah untuk menutup dada dan leher untuk menghindari fitnah
kemudian memberikan keringanan untuk membuka wajah ??!#.
Allah subhanahu wa ta’ala melarang
dari menampakkan perhiasan secara mutlak kecuali apa yang biasa
terlihat darinya, seperti pakaian luar dan yang semisalnya. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman :
{ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا } “dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari pada perhiasan tersebut”, Allah subhanahu wa ta’ala tidak mengatakan “kecuali apa yang biasa mereka tampak-tampakan darinya (perhiasan tersebut). Kemudian
Allah subhanahu wa ta’ala pada ayat yang sama melarang dari menampakan
perhiasan kecuali yang telah dikecualikan. Sebagaimana firman-Nya :
إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ
أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ
أَوْ بَنِي أَخَوَتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَـانُهُنَّ أَوِ التَّـابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِى الإِرْبَةِ مِنَ
الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُواْ عَلَى عَوْرَاتِ
النِّسَآءِ
“kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)[1] atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita”
Maka hal tersebut menunjukkan bahwasanya
kalimat “perhiasan” yang disebutkan pertama tidaklah sama dengan kalimat
“perhiasan” yang disebutkan setelahnya. Dikarenakan kalimat perhiasan
yang kedua adalah perhiasan yang biasa tampak pada setiap orang dan
tidaklah mungkin melepaskannya, dan kalimat perhiasan yang pertama
adalah perhiasan yang sifatnya tersembunyi yang seseorang berhias
dengannya, seperti celak, gelang kaki, kalung, lipstik, dll.
Allah subhanahu wa ta’ala memberikan
keringanan untuk bolehnya menampakkan perhiasan yang sifatnya
tersembunyi bagi wanita kepada para pelayan dari kalangan lelaki
yang mereka tidak mempunyai syahwat / keinginan terhadap wanita, dan
kepada anak-anak kecil yang belum baligh yang mereka tidak mengerti
aurat wanita, hal yang demikian menunjukkan atas dua perkara :
- pertama : Penampakan perhiasan yang sifatnya tersembunyi tidaklah halal bagi wanita kepada seorangpun dari lelaki asing kecuali pada dua hal yang disebutkan di atas.
- Kedua : bahwasanya sebab / ‘ilah serta poros hukum yang berlaku adalah kekhawatiran terjatuhnya fitnah yang disebabkan oleh wanita, dan keterkaitan hati kepadanya. Dan tidaklah diragukan lagi, bahwa wajah merupakan tempat berkumpulnya / pusat keindahan dan kebaikan serta letak fitnah yang terbesar. Maka dengan demikian menjadilah menutup wajah dengan hijab / bercadar adalah wajib.
3. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman : {وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ} ”dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan”
Maksudnya yaitu :
larangan bagi para wanita untuk menghentakkan kaki mereka sehingga
diketahuilah apa yang tersembunyi berupa perhiasan dari gelang kaki dan
yang sejenisnya dari jenis perhiasan yang biasa mereka (wanita) gunakan
berhias untuk lelaki, maka apabila mereka dilarang untuk menghentakkan
kaki karena khawatir akan menjadi fitnah bagi para lelaki dengan
terdengarnya suara gemerincing gelang kaki akibat hentakan mereka, dan
yang semisalnya, maka bagaimanakah dengan wajah yang terbuka ?!#.
Maka manakah yang lebih besar fitnahnya
bagi lelaki antara mendengar suara gemerincing dari gelang kaki wanita
dalam keadaan tidak tampak bentuknya karena tertutup kain, tidak
diketahui apakah kaki yang memakai gelang tersebut bagus atau jelek,
menarik atau tidak, halus atau kasar ?!#
Maka manakah yang lebih besar fitnahnya,
fitnah mendengar suara gemerincing dari gelang kaki wanita, atau fitnah
melihat kepada wajah wanita yang cantik, jelita, menarik perhatian, dan
indah serta mengundang fitnah ! sesungguhnya setiap lelaki mereka semua
memiliki ketertarikan terhadap para wanita. Sehingga jelaslah mana
antara dua fitnah ini yang lebih besar pengaruhnya dan lebih layak untuk
ditutupi dan disembunyikan.
Dalil Kedua :
- · الدليل الثاني:
قوله تعالى: {وَالْقَوَاعِدُ مِنَ
النِّسَآءِ الَّلَـتِى لاَ يَرْجُونَ نِكَاحاً فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ
جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَـاتِ بِزِينَةٍ وَأَن
يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عِلِيمٌ}. (النور: 60).
“dan
perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung)
yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan
pakaian[2]
mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku
sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Bijaksana.” [An Nuur 60]
Sisi pendalilan dari ayat yang mulia di
atas adalah, Allah subhanahu wa ta’ala menafikan dosa / kesalahan bagi
para wanita tua yang telah lemah / telah mencapai usia tua yang mana
mereka tidak memiliki keinginan untuk menikah, dan tidak ada
ketertarikan lagi terhadap para lelaki dikarenakan usia mereka (wanita)
yang telah tua. Allah ta’ala menafikan dosa dari mereka jika mereka
melepaskan pakaian-pakaian luar mereka / kerudung dengan syarat bahwa
perbuatan mereka tersebut tidak dilandasi dengan tujuan untuk
bertabarruj (berhias diri) dengan perhiasan.
Dan
sebagaimana telah kita ketahui pada permulaan risalah ini, bahwasanya
bukanlah yang dimaksud melepaskan pakaian / kerudung, kemudian dengan
itu boleh menampakkan aurat, namun yang dimaksud dengan melepaskan
pakaian di atas yaitu boleh memakai pakaian-pakain yang biasa digunakan
di dalam rumah (yang boleh bagi mahram untuk melihatnya) dan yang
semisal itu dari pakaian-pakaian yang tidak menutupi seluruh anggota
badan dan dapat terlihat sebagian besar bagian tubuhnya seperti wajah,
kedua kaki, kedua tangan. Dan pengkhususan hukum kepada mereka para
wanita yang telah mencapai usia tua dan tidak lagi mempunyai
ketertarikan terhadap lawan jenisnya adalah dalil bagi para gadis,
wanita-wanita muda yang mempunyai keinginan untuk menikah, mempunyai
ketertarikan terhadap lawan jenis, meliki syahwat bahwasanya hukum yang
berlaku atas mereka adalah kebalikan dari hukum yang berlaku atas
wanita-wanita tua tersebut.
Seandainya
hukum tersebut mencakup secara keseluruhan baik bagi wanita tua maupun
wanita-wanita muda atas bolehnya melepaskan pakaian luar mereka atau
kerudung-kerudung mereka dan boleh bagi mereka semua menggunakan
pakaian-pakaian yang terbuka atau semisalnya tentulah dalil pengkhususan
pada ayat di atas tidaklah berfaedah.
Dan pada firman Allah subhanahu ta’ala {غَيْرَ مُتَبَرِّجَـتِ بِزِينَةٍ}. “selain wanita-wanita yang bertabarruj dengan perhiasan” adalah
dalil lain atas disyariatkannya berhijab bagi para gadis maupun wanita
muda yang masih mempunyai keinginan / hasrat untuk menikah, dan
kebanyakan fakta yang terjadi pada para wanita yang menyingkap /
menampakkan wajahnya, mereka menginginkan dengan itu untuk bertabarruj
(berhias diri) dengan perhiasan dan menampak-nampakkan kecantikannya,
agar para lelaki mengarahkan pandangan kepadanya dan memuji
kecantikannya serta mengagumi kecantikannya, dan yang semisal itu,
itulah inti dari perbuatan para wanita membuka dan menampakkan wajah
mereka, alasan selain yang demikian itu (membuka wajah untuk alasan
tidak bertabarruj) maka hal tersebut adalah perkara yang jarang sekali
terjadi. Dan kaidah dalam ilmu fiqih النادر لا حكم له “sesuatu yang jarang terjadi, tidak ada hukum padanya”
- · الدليل الثالث:
قوله تعالى: {يأَيُّهَا النَّبِىُّ
قُل لاَِزْوَاجِكَ وَبَنَـاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ
عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ
يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً }. (الأحزاب: 59).
Dalil ketiga :
Firman Allah subhanahu wa ta’ala :
“Hai
Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[3]
ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al Ahzab 59]
قال ابن عباس رضي الله عنهما: «أمر
الله نساء المؤمنين إذا خرجن من بيوتهن في حاجة أن يغطين وجوههن من فوق
رؤوسهن بالجلابيب ويبدين عيناً واحدة»
Berkata Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma : “Allah
telah memerintahkan para wanita kaum mukminin, apabila mereka keluar
dari rumah-rumah mereka untuk suatu keperluan, agar hendaklah mereka
membenamkan kerudung-kerudung mereka dan menutup wajah-wajah mereka
mulai dari atas kepala hingga keseluruh tubuh mereka dengan jilbab dan
menampakkan / menyisakan satu mata saja yang terlihat sebagai celah bagi
mereka untuk melihat. “ (nb : atsar ini didhoifkan oleh Al Imam Al-Albani rahimahullah)
Dan tafsir sahabat adalah hujjah bagi
kaum muslimin. Bahkan sebagian ulama berkata bahwa tafsir sahabat dalam
tinjauan hukum terangkat kedudukan hukumnya sekedudukan perkataan Nabi
shallahu ‘alaihi wa sallam. Dan perkataan beliau (Ibnu Abbas)
radhiallahu ‘anhuma «ويبدين عيناً واحدة» “dan menampakkan / menyisakan satu mata saja”
yang demikian itu adalah sebuah keringanan dikarenakan kebutuhan
melihat adalah suatu kebutuhan yang darurat dan mendesak, seperti
melihat jalan, mengetahui arah jalan. Adapun apabila tidak ada hajah /
kebutuhan padanya maka tidaklah ada alasan untuk menampakan mata
tersebut agar terlihat.
Jilbab adalah الرداء فوق الخمار بمنزلة العباءة (sejenis pakaian yang dikenakan di atas kerudung yang berkedudukan sebagai mantel yang melapisi kerudung)
kenapa sih kok hitam-hitam… ???
Berkata Ummu Salamah seorang sahabat wanita radhiallahu ‘anhu : “tatkala turun ayat ini -ayat 59 pada surat Al-Ahzab- keluarlah para wanita dari kalangan kaum anshar,
dan didapati seakan-akan di atas kepala-kepala mereka burung-burung
gagak berwarna hitam yang hinggap dengan tenang di atas kepala-kepala
mereka, dan mereka mengenakan pakaian-pakaian berwarna hitam.”
Dan telah disebutkan oleh ubaidah As-Salmani dan selainnya, “bahwa
dahulu para wanita kaum mukminin mengenakan jilbab-jilbab dari atas
kepala mereka keseluruh tubuh mereka hingga tidak terlihat kecuali
mata-mata mereka saja dalam rangka agar dapat melihat arah jalan”.
hikmah yang
terkandung dibalik warna hitam, dikarenakan warna tersebut merupakan
warna yang tidak mencolok, sehingga terpenuhilah tujuan dan maksud
disyariatkannya hijab / cadar yaitu memperingan kemungkinan terjadinya
fitnah, serta menghilangkan maksud tabarruj (berhias diri).
- · الدليل الرابع:
قوله تعالى: {لاَّ جُنَاحَ
عَلَيْهِنَّ فِى ءَابَآئِهِنَّ وَلاَ أَبْنَآئِهِنَّ وَلاَ إِخْواَنِهِنَّ
وَلاَ أَبْنَآءِ إِخْوَانِهِنَّ وَلاَ أَبْنَآءِ أَخَوَاتِهِنَّ وَلاَ
نِسَآئِهِنَّ وَلاَ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ وَاتَّقِينَ اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ شَهِيداً }. (الأحزاب: 55).
Dalil keempat :
“tidak
ada dosa atas isteri-isteri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir / hijab)
dengan bapak-bapak mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki
mereka, anak laki-laki dari saudara laki-laki mereka, anak laki-laki
dari saudara mereka yang perempuan yang beriman dan hamba sahaya (budak)
yang mereka miliki, dan bertakwalah kamu (hai isteri-isteri Nabi)
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha menyaksikan segala sesuatu.” [Al Ahzab 55]
Berkata ibnu katsir rahimahullah : “tatkala
Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan para wanita untuk berhijab,
dengan itu sekaligus Allah telah menjelaskan bahwa kepada para kerabat
-sebagaimana disebutkan dalam surat Al Ahzab 55- para wanita tidak
diwajibkan untuk berhijab dari kerabat dekat mereka, pengecualian yang
demikian ini sebagaimana pengecualian dalam surat An Nuur 31 pada firman
Allah Ta’ala {وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ } “dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”
Demikianlah empat dalil
dari Al-Qur’an di atas yang menunjukkan faidah atas disyariatkannya
berhijab bagi para wanita dari pandangan lelaki asing yang bukan mahram
mereka. maka dari itu hendaklah kita semua lebih bijaksana dalam
bersikap dan berhati-hati dari berkomentar tanpa ilmu. tidaklah
saudari-saudari kita yang memilih untuk menjalankan sunnah-sunnah
tersebut boleh untuk dihina, atau bahkan dianggap ”aneh” dan ”nyleneh”,
mereka hanyalah sebagian dari wanita-wanita akhir zaman yang masih
menjunjung tinggi rasa malu, mencoba untuk tegar di atas sunnah nabi-Nya
shalallahu ‘alaihi wa sallam, sepenuhnya menjalani syariat-syariat
agama islam yang mulia ini. -semoga Allah menjaga dan melindungi kita
semua serta mereka-mereka yang tegar di atas sunnah-.
oleh : Admin jejakrusul
di sore hari nan cerah
bumi nabi-nabi, Jaziroh Arabia…
3 Syawal 1431
Dzamar, Republic of Yemen
bersambung…. إن شاء الله
[1] * Berkata Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu : mereka adalah para lelaki yang bodoh, idiot
* Berkata Mujahid rahimahullah: mereka adalah orang-orang yang lemah akal, pandir
* Berkata Ikrimah rahimahullah : mereka adalah lelaki impoten dan mempunyai sifat dan kepribadian seperti wanita (banci)
* Berkata Ibnu Katsir rahimahullah :
mereka adalah para lelaki yang tidak mempunyai ketertarikan terhadap
wanita dan tidak memilik syahwat terhadapnya.
[2] Maksudnya: pakaian luar yang kalau dibuka tidak menampakkan aurat.
[3] Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.
http://jejakrusul.wordpress.com/2010/09/12/menyingkap-hakekat-tabir-hijab-cadar-wanita-wanita-terasing-1/
Lanjutan.......
Dalil-dalil dari As-Sunnah
tentang hijab dan cadar
الدليل الأول:
قوله
صلى الله عليه وسلّم: «إذا خطب أحدكم امرأة فلا جناح عليه أن ينظر منها إذا
كان إنما ينظر إليها لخطبة وإن كانت لا تعلم. رواه أحمد.
Dalil pertama :
Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila
salah seorang diantara kalian meminang wanita, maka tidak ada dosa bagi
kalian untuk melihat wanita tersebut, walau si wanita tersebut tidak
menyadarinya” [HR. Ahmad]
Sisi
pendalilan pada hadits di atas yaitu bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi
wa sallam, menafikan secara khusus adanya dosa bagi orang yang hendak
meminang wanita untuk dinikahi apabila dia melihat / memandang kepada
wanita yang hendak dipinangnya dengan syarat pandangan tersebut
ditujukan dalam rangka hendak meminang si wanita. yang demikian itu
menunjukkan bahwa selain orang yang bertujuan untuk meminang wanita,
apabila dia memandang / melihat wanita asing yang bukan mahramnya maka
dia terkena dosa, dalam keadaan apapun. Demikian pula apabila lelaki
yang ingin meminang wanita tersebut mempunyai niat yang buruk yaitu dia
melihat wanita tersebut bukan untuk dinikahinya, namun dia bertujuan
untuk berlezat-lezat dan bersenang-senang, padahal niat dia tidak ingin
menikahinya. Maka dosa bagi lelaki tersebut.
Jika ada orang yang mengatakan : hadits
di atas tidaklah menjelaskan bahwasanya yang dimaksud adalah memandang
kepada wajahnya, karena bisa saja yang dimaksud dengan kalimat melihat /
memandang dalam hadits tersebut adalah memandang dada dan leher.
Maka kita jawab : Setiap orang mengetahui bahwasanya tujuan utama seorang yang hendak meminang wanita ketika melakukan nadhor
/ melihat calon wanita yang akan dinikahinya adalah melihat kepada
kecantikan si wanita tersebut, dan kecantikan yang dimaksud tidak lain
adalah kecantikan wajah, dan selain daripada wajah maka itu hanyalah
sekedar sebagai pelengkap yang mengikuti saja, semisal melihat kepada
sifat wanita tersebut, atau kepintarannya, maupun bentuk fisik lainnya
selain wajah. Dan tidak diragukan lagi, seorang yang melakukan nadhor
/ melihat calon wanita yang akan dinikahinya ketika dia melihat /
memandang kepada wanita yang akan dinikahinya, tentulah yang diinginkan /
dilihat pertama kali adalah kecantikan wajah wanita tersebut.
الدليل الثاني:
أن النبي صلى الله عليه
وسلّم لما أمر بإخراج النساء إلى مصلى العيد قلن: يا رسول الله إحدانا لا
يكون لها جلباب فقال النبي صلى الله عليه وسلّم: «لتلبسها أختها من
جلبابها» .رواه البخاري ومسلم وغيرهما.
Dalil kedua :
“Ketika
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para wanita dari
kalangan sahabat untuk keluar ke tanah lapang untuk sholat ‘ied, berkata
salah seorang dari mereka : Wahai Rasulullah salah seorang diantara
kami tidak memiliki jilbab. Maka Rasulullah berkata : hendaklah salah
seorang dari kalian meminjamkan jilbabnya kepada yang tidak memiliki
jilbab.” [HR. Bukhari - Muslim]
Hadits di
atas menunjukkan bahwasanya kebiasaan para wanita dari kalangan sahabat
tidaklah mereka keluar rumah kecuali dalam keadaan berjilbab, dan tidak
memungkinkan bagi mereka untuk keluar dari rumah dalam keadaan mereka
tidak memiliki jilbab, tatkala para wanita dari kalangan sahabat
menyebutkan kepada rasulullah apa yang mencegah mereka dari memenuhi
perintah rasulullah untuk keluar rumah menuju tanah lapang ketika ‘iedul
fitri maupun ‘iedul adha, maka rasulullah menjelaskan kepada mereka
solusi / jalan keluar mengatasi permasalahan tersebut, yaitu pada
perkataan beliau ”hendaklah salah seorang dari kalian meminjamkan jilbabnya kepada yang tidak memiliki jilbab.”
Dan beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengijinkan para
wanita tersebut untuk keluar rumah menuju tanah lapang tanpa jilbab,
padahal keluar menuju tanah lapang ketika untuk sholat ‘ied adalah
disyariatkan dan diperintahkan bagi kaum lelaki dan wanita. Maka dari
itu apabila rasulullah saja tidak mengijinkan para wanita untuk keluar
dari rumah-rumah mereka tanpa berjilbab padahal mereka keluar untuk
sesuatu yang disyariatkan dan diperintahkan yaitu ibadah sholat ‘ied,
maka bagaimana mungkin syariat memberikan keringanan bagi para wanita
untuk tidak berjilbab ketika keluar rumah dalam urusan-urusan yang tidak
disyariatkan atau diperintahkan (urusan selain ibadah) ???!!!. bahkan
kita dapati mereka para wanita berkeliaran di jalan-jalan, di mall-mall,
di pasar-pasar serta bercampur baur dengan para lelaki dan
bermudah-mudahan dalam hal-hal yang tidak ada faedah sedikitpun padanya.
Maka perintah untuk mengenakan jilbab adalah dalil bahwasanya
sepatutnya untuk menutup wajah / aurat. Wallahu a’lam…
الدليل الثالث:
ما ثبت في الصحيحين عن
عائشة رضي الله عنها قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلّم، يصلي الفجر
فيشهد معه نساء من المؤمنات متلفعات بمروطهن ثم يرجعن إلى بيوتهن ما يعرفهن
أحد من الغلس. وقالت: لو رأى رسول الله صلى الله عليه وسلّم، من النساء ما
رأينا لمنعهن من المساجد كما منعت بنو إسرائيل نساءها. وقد روى نحو هذا عبدالله بن مسعود رضي الله عنه.
Dalil ketiga :
Diriwayatkan dalam kitab shohih bukhari
dan shohih muslim dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha – istri nabi shalallahu
‘alaihi wa sallam.– berkata ‘Aisyah : “suatu
ketika rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sedang melakukan sholat
shubuh bersamaan dengan itu terlihat para wanita kaum mukminat
mengenakan muruth (sejenis pakain yang terbuat dari bulu dan dibalutkan
ke seluruh tubuh) berjalan pulang menuju rumah-rumah mereka, dan tidak
ada seorangpun yang mengetahui hal itu dikarenakan shubuh yang masih
gelap. Dan berkata ‘Aisyah : seandainya rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam melihat para wanita tersebut sebagaimana yang kami lihat
tentulah beliau akan melarang mereka untuk keluar ke masjid-masjid
sebagaimana bani israil melarang wanita-wanita mereka untuk keluar ke
masjid-masjid mereka,” dan telah diriwayatkan oleh ‘abdullah bin mas’ud radhiallahu ‘anhu yang semisal ini.
Dan sisi penjelasan dari dalil di atas dari dua sisi :
l Pertama : bahwasanya
dahulu hijab dan cadar merupakan adat kebiasaan para wanita dari
kalangan sahabat yang mana mereka merupakan generasi terbaik umat ini
yang Allah azza wa jala telah memuliakan mereka, mereka adalah
manusia-manusia yang terbaik akhlak dan adabnya diantara umat ini
setelah rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, mereka adalah
manusia-manusia yang paling sempurna imannya setelah rasulullah serta
paling baik amalan-amalannya diantara umat ini setelah beliau shalallahu
‘alaihi wa sallam. Maka mereka semua adalah panutan bagi kaum muslimin
dalam mengamalkan ajaran-ajaran rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,
dan juga orang-orang generasi setelah mereka yang mengikuti jalan serta
tuntunan mereka -para sahabat- (dalam beragama) dengan baik dan benar,
karena mereka hidup di tengah-tengah nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
berada satu zaman dengan beliau shalallahu ‘alahi wa sallam, langsung
menimba ilmu dan mempraktekkannya di hadapan sang pembawa syariat yang
mulia ini nabi kita Muhammad bin Abdillah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala :
{وَالسَّـابِقُونَ
الاَْوَّلُونَ مِنَ الْمُهَـاجِرِينَ وَالأَنْصَـارِ وَالَّذِينَ
اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ
وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّـاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَـارُ خَـالِدِينَ
فِيهَآ أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ }. (التوبة: 100).
“
orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah
dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya.
Itulah kemenangan yang besar.” [At Taubah 100]
Maka setelah kita mengetahui bahwa yang
demikian itu merupakan jalan yang ditempuh pada wanita dari kalangan
sahabat rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, pantaskah bagi kita
untuk mengesampingkan jalan yang ditempuh oleh mereka dengan begitu baik
di dalam beragama –semoga Allah ta ‘ala meridhai orang-orang yang menempuh dan mengikuti cara-cara mereka (para sahabat)
– dan sungguh Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan ancaman kepada
orang-orang yang menyelisihi dan tidak mengikuti cara-cara mereka (para
sahabat) dalam beragama :
{وَمَن يُشَاقِقِ
الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ
سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ
وَسَآءَتْ مَصِيراً }. (النساء: 115).
“
dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu[1] dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An Nisaa’ 115]
l Kedua : bahwasanya
‘Aisyah –ibunya kaum mukminin- dan ‘abdullah bin mas’ud radhiallahu
‘anhuma (semoga Allah meridhai keduanya) telah mengabarkan bahwa
rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, seandainya beliau melihat para
wanita tersebut sebagaimana mereka melihat, tentulah beliau akan
melarang mereka untuk keluar ke masjid-masjid, dan padahal itu di zaman
yang terbaik, zaman yang penuh keutamaan dibanding zaman kita sekarang,
maka bagaimanakah jika beliau melihat kenyataan yang terjadi dari
penampilan-penampilan wanita di zaman kita sekarang ini, empat belas
abad setelah beliau dan sungguh telah menyebar dan meluas yang demikian
itu dan menjadi sedikitlah rasa malu serta lemahnya iman di dalam hati
kebanyakan manusia saat ini ?!.
‘Aisyah dan
ibnu mas’ud radhiallahu ‘anhuma telah mengetahui nash-nash syariat yang
sempurna ini, bahwasanya setiap perkara yang padanya terdapat sesuatu
yang membahayakan atau mengkhawatirkan maka perkara tersebut hukumnya
dilarang.
الدليل الرابع:
أن
النبي صلى الله عليه وسلّم قال: «من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه يوم
القيامة». فقالت أم سلمة فكيف يصنع النساء بذيولهن؟ قال: «يرخينه شبراً».
قالت إذن تنكشف أقدامهن. قال: «يرخينه ذراعاً ولا يزدن عليه» أخرجه الترمذي 1731 والنسائي 5338 وقال الترمذي حسن صحيح.
Dalil keempat :
Berkata nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam : “barangsiapa
yang menyeret pakaiannya (memanjangkannya hingga di bawah mata kaki)
karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat. Berkata ummu salamah : lalu apa yang harus dilakukan para wanita dengan ujung-ujung (bagian bawah) dari pakaian mereka ? rasulullah berkata : potonglah sejengkal, kemudian berkata ummu salamah : kalau begitu kaki-kaki kami akan tersingkap (Terlihat), lalu berkata rasulullah : (kalau demikian) potonglah kurang dari sejengkal dan janganlah menambah lebih dari itu. [HR. Tirmidzi no. 1731 dan Nasa’i 5338]
Pada hadits
di atas adalah dalil yang menunjukkan atas wajibnya menutup kaki bagi
para wanita, dan perkara tersebut merupakan perkara yang sudah diketahui
oleh para wanita dari kalangan sahabat, dan tidak diragukan lagi bahwa
kaki lebih ringan fitnahnya dibandingkan wajah dan kedua telapak tangan.
Maka jika fitnah yang lebih rendah saja diperingatkan oleh syariat,
lebih-lebih lagi sesuatu yang berada di atasnya tentu lebih layak untuk
mendapat perhatian darinya dan lebih utama dalam segi hukum. Demikianlah
tidaklah mungkin syariat ini menghukumi atas wajibnya menutupi sesuatu
yang lebih ringan fitnahnya kemudian membiarkan untuk menyingkap /
menampakkan sesuatu yang lebih besar fitnahnya, tentu hal itu merupakan
suatu hal yang mustahil yang bertolak belakang terhadap hikmah Allah
subhanahu wa ta’ala dan syariatnya yang mulia.
الدليل الخامس:
قوله صلى الله عليه وسلّم: «إذا كان لإحداكن مكاتب وكان عنده ما يؤدي فلتحتجب منه». رواه الخمسة إلا النسائي وصححه الترمذي.
Berkata Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila salah seorang mereka memiliki mukatib [2] dan ia (si mukatib tersebut) memiliki uang untuk melunasinya, maka hendaknya ia (tuan perempuannya) berhijab darinya.” [HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, telah menshohihkan hadits ini Imam At Tirimidzi]
Sisi
pendalilan dari hadits di atas yaitu bahwasanya bagi seorang wanita yang
memiliki kedudukan (putri raja) boleh untuk menampakkan wajahnya di
hadapan budak / pelayannya selama budak tersebut dalam penguasaannya
maka apabila budak tersebut sudah tidak lagi di bawah penguasaannya /
bebas maka wajib bagi wanita tersebut untuk berhijab darinya dikarenakan
budak tersebut telah menjadi laki-laki asing, maka yang demikian itu
menunjukkan atas wajibnya bagi wanita untuk berhijab / menutup wajah
dari pandangan lelaki asing yang bukan mahramnya.
الدليل السادس:
عن عائشة رضي الله عنها
قالت: «كان الركبان يمرون بنا ونحن محرمات مع الرسول صلى الله عليه وسلّم،
فإذا حاذونا سدلت إحدانا جلبابها على وجهها من رأسها. فإذا جاوزونا
كشفناه»، رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه.
: Dalil keenam
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata : “Suatu ketika beberapa orang yang berkendara sedang melewati kami para wanita, dan saat itu kami sedang melakukan ihram[3]
bersama rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, ketika mereka lewat di
hadapan kami, maka masing-masing dari kami menurunkan cadar / jilbab
yang ada di atas kepalanya untuk menutupi wajahnya. Maka ketika mereka
telah berlalu, kamipun kembali membukanya.” [HR. Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah]
Mari kita perhatikan, pada perkataan rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas «فإذا جاوزونا» “maka ketika mereka (para pengendara) lewat di hadapan kami,” «سدلت إحدانا جلبابها على وجهها» ”maka masing-masing dari kami menurunkan cadar / jilbab yang ada di atas kepalanya untuk menutupi wajahnya. Adalah dalil atas wajibnya menutup wajah (bercadar). mengapa demikian ? dikarenakan jika di dalam ihram saja -yang padanya disyariatkan untuk menampakkan wajah, dan dilarang untuk menutupnya-,
dalam keadaan-keadaan tertentu dibolehkan untuk menutup wajah ketika
ada sebab yang mengharuskan untuk menutup wajah (karena lewatnya para
pengendara lelaki), maka lebih-lebih lagi pada keadaan yang disana
syariat tidak memerintahkan untuk membuka cadar dan menampakkan wajah,
bahkan melarang dari yang demikian itu sebagaimana telah berlalu pada
penjelasan sebelumnya.
Dan penjelasan yang demikian itu
bahwasanya menampakkan wajah ketika ihram merupakan perkara yang wajib
bagi kaum wanita menurut pendapat kebanyakan ‘ulama, dan kaidah yang
ditetapkan oleh para ‘ulama ahlu fiqih
الواجب لا يعارضه إلا ما هو واجب
Kewajiban tidaklah tergugurkan kecuali dengan sesuatu yang wajib
Oleh karena itu seandainya perintah
menutup wajah dengan cadar dari pandangan lelaki asing bukanlah suatu
kewajiban, tentu tidaklah mungkin syariat membolehkan untuk meninggalkan
perkara yang diwajibkan dalam ibadah ihram –yaitu menampakkan wajah
untuk sesuatu yang bukan wajib yaitu menutupnya.
Dan yang demikian itu telah tetap adanya
bahwa seorang wanita yang sedang melakukan ihram maka dilarang memakai
cadar dan dilarang memakai sarung tangan untuk menutupi kedua tangannya.
sebagaimana diriwayatkan di dalam shohih bukhari dan shohih muslim yang
mana kedua kita tersebut telah disepakati oleh kaum muslimin bahwa
keduanya merupakan kitab yang paling shohih setelah Al-Qur’an.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah : “dan
yang demikian itu merupakan dalil yang menunjukkan bahwasanya sejak
dahulu kala cadar dan sarung tangan merupakan suatu yang telah dikenal
dikalangan para wanita yang sedang tidak melakukan ihram, yang mana pada
keadaan selain ihram, syariat menuntut mereka untuk menutup wajah-wajah
mereka dan tangan-tangan mereka .”
Demikianlah enam dalil dari as-sunnah
yang menunjukkan atas disyariatkannya bercadar / berhijab bagi wanita,
serta menutup dari pandangan lelaki asing.
maka dari itu masihkah ada celaan dan hujatan kepada mereka, sedangkan mereka berdiri di atas dalil ???
oleh : Admin jejakrusul
penghujung musim panas
bumi nabi-nabi, jaziroh arabia…
yaman selatan
12 Syawal 1431
bersambung…. إن شاء الله
[1] Allah membiarkan mereka bergelimang dalam kesesatan
[2] Mukatib adalah budak yang tuannya memberikan kemerdekaan baginya dengan syarat si budak membayar jumlah uang tertentu.
[3] Ihram merupakan rukun dari rukun-rukun ibadah haji dan umrah imana khusus pada waktu itu para wanita diperintahkan untuk menampakkan wajah-wajah mereka dan dilarang menutupinya. Begitu juga dalam sholat, para wanita diperintahkan untuk membuka cadarnya.
http://jejakrusul.wordpress.com/2010/09/21/menyingkap-hakekat-tabir-hijab-cadar-wanita-wanita-terasing-2/
0 komentar:
Posting Komentar