Telah
disebutkan dalam sahih Bukhari dari hadits Abu Hurairah Radhiallohu
Anhu bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
ما أَنْزَلَ الله دَاءً إلا أَنْزَلَ له شِفَاءً
“Tidaklah Allah menurunkan satu penyakit melainkan Allah telah menurunkan untuknya obat penyembuh.”
(HR.Bukhari,no:5354)
Demikian
pula disebutkan dalam sahih Muslim dari hadits Jabir radiallohu anhu,
bahwa Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فإذا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عز وجل
“Setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu sesuai dengan penyakitnya, akan sembuh dengan izin Allah Azza wajalla,.”
(HR.Muslim,no:2204)
Disebutkan pula dari hadits Usamah bin Syarik radiallohu anhu, berkata :
Telah datang seorang Baduwi kepada Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, lalu berkata: Wahai
Rasulullah, Siapakah manusia terbaik? Beliau menjawab: yang paling baik
akhlaknya. Lalu Ia bertanya lagi: Wahai Rasulullah, Apakah boleh kami
berobat? Jawab Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, :
تَدَاوَوْا فان اللَّهَ لم يُنَزِّلْ دَاءً ألا أَنْزَلَ له شِفَاءً عَلِمَهُ من عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ من جَهِلَهُ
“Berobatlah
wahai hamba Allah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit
melainkan Allah menurunkan obat untuknya, ada yang mengetahuinya dan ada
pula yang tidak mengetahuinya.”
Dalam riwayat lain dengan lafaz:
إِنَّ اللَّهَ عز وجل لم يُنْزِلْ دَاءً إِلا أَنْزَلَ له دَوَاءً غير دَاءٍ وَاحِدٍ قالوا يا رَسُولَ اللَّهِ وما هو قال الْهَرَمُ
“Sesungguhnya
Allah Azza wajalla, tidak menurunkan satu penyakit melainkan Allah
menurunkan untuknya obat, kecuali satu penyakit”. Mereka bertanya: apa
itu wahai Rasulullah?, Beliau menjawab: “Pikun”.
(HR.Ahmad
(4/278), lafazh yang kedua diriwayatkan oleh Abu Dawud (3855),
Thabarani dalam al-kabir (1/181), Ibnu Hibban (486), Al-Hakim dalam
Al-Mustadrak (4/220), Al-Humaidi dalam musnad (824), Al-Mukhtarah
(4/169), disahihkan Al-Albani dalam shahih al-jami’,no:2930)
Penyakit bodoh dengan bertanya
Hadits
ini mencakup berbagai macam penyakit hati, rohani dan jasmani demikian
pula penawarnya. Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, telah menyebutkan
bahwa kejahilan merupakan sebuah penyakit, dan Beliau menerangkan
obatnya dengan bertanya kepada para ulama. Allah Azza wajalla,
berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Bertanyalah kepada ahlinya jika kalian tidak mengetahui.”
(QS.An-Nahl:43, Al-Anbiya:7)
Disebutkan
dari hadits Jabir radiallohu anhu, berkata: kami keluar dalam satu
perjalanan safar, lalu salah seorang dari kami dijatuhi batu yang
melukai kepalanya. Lalu dia dalam keadaan junub, maka dia bertanya
kepada sahabtnya: apa menurut kalian ada keringanan bagiku untuk
bertayammum? Mereka menjawab: Kami tidak mendapati keringanan bagimu
jika engkau sanggup menggunakan air. Maka iapun mandi, akhirnya ia mati.
Tatkala kami mendatangi Nabi Shallallohu ‘alaihi wasallam, , Beliau dikabari tentang hal itu, maka Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, bersabda:
“Mereka
telah membunuhnya, Semoga Allah membunuh mereka (Beliau mengucapkannya
sebagai bentuk hardikan, pent). Tidakkah mereka bertanya jika mereka
tidak mengetahui? Sesungguhnya obat dari kejahilan adalah bertanya.”
(HR.Abu Dawud (336), dihasankan oleh Al-Albani dalam sahih Abu Dawud)
Maka Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wasallam, memberitakan bahwa kejahilan merupakan penyakit, dan obatnya adalah bertanya.
Alqur’an sebagai obat
Allah Subhaanah wata’aala, juga mengabarkan bahwa Al-qur’an merupakan obat. Firman-Nya:
وَلَوْ
جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ
أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
“Dan
jikalau Kami jadikan Al Qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa selain
Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan
ayat-ayatnya?" Apakah dalam bahasa asing dan bahasa Arab? Katakanlah: "Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang mu'min.”
(QS.Fusshilat:44)
Allah Azza wajalla, juga berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami menurunkan Al-Qur’an yang merupakan obat dan rahmat bagi kaum mukminin.”
(QS.AL-Isra: 83)
Kata (من)
“min” di dalam ayat ini untuk menjelaskan jenis al-qur’an, bukan untuk
menerangkan sebagian al-qur’an, sebab al-qur’an seluruhnya merupakan
obat sebagaimana yang telah dijelaskan pada ayat yang pertama. Al-Qur’an
merupakan obat dari penyakit kejahilan dan keraguan, dan Allah Azza
wajalla, tidaklah menurunkan dari langit sebuah obat penyembuh yang
lebih bermanfaat dan lebih dahsyat dan lebih manjur dalam menghilangkan
penyakit daripada Al-Qur’an. Telah disebutkan dalam dua kitab sahih
(Bukhari dan Muslim) dari hadits Abu Sa’id AL-Khudri radiallohu anhu,
berkata : ada beberapa sahabat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam sedang
melakukan perjalanan safar, lalu mereka singgah di salah satu kampung
Arab dan mereka meminta agar dijamu sebagai tamu, namun penduduk
tersebut enggan menjamu mereka. Maka
kepala kampung tersebut sedang sakit disebabkan sengatan serangga, lalu
mereka berusaha mencari penawarnya, namun tidak memberi manfaat sama
sekali. Sebagian mereka mengatakan: Kalau seandainya ka;ian mendatangi
sekelompok orang tersebut yang sedang singgah di kampung ini, semoga
saja diantara mereka ada sesuatu yang bermanfaat. Maka merekapun
mendatangi para sahabat, dan berkata: Wahai sekelompok orang,
sesungguhnya pimpinan kami sedang sakit disengat serangga, dan kami
telah berusaha dengan segala cara namun tidak memberi hasil yang
bermanfaat, apakah diantara kalian memiliki sesuatu? Sebagian sahabat
menjawab: Demi Allah saya bisa melakukan ruqyah, akan tetapi kami
meminta kalian menjamu kami namun kalian tidak melakukannya. Maka saya
tidak akan meruqyahnya hingga kalian memberi upah untuk itu. Maka
merekapun sepakat untuk memberikan beberapa ekor kambing. Maka
berangkatlah (Abu Sa’id) untuk meruqyah dengan mengeluarkan ludah kecil
sambil membaca “Alhamdulillahi Rabbil Alamin” (Surah al-fatihah, pent).
Maka tiba- tiba ia seperti orang yang lepas dari ikatan, dan ia segera
berjalan dalam keadaan tidak merasa sakit. Maka merekapun segera
menunaikan kesepakatan upah yang telah menjadi kesepakatan mereka.
Sebagian ada yang berkata: berbagilah (dari upah tersebut), Namun yang
meruqyah berkata: Kami tidak melakukannya hingga kami mendatangi Nabi
Shallallahu ALaihi Wasallam dan menceritakan kejadian sebenarnya, lalu
kami menunggu apa yang Beliau perintahkan. Lalu merekapun mendatangi
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan mennceritakan hal itu. Maka
Beliau bersabda:
“Bukankah
kalian mengetahui bahwa surah itu merupakan ruqyah? Kalian telah benar.
Bagilah upah kalian, dan ikut sertakan aku dalam pembagian itu.”
(Muttafaq Alaihi)
Perhatikan,
obat ini memberi pengaruh pada penyakit tersebut dan menghilangkannya
seperti tidak terjadi apa- apa. Ini merupakan obat yang paling mudah dan
ringan, jika seandainya seorang hamba berobat dengan surah al-fatihah,
maka dia akan melihat pengaruhnya yang dahsyat dalam menyembuhkan.
Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah:
“Aku
tinggal di Makkah beberapa lama dalam keadaan aku terserang beberapa
penyakit yang aku tidak mendapatkan dokter dan tidak pula obat. Maka aku
mengobati diriku dengan surah al-fatihah, maka akupun melihat sebuah
pengaruh yang menakjubkan. Maka akupun melakukan hal itu kepada orang
yang menderita sakit, sehingga banyak diantara mereka yang sembuh dalam
waktu cepat.
Namun
disini ada hal yang harus diperhatikan yaitu: bahwa zikir- zikir, ayat-
ayat dan doa- doa yang digunakan sebagai penyembuh dan dijadikan
sebagai ruqyah pada asalnya bermanfaat dan menyembuhkan. Namun
harus pula dibantu dengan kesiapan lokasi yang siap menerima penyembuh
tersebut, kekuatan tekad dari pelaku, demikian pula pengaruhnya. tidak
memberi kesembuhan disebabkan lemahnya pengaruh pelaku, atau lokasi yang
dituju tidak siap menerima, atau hal lain yang memiliki kekuatan untuk
mencegah kemanjuran obat tersebut, seperti halnya obat- obat yang lain
terhadap penyakit- penyakit jasmani, dimana satu obat tidak memberi
pengaruh disebabkan karena tabiat tubuhnya yang tidak siap menerima obat
tersebut, atau hal lain yang
memiliki kekuatan dalam mencegah pengaruh obat itu. Sebab jika tabiat
tubuh siap menerima obat tersebut secara sempurna, maka manfaatnya bagi
jasmani sesuai kesiapannya dalam menerima obat itu, maka demikian pula
halnya hati jika siap menerima ruqyah dan ta’awwudz secara sempurna,
dikuatkan lagi oleh si peruqyah yang memiliki jiwa dan upaya yang kuat
dalam memberikan pengaruh hilangnya penyakit.”
Doa, menolak bala
Demikian
pula doa, merupakan sebab yang paling kuat dalam menolak segala hal
yang dibenci, namun terkadang tidak memiliki pengaruh disebabkan
lemahnya doa tersebut, karena doa yang dipanjatkan merupakan doa yang
dibenci Allah, karena mengandung permusuhan. Atau disebabkan karena
lemahnya hati yang tidak menghadap kepada Allah Ta’ala dan tidak
konsentrasi ketika berdoa, keadaannya seperti busur yang sangat
renggang, sehingga menyebabkan lemparan anak panah pun menjadi lemah,
atau ada penghalang yang menyebabkan tidak terkabulnya doa, sepert makan
makanan yang haram, hati yang telah tertutup dengan noda- noda dosa,
dan kelalaian serta syahwat yang lebih mendominasi dan menguasai hati
tersebut. Sebagaiman ayang disebutkan dalam mustadrak Al-Hakim dari
hadits Abu Hurairah Radhiallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi
Wasallam bersabda:
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً من قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kalian yang
doa itu terkabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidaklah menerima doa
yang berasal dari hati orang yang lalai lagi tidak konsentrasi.”
(HR. Tirmidzi, no:3479, Al-Hakim dalam mustadrak: 1/670. Dihasankan Al-Albani dalam sahih al-jami’: 245)
Demikian
pula disebutkan dalam sahih Muslim dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu
Anhu berkata: bersabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam :
أَيُّهَا
الناس إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إلا طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ
أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فقال ) يا
أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا من الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إني
بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ ( وقال ) يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا
من طَيِّبَاتِ ما رَزَقْنَاكُمْ ( ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ
السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إلى السَّمَاءِ يا رَبِّ يا
رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ
وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Wahai
sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik, dan Allah tidak
menerima kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kaum
mukminin sebagaimana Allah memerintahkannya kepada para rasul.
Firman-Nya:
“Wahai
sekalian para rasul, makanlah dari yang baik dan beramallah dengan
amalan saleh, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian perbuat.”
Dan firman-Nya:
“Wahai orang- orang yang beriman,makanlah dari yang baik dari rezki yang kami berikan kepada kalian.”
Lalu
Beliau menyebutkan tentang seorang lelaki yang melakukan perjalanan
safar yang panjang, dalam keadaan kusut penuh dengan debu, sambil
menengadahkan kedua tangannya kearah langit dan berkata: Wahai
Rabb-ku...wahai Rabbku. Namun ternyata makanannya dari hasil yang haram,
minumnya dari hasil yang haram, pakaiannya dari hasil yang haram, dan
dipenuhi dengan hal- hal yang haram, bagaimana mungin doanya
terkabulkan?.”
(HR.Muslim:1015)
Abdullah bin Imam Ahmad menyebutkan dalam kitab “Zuhud” karya ayahnya: bahwa
suatu ketika Bani Israil tertimpa musibah, maka merekapun keluar menuju
ke sebuah tempat. Maka Allah mewahyukan kepada nabi-Nya dan mengabarkan
kepadanya: bahwa kalian (Bani Israil) keluar menuju sebuah tanah lapang
dengan tubuh yang najis, lalu kalian mengangkat telapak tangan kalian
kepadaku yang telah kalian lumuri dengan menumpahkan darah, dan kalian
memenuhi rumah kalian dengan perkara yang haram. Lalu tatkala
kemarahan-Ku yang sangat terhadap kalian, (kalian datang menghadap-Ku),
tidak semakin menambah kalian terhadap melainkan semakin jauh.”
Berkata Abu Dzar: cukuplah ketaatan bersama doa, seperti makanan yang cukup dengan garam.”
(Dikutip dari kitab: Al-Jawab Al-Kafi karya Ibnul Qayyim dengan beberapa perubahan.)
http://salafybpp.com/index.php/fataawa/138-obat-segala-penyakit
0 komentar:
Posting Komentar