Ditulis Oleh Ustadz Marwan Abu Hafsh
Dalam perjalanan kehidupan ini kita
senantiasa menyaksikan, apakah dengan penglihatan kita, pendengaran kita
atau dengan persaksian yang selainnya, ada seorang yang terlahir di
muka bumi ini di waktu yang telah lalu, kemarin atau hari ini. Dengan
berjalannya waktu, mereka tumbuh berkembang. Terkadang seseorang tidak
sempat memikirkan tanda-tanda kebesaran Allah dalam penciptaan manusia
tersebut. Sesungguhnya dari apa kita diciptakan Allah? Lebih lagi tidak
mengerti untuk apa manusia diciptakan.
Allah Ta’aala berfirman :
هَلْ أَتَىٰ عَلَى الْإِنسَانِ حِينٌ مِّنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُن شَيْئًا مَّذْكُورًا
إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
Bukankah Telah datang atas manusia
satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang
dapat disebut?Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari setetes
mani yang bercampur yang kami hendak mengujinya (dengan perintah dan
larangan), Karena itu kami jadikan dia mendengar dan
Melihat.Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir.(Al-Insan : 1-3).
Allah Ta’aala mengatakan dengan
menyebutkan dalam surat yang mulia ini (surat al-Insan) awal permulaan
keadaan seorang manusia, baik permulaannya, pertengahan dan akhir
manusia tersebut. Allah Ta’aala menyebutkan Sebelum adanya manusia ,
telah berlalu suatu masa yang sangat panjang ia adalah sesuatu yang
tidak ada, atau bahkan sesuatu yang tidak bisa disebut. Di saat Allah
Ta’aala menghendaki untuk menciptakan manusia, maka Allah cipta Adam
bapak manusia yang terbuat dari tanah, hingga secara berturutan sambung
menyambung Allah Ta’aala cipta anak cucu Adam. Allah Ta’aala katakan :
“Dari setetes air mani yang telah bercampur”.
Yaitu air yang hina dan menjijikkan,
Allah Ta’aala hendak mengujinya dengan perkara tersebut. Agar Allah
Ta’aala mengetahui apakah ia (manusia) kemudian melihat keadaannya di
awal pertama dan memikirkan ataukah ia melupakannya atau bahkan ia
menipu dirinya sendiri?
Allah Ta’aala telah menjadikan manusia
serta memberikan kekuatan dalam bentuk lahir dan batin, semisal
pendengaran, penglihatan dan bagian-bagian tubuh yang lain. Kemudian
Allah Ta’aala menyempurnakannya dan menjadikan semua itu dalam keadaan
baik dan berfungsi sehingga ia mampu mencapai apa yang menjadi maksud
tujuannya.
Hingga Allah Ta’aala utus para Rasul
utusanNya, Allah turunkan kitab-kitabNya kepada mereka (manusia) serta
menunjuki manusia suatu jalan yang akan menghantarkan mereka kepada
Allah Ta’aala. Memberikan motivasi di kala manusia menempuh jalan
tersebut, dan menjelaskan tentang apa yang akan didapatkan ketika
seseorang itu telah sampai kepada Allah Ta’aala.
Kemudian Allah terangkan kepada manusia
jalan-jalan yang akan menyeret kepada kebinasaan. Allah Ta’aala
memberikan ancaman (bagi manusia) terhadap jalan tersebut, serta
menjelaskan perihal apa yang akan ia terima apabila seseorang memilih
menempuh jalan tersebut, dan Allah mengujinya dengan perkara itu. Maka
manusia terbagi, menjadi seorang yang bersyukur terhadap kenikmatan
Allah Ta’aala yang diberikan kepadanya, sehingga ia kemudian menunaikan
hak-hak yang Allah embankan kepadanya, bagian manusia yang lain adalah
seorang yang kufur terhadap kenikmatan yang telah Allah berikan kepada
mereka terkait kenikmatan agama dan kenikmatan dunia, ia menolaknya
hingga kufur kepada Rabb-nya dan ( lebih memilih) untuk menempuh jalan
yang menjerumuskan kepada kebinasaan Demikian apa yang dituturkan oleh as-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di dalam kita Taisirul Karimir Rahman fii Tafsiiri Kalaamil Mannan tafsir surat al-Insan ayat 1-3).
Dari setetes air mani yang hina lagi
menjijikkan yang telah bercampur dengan hal yang serupa, itulah asal
mula kita sebagai anak cucu Adam, dalam keadaan berada dan melewati
jalan yang biasa di lewati suatu hal yang najis. Itulah asal mula
keberadaan kita sebagai manusia. Semua itu dimengerti oleh setiap
individu yang bisa menggunakan akalnya. Dan hendaknya setiap individu
menyadari hal tersebut, untuk kemudian tahu akan dirinya, yang harus
tunduk kepada setiap seruan penciptanya yaitu Allah Ta’aala yang telah
memberikan kemuliyaan kepadanya, berupa ilmu dan seluruh
kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah Ta’aala berikan kepadanya.
Untuk beribadah hanya kepada Allah
Ta’aala semata dan untuk tidak sedikitpun mensekutukan kepada Allah
Ta’ala dengan sesuatupun, itulah tujuan diciptakannya manusia. Tujuan
yang sangat mulia. Setiap manusia hendaknya mencari tujuan yang sangat
mulia tersebut . Hanya untuk beribadah kepada-Nya semata.
Firman Allah Ta’aala :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (adz-Dzariyaat : 56).
Dengan mengingat kembali, dari apa
manusia dicipta ia akan mengetahui kedudukan dirinya, ia tahu kadar
dirinya, ia akan mengetahui betapa banyak kesempurnaan-kesempurnaan yang
diberikan Allah atas dirinya sebagai makhluk. Dan dengan mengingat
kembali dari apa ia dicipta, adakah kesempatan seseorang untuk kemudian
berlaku kibir (sombong) kepada sesamanya, sedangkan ia dicipta dari
suatu yang sama-sama menjijikkan. Dan Terlebih dari pada itu adakah
kesempatan berlaku kibir (sombong) di hadapan Allah Ta’aala yang telah
menciptakannya? Yang telah menyempurnakannya sebagai makhluk?
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .(at-Tiin : 4)
Hendaklah setiap individu menyadari dan
sesaat untuk senantiasa mengingat kembali, dari apa asal ia dicipta ini?
Sehingga pada akhirnya mengetahui kedudukan dan kadar dirinya, dan
mengetahui untuk tujuan mulia apa ia dicipta?
Wallahu Ta’aala a’lam.
sumber : http://www.salafy.or.id/mengingat-kembali-dari-apa-kita-dicipta/
0 komentar:
Posting Komentar