بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam kitab Ad-Daa’ Wad Dawaa’, Ibnu Qoyyim rahimahullah menukilkan perkataan Al-Hafidz Abu Muhammad Abdul Haq bin Abdurrahman Al-Isybiliy rahimahullah.
Beliau berkata, “Ketahuilah! Su’ul khotimah
(akhir kehidupan yang jelek) – semoga Allah melindungi kita darinya –
mempunyai beberapa sebab, jalan dan pintu (yang dapat mengantarkan kita
kepadanya). Diantaranya adalah tenggelam dalam kenikmatan dunia,
berpaling dari akhirat dan berani untuk berbuat maksiat kepada Allah.
Satu macam dari bentuk kesalahan, kemaksiatan, berpaling dari akhirat
dan kelancangan untuk berbuat maksiat kerapkali mengalahkan seseorang,
yang dengannya hati menjadi terkekang, akal tertawan, cahaya hati
menjadi padam hingga muncul tabir yang menghalangi (dari kebaikan). Tak
akan bermanfaat baginya peringatan dan nasehat. Bisa saja kematian
menjemput seseorang dalam keadaan seperti itu. Dia tidak dapat
mendengarkan panggilan dari tempat yang jauh, tidak memahami apa yang
dimaksud dan tidak mengetahui apa yang dia inginkan walaupun yang
memanggil mengulangi panggilannya berulang kali”.
Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy, “Ada seorang anak buah kholifah Nashir sedang dalam keadaan sakaratul maut (sekarat), maka anaknya berkata kepadanya, “Ucapkanlah laa ilaaha illallaahu”
sang ayah menjawab, “Nashir adalah tuanku”. Sang anak mengulangi
ucapannya dan sang ayahpun mengulangi jawabannya. Tiba-tiba sang ayah
pingsan. Ketika siuman, sang ayah mengucapkan, “Nashir adalah tuanku”.
Inilah kebiasaan dia, ketika diperintahkan untuk mengucapkan laa ilaaha illallaahu,
dia malah berkata, “Nashir adalah tuanku”. Kemudian dia berkata pada
anaknya, “Ya fulan! Nashir hanya mengenalimu dengan pedangmu saja dalam
peperangan! Kemudian sang ayah meninggal”.
Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy, “Dikatakan juga pada orang yang aku kenal, “Ucapkanlah laa ilaaha illallaahu“,
dia malah mengucapkan, “Perbaikilah ini dan itu yang ada dirumah fulan,
kerjakanlah dikebun milik fulan demikian dan demikian”.
Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy,
“Abu Thohir As-Silafy mengizinkan aku untuk menceritakan, ada seorang
sedang dalam keadaan sekarat, kemudian dikatakan kepadanya, “Ucapkanlah laa ilaaha illallaahu“, dia malah mengucapkan dengan bahasa Paris, “dah yazadah” yang artinya sepuluh dengan sebelas”.
Dikatakan juga pada orang lain, “Ucapkanlah laa ilaaha illallaahu“, dia malah menjawab, “Dimana jalan menuju pemandian Minjab (nama pemandian)?”.
Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy,
“Jawaban ini memiliki sebuah cerita. Ketika itu ada orang berdiri
didepan rumahnya, pintunya mirip pintu pemandian Minjab. Tiba-tiba
wanita cantik lewat dihadapannya, seraya bertanya kepadanya, “Dimana
jalan menuju pemandian Minjab?”, maka dia menjawab (sambil menunjuk
rumahnya), “Ini pemandian Minjab”. Sang wanita masuk rumah tersebut dan
sang laki-laki mengikuti dari belakangnya. Ketika sang wanita melihat
dirinya berada dalam rumah dan mengetahui kalau dia telah ditipu, sang
wanita pura-pura menampakkan wajah gembira dan senang dengan pertemuan
bersama laki-laki tersebut. Sang wanita berkata kepadanya, “Alangkah
bagusnya jika ada yang bisa membuat hidup kita indah sekaligus membuat
hati kita senang”. Laki-laki tersebut berkata kepadanya, “Saat ini juga
aku akan mendatangkan apa yang kamu inginkan dan kamu sukai”. Kemudian
dia keluar dan meninggalkan wanita dalam rumah tanpa mengunci pintunya.
Ketika dia kembali dengan membawa apa yang bisa dibawa, tiba-tiba wanita
tersebut telah keluar dan pergi tanpa mengambil sesuatupun dari
rumahnya. Sang laki-laki semakin tergila-gila dengan perempuan itu dan
selalu mengingatnya. Dia berjalan digang-gang dan lorong-lorong seraya
berkata, “Duhai wanita yang berkata disuatu hari dalam keadaan capek,
“Kemana jalan menuju pemandian minjab?”.
Pada suatu hari, disaat dia
mengalunkan puisi tersebut, tiba-tiba seorang perempuan dari sebuah
jendela menjawab puisi laki-laki tersebut seraya berkata, “Hai laki-laki
yang tidak punya rasa cemburu!
Mengapa kamu tidak langsung menjaga rumahmu atau mengunci rumahmu, ketika kamu mendapatkannya?”
Bertambahlah luapan cinta dan
seleranya terhadap perempuan tadi. Dia terus dalam keadaan seperti ini
sampai kata terakhir yang dia ucapkan didunia adalah puisi tadi!.
Pada suatu malam, Sufyan
Ats-Tsauriy menangis hingga pagi, dipagi harinya ada yang bertanya
kepada beliau, “Apakah tangisanmu ini menunjukkan takutnya kamu terhadap
dosa-dosa?”. Beliau kemudian mengambil jerami dan berkata, “Dosa-dosa
itu lebih ringan dari pada ini. Tadi malam aku menangis dikarenakan
takut mendapatkan su’ul khotimah“.
Ini termasuk pemahaman yang
agung, yaitu seseorang takut tehadap dosa yang akan mengalahkannya
ketika ajal datang menjemputnya, hingga akhirnya menjadi penghalang dari
husnul khotimah/akhir yang baik.
Imam Ahmad menyebutkan kisah
sahabat Abu Darda’ disaat menjelang wafatnya, beliau tak sadarkan diri.
Dan ketika sadar, beliau membaca firman Allah ta'ala :
“Dan (begitu pula) Kami
memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah
beriman kepadanya (al-qur’an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka
bergelimang dalam kesesatannya yang sangat” (QS. Al-An’am : 110).
Lantaran itulah, para ulama salaf takut jika dosa-dosanya menjadi penghalang dari husnul khotimah.
Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy, “Ketahuilah! Su’ul khotimah,
– semoga Allah melindungi kita darinya – Alhamdulillah belum pernah
didengar dan diketahui terjadi pada orang-orang yang istiqomah dan
sholeh. Su’ul khotimah hanya terjadi pada orang-orang yang
memiliki kerusakan aqidah, berani dan terus-menerus melakukan dosa-dosa
besar. Kerap kali dosa-dosa ini mengalahkan seseorang hingga kematian
menjemputnya sebelum dia bertaubat dan memperbaiki niatnya. Disaat itu
setan merasa menang dan berhasil merenggutnya. Kita berlindung kepada
Allah dari hal yang demikian”.
Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy,
“Dulu, di Mesir ada seorang yang tinggal dimasjid untuk mengumandangkan
adzan, qomat dan menunaikan sholat. Hingga terlihat darinya cahaya
keta’atan dan ibadah. Suatu hari – seperti biasanya – dia naik menara
untuk mengumandangkan adzan. Dibawah menara terdapat rumah orang
kristen. Ketika naik menara, dia melihat wanita pemilik rumah tersebut,
akhirnya dia tergila-gila dengannya. Seketika itu juga dia meninggalkan
adzan, turun dan masuk kerumah si wanita itu. Si wanita bertanya
kepadanya, “Ada keperluan apa? dan apa yang kamu mau?” dia menjawab,
“Aku menginginkanmu”. Si wanita bertanya kembali, “Kenapa?”. Dia
menjawab, “Karena engkau telah menawan hatiku dan mengambil semua isi
hatiku”. Si perempuan berkata, “Aku tidak akan terima keinginanmu
selama-lamanya”. Dia berkata, “Aku akan menikahimu”. Si perempuan
menjawab, “Kamu muslim sedangkan aku Kristen dan ayahku tidak akan
menikahkan aku denganmu”. Dia berkata, “Kalau begitu, aku akan masuk
Kristen”. Si perempuan berkata, “Kalau kamu lakukan, aku akan nikah
denganmu”. Akhirnya, si laki-laki itu masuk Kristen untuk menikahinya.
Dia tinggal bersama dengan keluarga si perempuan. Di hari itu, dia naik
atap rumah dan terjatuh darinya, akhirnya mati seketika itu juga. Malang
nasibnya, dia tidak mendapatkan perempuan sekaligus kehilangan
agamanya”.
Berkata Abdul Haq Al-Isybiliy,
“Ada orang yang sangat suka dengan temannya, sampai-sampai kesukaannya
merasuk dihatinya. Hingga gara-gara itu dia sakit dan harus berbaring
diatas tempat tidur. Dan temannya selalu menghindar darinya. Orang
perantara senantiasa berusaha untuk membuat janji agar temannya mau
menjenguknya. Dia sangat gembira dan senang saat dikabari temannya akan
menjenguknya. Disaat menunggu kedatangan temannya, tiba-tiba perantara
itu datang dan berkata, “Tadi dia berangkat bersamaku, tapi ketika
ditengah perjalanan dia kembali lagi. Aku berusaha membujuk dan
merayunya, tapi dia malah berkata, “Dia mengingatku dan senang dengan
kedatangannku, tapi aku tak akan masuk ke pintu-pintu kecurigaan dan aku
tak akan masukkan diriku pada tempat-tempat yang penuh dengan
kecurigaan”. Akupun kembali berusaha untuk membujuknya, namun dia enggan
dan pergi begitu saja. Ketika dia mendengar kabar ini, dia menyesal dan
tambah parah sakit yang dia derita. Ketika terlihat tanda-tanda
kematian, dia malah melantunkan sebuah puisi,
“Wahai Salmu, wahai penyenang
orang yang sakit, wahai penyembuh orang yang sakit keras nan kurus,
keridhaanmu lebih aku sukai dalam hatiku dari pada kasih sayang Sang
Pencipta lagi Mulia”.
Aku berkata kepadanya, “Wahai
fulan! Takutlah kepada Allah!”. Dia berkata, “Itu sudah terjadi”. Akupun
berdiri meninggalkannya. Sebelum melewati pintu rumahnya, aku mendengar
pekik kematian.
Kita berlindung kepada Allah dari su’ul khotimah.
( diterjemahkan dari kitab Ad-Daa’ Wad Dawaa’ hal. 237 – 241 cet. Dar Ibnul Jauzi )
sumber : http://durusyaman.wordpress.com/2013/01/15/kisah-cinta-membawa-akhir-hidup-yang-jelek/
0 komentar:
Posting Komentar