Bacaan Qur’an-mu jangan Mengganggu Orang Lain
oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah –hafizhahullah-
Ini
adalah sebuah fenomena yang sering terjadi di sebagian masjid-masjid,
adanya sebagian pengurus masjid yang memutar kaset ngaji alias kaset
murottal atau sholawatan, sehingga mengganggu orang lain yang sedang
sholat atau membaca Al-Qur’an atau orang yang sedang berdzikir. Ada lagi di sebagian tempat yang membaca Al-Qur’an melalui lisannya dengan suara keras,
sedang orang-orang yang ada di sampingnya dari kalangan orang-orang
yang sedang sholat, berdzikir, atau majelis taklim yang sedang
berlangsung. Mereka semua merasa terganggu. sementara yang membaca
Al-Qur’an dengan suara keras tadi santai saja dan tak merasa bersalah
dengan sikapnya itu.
Para pembaca yang budiman,
fenomena yang seperti ini amat perlu kita kaji hukumnya agar kita semua
tahu. Karenanya, kali ini kami turunkan materi dan artikel ringkas
berupa fatwa dari sebagian ulama kita.
Seorang penanya pernah berkata kepada Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah-,
ما حكم قراءة القرآن في المسجد بصوت مرتفع مما يسبب التشويش على المصلين؟
“Apa hukum membaca
Al-Qur’an di masjid dengan suara yang tinggi sehingga menyebabkan
gangguan bagi orang-orang yang sedang sholat?”
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- menjawab,
حكم قراءة الرجل في
المسجد في الحال التي يشوش بها على غيره من المصلين، أو الدارسين، أو قارئ
القرآن، حكم ذلك حرام، لوقوعه فيما نهى عنه النبي صلى الله عليه وسلم، فقد
روى مالك في الموطأ عن البياضي (هو فروة بن عمرو) أن النبي صلى الله عليه
وسلم خرج على الناس وهم يصلون وقد علت أصواتهم بالقراءة، فقال: “إن المصلي
يناجي ربه فلينظر بما يناجيه به، ولا يجهر بعضكم على بعض بالقرآن” . وروى
نحوه أبو داود من حديث أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- .
“Hukum seseorang membaca
Al-Qur’an di masjid dengan kondisi yang memberikan gangguan dengannya
bagi yang lain dari orang-orang yang sedang sholat atau mengajar, atau
membaca Al-Qur’an; hukum perkara itu adalah haram, karena terjerumusnya
ia ke dalam sesuatu yang dilarang oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa
sallam-.
Sungguh Malik telah
meriwayatkan (sebuah hadits) di dalam Al-Muwaththo’ dari Al-Bayadhiy
(yaitu, Farwah bin Amer) bahwa Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-
pernah keluar menemui manusia, sedang mereka melaksanakan sholat.
Sementara suara mereka tinggi (keras) dalam membaca Al-Qur’an. Beliau
bersabda,
“Sesungguhnya
orang yang sedang sholat bermunajat (berbincang secara lirih) dengan
Robb-nya. Karenanya, hendaklah ia memperhatikan dengan apa ia munajati
Robb-nya dan janganlah sebagian orang diantara kalian mengeraskan suaranya atas yang lain dalam membaca Al-Qur’an”.[1]
Hadits ini diriwayatkan semisalnya oleh Abu Dawud dari Abu Sa’id Al-Khudri -radhiyallahu anhu-”[2]
[Sumber Fatwa: Majmu' Fatawa wa Rosa'il Asy-Syaikh Al-Utsaimin (13/13/no. 364)]
Fatwa yang dinyatakan oleh
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- sejalan dengan
penjelasan Al-Imam Abul Walid Al-Bajiy -rahimahullah-.
Abul Walid Al-Bajiy
-rahimahullah- berkata dalam menjelaskan alasan Nabi -Shallallahu
alaihi wa sallam- melarang untuk mengangkat suara saat membaca Al-Qur’an
dalam sholat sunnah, sedang saudaranya juga sholat sunnah,
“Karena, di dalam hal itu
terdapat gangguan kepada yang lain dan halangan untuk menghadap kepada
sholat, konsentrasinya hati kepada sholat, dan perhatian seseorang
terhadap sesuatu yang ia ucapkan kepada Robb-nya berupa bacaan
Al-Qur’an. Jika mengangkat suara dalam membaca Al-Qur’an adalah
terlarang ketika itu (yakni, dalam kondisi sholat), karena mengganggu
orang-orang yang sholat, nah kalau dilarang mengangkat suara saat
berbicara dan lainnya, maka tentunya lebih utama (untuk dilarang)
berdasarkan sesuatu yang telah kami sebutkan; juga karena di dalam
perbuatan itu terdapat perendahan terhadap masjid-masjid, serta tidak
menghormatinya, tidak membersihkannya sebagaimana wajibnya, dan tidak
menfokuskannya untuk tujuan masjid itu dibangun, yakni mengingat Allah
-Ta’ala-”. [Lihat Al-Muntaqo Syarh Al-Muwaththo' (1/185)]
- Kesimpulan
- Membaca Al-Qur’an dengan suara keras sehingga mengganggu orang lain yang sedang sholat atau bermajelis ilmu adalah terlarang.
- Niat yang baik tidaklah cukup dalam membenarkan suatu perkara yang keliru. Karenanya, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang seseorang membaca Al-Qur’an jika mengganggu yang lain, walaupun si pembaca niatnya baik.
- Jika suara bacaan Al-Qur’an saja terlarang jika mengganggu orang lain, maka tentunya suara-suara lain yang mubah lebih terlarang lagi jika menimbulkan gangguan. Terlebih lagi jika suara itu haram, misalnya suara musik.[3]
- Hendaknya seseorang melirihkan suara dalam berdoa. Demikian pula saat membaca Al-Qur’an jika takut bacaannya mengganggu orang lain.
[1] HR. Malik dalam Al-Muwaththo’ (no. 177), dan Ahmad dalam Al-Musnad (4/344). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (no. 856).
[2] HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/94), dan Abu Dawud dalam As-Sunan (no. 1332). Syaikh Al-Albaniy menilainya sebagai hadits shohih dalam Ash-Shohihah (1597) & (1603).
[3] Jika anda ingin mengetahui dalil-dalil tentang haramnya musik, silakan baca artikel kami dalam website ini dengan judul “Saatnya Mati’in Musik Lho” dan “Beginikah Cara Menyambut Metallica?”.
sumber : http://pesantren-alihsan.com/
0 komentar:
Posting Komentar