Kamis, 05 September 2013

Bacaan Qur’an-mu jangan Mengganggu Orang Lain

Bacaan Qur’an-mu jangan Mengganggu Orang Lain
oleh : Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah –hafizhahullah-


Ini adalah sebuah fenomena yang sering terjadi di sebagian masjid-masjid, adanya sebagian pengurus masjid yang memutar kaset ngaji alias kaset murottal atau sholawatan, sehingga mengganggu orang lain yang sedang sholat atau membaca Al-Qur’an atau orang yang sedang berdzikir. Ada lagi di sebagian tempat yang membaca Al-Qur’an melalui lisannya dengan suara keras, sedang orang-orang yang ada di sampingnya dari kalangan orang-orang yang sedang sholat, berdzikir, atau majelis taklim yang sedang berlangsung. Mereka semua merasa terganggu. sementara yang membaca Al-Qur’an dengan suara keras tadi santai saja dan tak merasa bersalah dengan sikapnya itu.

Para pembaca yang budiman, fenomena yang seperti ini amat perlu kita kaji hukumnya agar kita semua tahu. Karenanya, kali ini kami turunkan materi dan artikel ringkas berupa fatwa dari sebagian ulama kita.

Seorang penanya pernah berkata kepada Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah-,
ما حكم قراءة القرآن في المسجد بصوت مرتفع مما يسبب التشويش على المصلين؟
“Apa hukum membaca Al-Qur’an di masjid dengan suara yang tinggi sehingga menyebabkan gangguan bagi orang-orang yang sedang sholat?”

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- menjawab,
حكم قراءة الرجل في المسجد في الحال التي يشوش بها على غيره من المصلين، أو الدارسين، أو قارئ القرآن، حكم ذلك حرام، لوقوعه فيما نهى عنه النبي صلى الله عليه وسلم، فقد روى مالك في الموطأ عن البياضي (هو فروة بن عمرو) أن النبي صلى الله عليه وسلم خرج على الناس وهم يصلون وقد علت أصواتهم بالقراءة، فقال: “إن المصلي يناجي ربه فلينظر بما يناجيه به، ولا يجهر بعضكم على بعض بالقرآن” . وروى نحوه أبو داود من حديث أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- .
“Hukum seseorang membaca Al-Qur’an di masjid dengan kondisi yang memberikan gangguan dengannya bagi yang lain dari orang-orang yang sedang sholat atau mengajar, atau membaca Al-Qur’an; hukum perkara itu adalah haram, karena terjerumusnya ia ke dalam sesuatu yang dilarang oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.

Sungguh Malik telah meriwayatkan (sebuah hadits) di dalam Al-Muwaththo’ dari Al-Bayadhiy (yaitu, Farwah bin Amer) bahwa Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah keluar menemui manusia, sedang mereka melaksanakan sholat. Sementara suara mereka tinggi (keras) dalam membaca Al-Qur’an. Beliau bersabda,
“Sesungguhnya orang yang sedang sholat bermunajat (berbincang secara lirih) dengan Robb-nya. Karenanya, hendaklah ia memperhatikan dengan apa ia munajati Robb-nya dan janganlah sebagian orang diantara kalian mengeraskan suaranya atas yang lain dalam membaca Al-Qur’an”.[1]
Hadits ini diriwayatkan semisalnya oleh Abu Dawud dari Abu Sa’id Al-Khudri -radhiyallahu anhu-”[2]

[Sumber Fatwa: Majmu' Fatawa wa Rosa'il Asy-Syaikh Al-Utsaimin (13/13/no. 364)]


Fatwa yang dinyatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- sejalan dengan penjelasan Al-Imam Abul Walid Al-Bajiy -rahimahullah-.

Abul Walid Al-Bajiy -rahimahullah- berkata dalam menjelaskan alasan Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang untuk mengangkat suara saat membaca Al-Qur’an dalam sholat sunnah, sedang saudaranya juga sholat sunnah,
“Karena, di dalam hal itu terdapat gangguan kepada yang lain dan halangan untuk menghadap kepada sholat, konsentrasinya hati kepada sholat, dan perhatian seseorang terhadap sesuatu yang ia ucapkan kepada Robb-nya berupa bacaan Al-Qur’an. Jika mengangkat suara dalam membaca Al-Qur’an adalah terlarang ketika itu (yakni, dalam kondisi sholat), karena mengganggu orang-orang yang sholat, nah kalau dilarang mengangkat suara saat berbicara dan lainnya, maka tentunya lebih utama (untuk dilarang) berdasarkan sesuatu yang telah kami sebutkan; juga karena di dalam perbuatan itu terdapat perendahan terhadap masjid-masjid, serta tidak menghormatinya, tidak membersihkannya sebagaimana wajibnya, dan tidak menfokuskannya untuk tujuan masjid itu dibangun, yakni mengingat Allah -Ta’ala-”. [Lihat Al-Muntaqo Syarh Al-Muwaththo' (1/185)]
  • Kesimpulan
  1. Membaca Al-Qur’an dengan suara keras sehingga mengganggu orang lain yang sedang sholat atau bermajelis ilmu adalah terlarang.
  2. Niat yang baik tidaklah cukup dalam membenarkan suatu perkara yang keliru. Karenanya, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- melarang seseorang membaca Al-Qur’an jika mengganggu yang lain, walaupun si pembaca niatnya baik.
  3. Jika suara bacaan Al-Qur’an saja terlarang jika mengganggu orang lain, maka tentunya suara-suara lain yang mubah lebih terlarang lagi jika menimbulkan gangguan. Terlebih lagi jika suara itu haram, misalnya suara musik.[3]
  4. Hendaknya seseorang melirihkan suara dalam berdoa. Demikian pula saat membaca Al-Qur’an jika takut bacaannya mengganggu orang lain.


[1] HR. Malik dalam Al-Muwaththo’ (no. 177), dan Ahmad dalam Al-Musnad (4/344). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (no. 856).
[2] HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/94), dan Abu Dawud dalam As-Sunan (no. 1332). Syaikh Al-Albaniy menilainya sebagai hadits shohih dalam Ash-Shohihah (1597) & (1603).
[3] Jika anda ingin mengetahui dalil-dalil tentang haramnya musik, silakan baca artikel kami dalam website ini dengan judul “Saatnya Mati’in Musik Lho” dan “Beginikah Cara Menyambut Metallica?”.

sumber : http://pesantren-alihsan.com/


 

0 komentar:

Posting Komentar