Batasan
yang boleh dilihat dari seorang wanita
Ketika
nazhar, boleh melihat si wanita pada bagian tubuh yang biasa tampak di depan
mahramnya. Bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di
rumahnya, seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua
telapak kaki dan semisalnya. Karena adanya hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam:
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ
أَنْ يَنْظُرَ إِلَي مَا يَدْعُوهُ إِلىَ نِكَاحِهَا
فَلْيَفْعَلْ
“Bila
seorang dari kalian meminang seorang wanita, lalu ia mampu melihat dari si
wanita apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka hendaklah ia melakukannya.”
(HR. Abu Dawud no. 2082 dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam
Ash-Shahihah no. 99)
Di samping
itu, dilihat dari adat kebiasaan masyarakat, melihat bagian-bagian itu bukanlah
sesuatu yang dianggap memberatkan atau aib. Juga dilihat dari pengamalan yang
ada pada para sahabat. Sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhuma ketika
melamar seorang perempuan, ia pun bersembunyi untuk melihatnya hingga ia dapat
melihat apa yang mendorongnya untuk menikahi si gadis, karena mengamalkan hadits
tersebut. Demikian juga Muhammad bin Maslamah radhiyallahu 'anhu sebagaimana
telah disinggung di atas. Sehingga cukuplah hadits-hadits ini dan pemahaman
sahabat sebagai hujjah untuk membolehkan seorang lelaki untuk melihat lebih dari
sekadar wajah dan dua telapak tangan.
Al-Imam
Ibnu Qudamah rahimahullahu berkata, “Sisi kebolehan melihat bagian tubuh si
wanita yang biasa tampak adalah ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
mengizinkan melihat wanita yang hendak dipinang dengan tanpa sepengetahuannya.
Dengan demikian diketahui bahwa beliau mengizinkan melihat bagian tubuh si
wanita yang memang biasa terlihat karena tidak mungkin yang dibolehkan hanya
melihat wajah saja padahal ketika itu tampak pula bagian tubuhnya yang lain,
tidak hanya wajahnya. Karena bagian tubuh tersebut memang biasa terlihat. Dengan
demikian dibolehkan melihatnya sebagaimana dibolehkan melihat wajah. Dan juga
karena si wanita boleh dilihat dengan perintah penetap syariat berarti
dibolehkan melihat bagian tubuhnya sebagaimana yang dibolehkan kepada
mahram-mahram si wanita.” (Al- Mughni, fashl Ibahatun Nazhar Ila Wajhil
Makhthubah)
Memang
dalam masalah batasan yang boleh dilihat ketika nazhar ini didapatkan adanya
perselisihan pendapat di kalangan ulama. Bahkan Al-Imam Ahmad rahimahullahu
sampai memiliki beberapa riwayat dalam masalah ini, di
antaranya:
Pertama:
Yang boleh dilihat hanya wajah si wanita saja.
Kedua:
Wajah dan dua telapak tangan. Sebagaimana pendapat ini juga dipegangi oleh
Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Syafi’iyyah.
Ketiga:
Boleh dilihat bagian tubuhnya yang biasa tampak di depan mahramnya dan bagian
ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya seperti
wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki, dan
semisalnya. Tidak boleh dilihat bagian tubuhnya yang biasanya tertutup seperti
bagian dada, punggung, dan semisal keduanya.
Keempat:
Seluruh tubuhnya boleh dilihat, selain dua kemaluannya. Dinukilkan pendapat ini
dari Dawud Azh-Zhahiri.
Kelima:
Boleh melihat seluruh tubuhnya tanpa pengecualian. Pendapat ini dipegangi pula
oleh Ibnu Hazm dan dicondongi oleh Ibnu Baththal serta dinukilkan juga dari
Dawud Azh-Zhahiri.
PERHATIAN:
Tentang pendapat Dawud Azh-Zhahiri di atas, Al-Imam An-Nawawi berkata bahwa
pendapat tersebut adalah suatu kesalahan yang nyata, yang menyelisihi prinsip
Ahlus Sunnah. Ibnul Qaththan menyatakan: “Ada pun sau`atan (yakni qubul dan
dubur) tidak perlu dikaji lagi bahwa keduanya tidak boleh dilihat. Apa yang
disebutkan bahwa Dawud membolehkan melihat kemaluan, saya sendiri tidak pernah
melihat pendapatnya secara langsung dalam buku murid-muridnya. Itu hanya sekedar
nukilan dari Abu Hamid Al-Isfirayini. Dan telah saya kemukakan dalil-dalil yang
melarang melihat aurat.”
Sulaiman
At-Taimi berkata: “Bila engkau mengambil rukhshah (pendapat yang ringan) dari
setiap orang alim, akan terkumpul pada dirimu seluruh
kejelekan.”
Ibnu
Abdilbarr berkata mengomentari ucapan Sulaiman At-Taimi di atas: “Ini adalah
ijma’ (kesepakatan ulama), aku tidak mengetahui adanya perbedaan dalam hal ini.”
(Shahih Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 359)
Selain itu
ada pula pendapat berikutnya yang bukan merupakan pendapat Al-Imam
Ahmad:
Keenam:
Boleh melihat wajah, dua telapak tangan dan dua telapak kaki si wanita, demikian
pendapat Abu Hanifah dalam satu riwayat darinya.
Ketujuh:
Boleh dilihat dari si wanita sampai ke tempat-tempat daging pada tubuhnya,
demikian kata Al-Auza’i. (An-Nazhar fi Ahkamin Nazhar hal. 392,393, Fiqhun
Nazhar hal. 77,78)
Al-Imam
Al-Albani rahimahullahu menyatakan bahwa riwayat yang ketiga lebih mendekati
zahir hadits dan mencocoki apa yang dilakukan oleh para sahabat. (Ash- Shahihah,
membahas hadits no. 99)
0 komentar:
Posting Komentar