Oleh: Ustadz Abdul Qadir Abu Fa’izah -Hafizhahullah-
Banyak
diantara kita yang tidak mengenal hakikat sihir beserta bentuk-bentuk
sihir sehingga ada sebagian orang yang sudah jelas melakukan sihir,
masih saja menyangka dirinya tidak bersalah.
Para ulama kita telah menjelaskan batasan dan defenisi sihir dengan penjelasan yang sangat gamblang. Al-Imam Al-Azhariy –rahimahullah- berkata, “Sihir (secara bahasa) adalah memalingkan sesuatu dari hakikatnya kepada yang lain”. [Lihat Lisan Al-Arab (4/238)].
Syaikh Abdur Rahman bin Hasan An-Najdiy -rahimahullah- berkata, “Sihir menurut bahasa adalah ungkapan tentang sesuatu yang samar dan halus sebabnya”. [Lihat Qurroh Uyuun Al-Muwahhidin (hal. 130)
Jadi, sihir menurut bahasa
adalah segala sesuatu yang memalingkan sesuatu dari hakikatnya kepada
yang lainnya dengan sebab yang samar lagi halus.
Ini secara bahasa. Adapun
secara istilah syar'iy, maka sihir juga telah dijelaskan oleh para
ulama' kita dalam kitab-kitab mereka.
Al-Imam Al-Azhariy kembali berkata, "Sihir adalah amalan yang seseorang mendekatkan diri di dalamnya kepada setan dan (terjadi) dengan bantuan setan". [Lihat Lisanul Arab (4/348)]
Ibnul Arabiy Al-Malikiy -rahimahullah- berkata, “Dia
(sihir) adalah ucapan yang terangkai; di dalamnya diagungkan selain
Allah dan dikembalikan kepadanya segala takdir dan segala yang ada”. [Lihat Ahkam Al-Qur'an (1/48)]
Kedua
pernyataan ini menerangkan bahwa sihir merupakan ucapan yang terangkai
(dipahami atau tidak), berisi pengagungan kepada setan demi mendekatkan
diri kepadanya dan memiliki pengaruh yang timbul dari bantuan setan.
Sihir jenis inilah yang
membuat pelakunya kafir, karena ia mengandung perbuatan kekafiran dan
kesyirikan berupa pengagungan dan penyembahan kepada setan.
Adapun sihir jenis kedua,
yaitu sihir yang tidak mengandung kekafiran dan kesyirikan serta ia tak
lahir dari bantuan setan. Sihir ini terjadi dari kelihaian, kecohan dan
tipuan tukang sihir.
Al-Imam Abu Utsman ash-Shobuniy -rahimahullah- berkata dalam menjelaskan jenis-jenis sihir, “Bila
ia (si tukang sihir) menggambarkan sesuatu yang ia kafir karenanya,
maka ia dimintai tobatnya. Jika ia tobat, maka ia dibebaskan. Tapi bila
tidak bertobat, maka kepala harus dipenggal. Bila ia menggambarkan
sesuatu yang bukan kekafiran, atau mengucapkan sesuatu yang tak bisa
dipahami, maka ia harus dilarang. Bila ia mengulanginya, maka diberi
hukum ta’zir (yang tak ditetapkan kadarnya dalam syariat)”. [Lihat Aqidah As-Salaf (hal. 105)]
Jenis sihir yang kedua inilah
yang kita kenal hari ini dengan “sulap”. Sihir sulap juga merupakan
perkara yang diharamkan dalam agama kita, karena mengandung kecohan dan
penipuan kepada orang yang menyaksikannya. Selain itu, ia juga
menyerupai sihir jenis yang pertama sehingga banyak orang menyangka
sulap itu sama dengan jenis pertama. Karenanya, banyak orang yang
mempelajari sihir jenis pertama (yang kafir) dengan sangkaan bahwa ia
sama dengan jenis kedua yang tidak mengandung kekafiran.
Para pembaca yang budiman,
sulap biasanya tidak mengandung kekafiran dan kesyirikan, hanya
menggunakan sistem kecohan dan tipuan. Sedang tindakan menipu dan
mengecoh orang dalam agama kita adalah perbuatan haram!!
Namun perlu diketahui bahwa
ada juga jenis sulap yang menggunakan bantuan setan, berisi pengagungan,
pendekatan dan ketundukan kepada setan. Sulap model seperti ini
tergolong dalam jenis sihir pertama, jenis yang mengandung kekafiran dan
kesyirikan. Pelaku sulap seperti ini kafir alias murtad!!!
Diantara jenis syirik yang merebak di kalangan masyarakat Indonesia Raya, sihir yang biasa dikenal dengan “ramalan”,
yakni meramal nasib seseorang di masa akan datang dengan melihat dan
memperhatikan garis-garis pada tanah atau telapak tangan. Inilah yang
diistilahkan oleh para ulama kita dengan “al-’iyaafah” (العِيَافَةُ). Diantara jenis sihir, sesuatu yang diistilahkan oleh orang-orang Arab jahiliah dengan “ath-thorqu” (الطَّرْقُ),
yaitu mereka ketika mau melakukan suatu perbuatan atau hendak safar,
maka mereka melepas atau mengusir burung. Bila burungnya ke arah kanan,
maka itu merupakan tanda menurut mereka tentang kebaikan yang akan
mereka dapatkan. Tapi bila ke arah kiri, maka ia tanda keburukan,
sehingga mereka menganggap usahanya akan rugi.
Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Alusy Syaikh -rahimahullah- berkata, “Sihir
adalah sesuatu yang samar memberikan pengaruh pada jiwa, sedangkan
al-iyaafah, terpengaruhnya seseorang dengan burung, yaitu dengan
mengusir, berpindahnya dari sini kesini, atau dengan bergeraknya burung.
Semua ini adalah sesuatu yang samar yang merasuk ke dalam jiwa. Lalu ia
pun memberikan pengaruh pada jiwa dari sisi melakukan sesuatu atau
menahan diri. Karenanya, al-iyaafah termasuk sihir dengan sebab itu”. [Lihat At-Tamhid li Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 308)]
Merasa sial dengan burung, biasa diistilah dengan kata “ath-thiyaroh” (الطِّيَرَةُ). Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- mengharamkan ath-thiyaroh,
karena ia bagian dari kesyirikan, sebab pelakunya meyakini ada di
samping Allah makhluk yang mampu memberikan madhorot dan manfaat.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَك
“Barangsiapa yang ditahan oleh at-tiyaroh dari suatu hajatnya, maka sungguh ia telah berbuat syirik”. [HR. Ahmad (2/220). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ishlah Al-Masaajid (hal. 116)].
Sebagian ulama ada yang menggolongkan ilmu nujum ke dalam bagian ilmu sihir, yaitu ilmu astrologi atau perbintangan.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,مَنْ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنْ النُّجُومِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنْ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ“Barangsiapa yang mempelajari ilmu nujum, maka sungguh ia telah mempelajari bagian dari ilmu sihir. Semakin ia mempelajari ilmu nujum, maka ia akan semakin mempelajari ilmu sihir”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. 3905). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 793)].
Al-Imam Syamsul Haqq Al-Azhim Abaadiy -rahimahullah- berkata, “Di
dalam Syarh As-Sunnah, “Yang terlarang dari ilmu nujum, ilmu yang
diklaim oleh para ahli nujum berupa pengetahuan tentang
peristiwa-peristiwa yang belum terjadi. Terkadang hal itu terjadi di
masa yang akan datang, seperti mereka memberitakan tentang waktu
bertiupnya angin, turunnya hujan, jatuhnya salju, munculnya panas dan
dingin, berubahnya harga dan sejenisnya. Mereka mengklaim bahwa mereka
mencapai pengetahuan hal-hal itu melalui peredaran bintang-bintang,
berkumpul dan berpisahnya bintang-bintang itu”. [Lihat Aunul Ma'bud (10/319)]
Ilmu nujum tergolong ke dalam
ilmu sihir, karena para ahli nujum mengklaim bahwa bintang-bintang
memiliki pengaruh terhadap kejadian di alam semesta dengan sebab yang
samar, berupa gerakan dan peredaran bintang-bintang. [Lihat At-Tamhid (hal. 310), karya Abdul Aziz An-Najdiy, cet. Dar At-Tauhid, 1423 H]
Para pembaca yang budiman,
sihir memiliki cara yang digunakan oleh para ahli sihir. Mereka
menggunakan jampi-jampi berupa kalimat-kalimat yang mengandung kekafiran
dan terkadang tak bisa dipahami; kalimat yang mengundang kedatangan
jin. Kemudian mereka seusai membaca jampi alias mantranya, maka mereka
meniupkannya ke buhul-buhul yang mereka ikat, baik itu berupa tali,
rambut dan lainnya. Tujuannya agar sihir itu tak terlepas dari
seseorang. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah dalam firman-Nya,
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ [الفلق/4]
“Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus (meniup) pada buhul-buhul”. (QS. Al-Falaq : 4)
Di dalam sebuah hadits disebutkan,
مَنْ عَقَدَ عُقْدَةً ثُمَّ نَفَثَ فِيهَا فَقَدْ سَحَرَ وَمَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ وَمَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
“Barangsiapa yang mengikat
suatu ikatan (buhul), lalu ia meniupnya, maka sungguh ia telah
menyihir. Barangsiapa yang menyihir, maka sungguh ia telah berbuat
syirik. Barangsiapa menggantungkan diri kepada sesuatu, maka ia akan
diserahkan kepada sesuatu itu”. [HR. An-Nasaa'iy dalam Sunan-nya (no. 4084)]
Hanya saja hadits ini dho’if (lemah), karena di dalamnya ada rawi yang lemah, yaitu Abbad bin Maisaroh Al-Minqoriy. Selain itu hadits ini juga munqothi’
(terputus sanadnya), karena berasal dari riwayat Al-Hasan Al-Bashriy
dari Abu Hurairoh. Sedangkan Al-Hasan tak pernah mendengarkan hadits ini
darinya. Tak heran bila Syaikh Al-Albaniy, Ahli Hadits Negeri Yordania menyatakan lemahnya hadits ini dalam Ghoyah Al-Maroom (no. 288).
Cukuplah bagi kita ayat di
atas, tanpa berdalil dengan hadits ini, karena kelemahannya. Jadi,
tukang sihir bila jiwanya bulat untuk melakukan keburukan dan kekejian
pada diri orang yang akan ia sihir, dan ia pun memohon pertolongan
kepada jin-jin, maka ia pun meniup buhul-buhulnya disertai dengan
percikan ludahnya. Karena itu, keluarlah dari jiwanya yang busuk ludah
yang bercampur dengan keburukan dan kebusukan lagi diiringi dengan ludah
yang bercampur dengannya. Sungguh ia telah bekerjasama dengan setan
untuk menyakiti orang yang tersihir. Lalu yang tersihir pun terkena
sihir. [Lihat Taisir Al-Aziz Al-Hamid (hal. 331), tahqiq Muhammad Aiman As-Salafiy, cet. Alam al-Kutub, 1419 H]
Parapembaca yang budiman,
sihir memiliki keburukan yang banyak. Diantaranya, ia bisa merusak
hubungan antara seseorang dengan saudaranya atau istrinya. Nah, disana
ada suatu perbuatan yang hampir mirip dengan sihir dalam memecah belah
hubungan manusia. Itulah yang disebut dengan namimah (adu domba). Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ مَا الْعَضْهُ هِيَ النَّمِيمَةُ الْقَالَةُ بَيْنَ النَّاسِ
“Tidakkah kalian mau kukabarkan apa itu pemecahbelahan? Dia adalah adu domba diantara manusia”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya(2606)]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- berkata, “Adu
domba sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi
wa sallam- mampu memutuskan hubungan dan memecah belah manusia. Engkau
akan menemukan dua orang yang saling bersahabat, lalu datanglah si
pengadu domba ini seraya berkata kepada salah satunya, “Sahabatmu itu
sebenarnya telah mencelamu”. Kemudian berubahlah rasa cinta menjadi rasa
benci. Nah, terjadilah perpecahan. Perbuatan ini menyerupai sihir.
Karena, di dalam sihir terdapat pemecahbelahan”. [Lihat Al-Qoul As-Sadid ala Kitab At-Tauhid (1/525)]
Di zaman kita ini banyak
musang berbulu domba yang suka membawa gosip-gosip yang menanam benih
perselisihan dan permusuhan di kalangan kaum muslimin sampai akhirnya
terjadilah kerusakan diantara kaum muslimin. Pekerjaan si pengadu domba
ibarat tukang sihir yang mampu menanamkan perselisihan, bahkan
perpecahan di kalangan orang-orang saling mencintai.
sumber : http://pesantren-alihsan.org/mengenal-warna-warni-sihir.htmlSumber : Buletin Jum’at At-Tauhid. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne, Kel. Borong Loe, Kec.BontoMarannu, Gowa-Sulsel. Pimpinan Redaksi / Penanggung Jawab : Ustadz Abu Fa’izah Abdul Qadir Al-Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201).
0 komentar:
Posting Komentar