Hukum mendatangi dukun secara umum adalah haram sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam beberapa sabdanya:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: سَأَلَ
أُنَاسٌ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكُهَّانِ، فَقَالَ
لَهُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّهُمْ لَيْسُوا
بِشَيْءٍ. فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ أَحْيَانًا
بِالشَّيْءِ فَيَكُونُ حَقًّا. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ: تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنَ
الْحَقِّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيُقَرْقِرُهَا فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ
كَقَرْقَرَةِ الدَّجَاجَةِ فَيَخْلِطُونَ فِيْهَا أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ
كَذْبَةٍ
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha ia berkata: Beberapa
orang bertanya kepada Rasulullah tentang dukun-dukun. Rasulullah berkata kepada
mereka: "Mereka tidak (memiliki) kebenaran sedikitpun." Mereka (para shahabat)
berkata: "Terkadang para dukun itu menyampaikan sesuai dan benar terjadi."
Rasulullah menjawab: "Kalimat yang mereka sampaikan itu datang dari Allah yang
telah disambar (dicuri, red) oleh para jin, lalu para jin itu membisikkan ke
telinga wali-walinya sebagaimana berkoteknya ayam dan mereka mencampurnya dengan
seratus kedustaan." (HR. Al-Bukhari no. 5429, 5859, 7122 dan Muslim no.
2228)
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِي رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي حَدِيْثُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ
وَقَدْ جَاءَ اللهُ بِاْلإِسْلاَمِ، وَإِنَّ مِنَّا رِجَالاً يَأْتُونَ
الْكُهَّانَ. قَالَ: فَلاَ تَأْتُوا الْكُهَّانَ. قَالَ: قُلْتُ: وَمِنَّا رِجَالٌ
يَتَطَيَّرُونَ. قَالَ: ذَلِكَ شَيْءٌ يَجِدُونَهُ فِي صُدُورِهِمْ فَلاَ
يَصُدَّنَّهُمْ
Mu'awiyah ibnul Hakam As-Sulami radhiyallahu 'anhu
berkata: Aku berkata: "Wahai Rasulullah, saya baru masuk Islam yang datang
dari sisi Allah, dan sesungguhnya di antara kami ada yang suka mendatangi para
dukun." Beliau bersabda, "Jangan kalian mendatangi para dukun." Dia (Mu'awiyah
ibnul Hakam) berkata: Aku berkata: "Di antara kami ada yang gemar melakukan
tathayyur (percaya bahwa gerak-gerik burung memiliki pengaruh pada nasib
seseorang." Beliau berkata: "Demikian itu adalah sesuatu yang terlintas dalam
dada mereka, maka janganlah menghalangi mereka dari aktivitas mereka (untuk
berangkat -pen/yakni gerakan burung itu jangan menghalangi orang-orang tersebut
untuk berbuat sesuatu -ed)." (HR. Muslim, no. 735)
عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنِ النَّبِيِّ قَالَ: مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ،
لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
Diriwayatkan dari sebagian
istri Rasulullah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau
bersabda, yang artinya: "Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal maka tidak
akan diterima shalatnya selama empat puluh malam."
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْبَدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَمَنَ الْكَلْبِ
وَمَهْرَ الْبَغْيِ وَحُلْوَانَ الْكَاهِنِ
Dari Abu Mas'ud Al-Badri
radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam telah melarang memakan harga anjing (keuntungan dari menjual anjing -ed),
hasil pelacuran dan hasil perdukunan." (HR. Al-Bukhari no. 5428, dan Muslim
no. 1567)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ
كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ فِيْمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun lalu dia membenarkan apa-apa
yang dikatakan maka sungguh dia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan
kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi,
Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa` no. 2006, dinukil dari
Al-Qaulul Mufid)Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin mengatakan: "Dari hadits ini diambil hukum haramnya mendatangi dan bertanya kepada mereka (dukun) kecuali apa-apa yang dikecualikan dalam masalah ketiga dan keempat (sebagaimana pada paragraf selanjutnya -red). Sebab dalam mendatangi dan bertanya kepada mereka terdapat kerusakan yang amat besar, yang berakibat mendorong mereka untuk berani (mengerjakan hal-hal perdukunan -red) dan mengakibatkan manusia tertipu dengan mereka, padahal mayoritas mereka datang dengan segala bentuk kebatilan." (Al-Qaulul Mufid, 2/64)
Adapun jawaban secara rinci tentang hukum mendatangi para dukun dan bertanya kepada mereka adalah:
1. Mendatangi mereka semata-mata untuk bertanya. Ini adalah perkara yang diharamkan sebagaimana dalam hadits:
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun lalu dia membenarkan apa-apa yang dikatakan maka sungguh dia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad."
Penetapan adanya ancaman dan siksaan karena bertanya kepada mereka, menunjukkan haramnya perbuatan itu, sebab tidak datang sebuah ancaman melainkan bila perbuatan itu diharamkan.
2. Mendatangi mereka lalu bertanya kepada mereka dan membenarkan apa yang diucapkan. Ini adalah bentuk kekufuran karena membenarkan dukun dalam perkara ghaib termasuk mendustakan Al-Qur`an. Allah berfirman:
قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ
الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
"Katakan
bahwa tidak ada seorangpun yang ada di langit dan di bumi mengetahui perkara
ghaib selain Allah dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan
dibangkitkan." (An-Naml: 65)3. Mendatangi mereka dan bertanya dalam rangka ingin mengujinya, apakah dia benar atau dusta. Hal ini tidak mengapa dan tidak termasuk ke dalam hadits di atas. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di mana beliau bertanya kepada Ibnu Shayyad:
مَاذَا خَبَأْتُ لَكَ؟ قَالَ: الدُّخُّ. فَقَالَ: اخْسَأْ
فَلَنْ تَعْدُوَ قَدْرَكَ
"Apa yang aku sembunyikan buatmu?" Ibnu Shayyad
berkata: "Ad-dukh (asap)." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
berkata: "Diam kamu! Kamu tidak lebih dari seorang dukun." (HR. Al-Bukhari
no. 1289 dan Muslim no. 2930)4. Mendatangi mereka lalu bertanya dengan maksud membongkar kedustaan dan kelemahannya, menguji mereka dalam perkara yang memang jelas kedustaan dan kelemahannya. Hal ini dianjurkan bahkan wajib hukumnya. (Al-Qaulul Mufid, Ibnu 'Utsaimin, 2/60-61, Al-Qaulul Mufid Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushshabi, hal. 140-143)
Dukun, Penciduk Agama dan Harta
Tidak ada keraguan bagi orang yang telah menikmati ilmu As Sunnah dan tidak ada sesuatu yang tersembunyi bagi mereka tentang kejahatan para dukun dan tukang ramal. Mereka adalah para penciduk agama dan juga harta.
Penciduk agama artinya mereka telah merusak keyakinan kaum muslimin khususnya dalam masalah ilmu ghaib. Bahkan dengan sebab mereka, seseorang bisa menjadi kafir keluar dari agama. Mereka adalah perusak salah satu prinsip agama bahkan pondasi keimanan yaitu beriman dengan perkara yang ghaib, karena perkara ghaib ilmunya hanya milik Allah subhanahu wa ta'ala. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ.
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
"Itulah Al-Kitab yang tidak ada
keraguan padanya menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa yaitu
orang-orang yang beriman dengan perkara yang ghaib." (Al-Baqarah: 2-3)
قُلْ لاَ يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ
الْغَيْبَ إِلاَّ اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ
يُبْعَثُونَ
"Katakan: Tidak ada siapapun yang ada di langit dan di bumi
mengetahui perkara ghaib selain Allah dan mereka tidak mengetahui bila mereka
akan dibangkitkan." (An-Naml: 65)
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى
الْغَيْبِ
"Allah tidak memperlihatkan kepada kalian hal-hal yang
ghaib." (Ali 'Imran: 179)
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ
هُوَ
"Di sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri." (Al-An'am: 59)
فَقُلْ إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلَّهِ
"Maka
katakanlah: Sesungguhnya yang ghaib itu hanya kepunyaan Allah." (Yunus:
20)
قُلْ لاَ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ
مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ
الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ
"Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi
diriku dan tidak pula menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah.
Sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentunya aku membuat kebajikan
sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain
hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang
beriman." (Al-A'raf: 188)Dari Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَفَاتِحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ إِلاَّ
اللهُ: لاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا فِي غَدٍ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا
يَكُونُ فِي اْلأَرْحَامِ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ
غَدًا، وَلاَ تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ يَعْلَمُ
مَتَى يَأْتِي الْمَطَرُ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ يَعْلَمُ مَتَى تَقُومُ السَّاعَةُ
إِلاَّ اللهُ
"Kunci-kunci perkara ghaib itu ada lima dan tidak ada yang
mengetahuinya melainkan Allah: Tidak ada yang mengetahui apa yang terjadi besok
kecuali Allah; tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang ada di dalam rahim
kecuali Allah; tidak ada satu jiwapun mengetahui apa yang akan diperbuatnya
besok; tidak mengetahui di negeri mana (seseorang) meninggal kecuali Allah;
tidak ada yang mengetahui kapan turunnya hujan melainkan Allah; dan tidak ada
seorangpun yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah." (HR.
Al-Bukhari no. 992, 4351, 4420, 4500, 6944 dan Ahmad, 2/52)Adapun sebagai gerombolan penciduk harta artinya mereka melakukan penipuan terhadap umat sehingga betapa banyak harta hilang dengan sia-sia dan termakan penipuan mereka. Betapa banyak harta terkorbankan karena kedustaan para dukun, sementara persoalan setiap orang yang datang kepada mereka tidak juga tuntas dan tidak terjawab. Persyaratan demi persyaratan datang silih berganti mulai dari tingkat yang paling kecil sampai tingkat yang paling besar, dari yang paling murah sampai yang paling mahal. Persyaratan itu harus terpenuhi sehingga umat pun berusaha untuk memenuhinya. Mereka masuk dalam peringkat pertama sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
"Barangsiapa
menipu kami maka dia tidak termasuk (golongan) kami." (HR.
Muslim)Sikap Ahlus Sunnah terhadap Dukun
Abu Ja'far Ahmad bin Muhammad Ath-Thahawi menyebutkan akidah Ahlus Sunnah terhadap dukun dalam kitab beliau Al-'Aqidah Ath-Thahawiyyah: "Kita tidak boleh membenarkan dukun dan tukang ramal, dan tidak boleh membenarkan orang yang mengakui sesuatu yang menyelisihi Al-Qur`an, As-Sunnah dan ijma'."
Ibnu Abi 'Izzi mengatakan: "Wajib bagi pemerintah dan orang yang memiliki kesanggupan untuk melenyapkan para dukun dan tukang ramal serta permainan-permainan sihir sejenisnya seperti menggunakan garis di tanah atau dengan kerikil atau undian. Dan mencegah mereka untuk duduk-duduk di jalan dan memperingatkan mereka supaya jangan masuk ke rumah-rumah orang. Cukuplah bagi orang yang mengetahui keharamannya lalu dia tidak berusaha melenyapkannya padahal dia memiliki kesanggupan, (cukup baginya) firman Allah:
كَانُوا لاَ يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ
لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
"Mereka tidak saling mengingkari
perbuatan mungkar yang telah mereka kerjakan, amat buruklah apa yang telah
mereka perbuat." (Al-Maidah: 79) (Syarah Al-'Aqidah Ath-Thahawiyyah hal.
342)Al-Lajnah Ad-Da`imah (Lembaga Fatwa Kerajaan Arab Saudi) berkata: "Kaum muslimin tidak boleh shalat di belakang mereka (para dukun) dan tidak sah shalat di belakang mereka. Bila seseorang kemudian mengetahui hal itu hendaklah dia meminta ampun kepada Allah dan mengulangi shalatnya." (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 1/394). Wallahu a'lam.
umber: Majalah Asy-Syari'ah Vol. II/ No. 16/1426 H/2005, halaman 34 - 37.
0 komentar:
Posting Komentar