Makam mantan presiden KH Abdurrahman Wahid
atau Gus Dur dipadati pelajar sejak sepekan terakhir ini. Mereka datang
untuk memanjatkan doa. Harapannya, para pelajar tersebut memiliki
kesiapan mental saat mengerjakan Ujian Nasional. (inilah.com, 14/4/2012)
SMA Negeri 3 Nganjuk, Jawa Timur,
menggelar acara sungkeman bagi para siswanya yang akan ikut ujian
nasional pada para guru mereka. Tak hanya sekadar sungkeman, para siswa
tersebut juga membasuh kaki gurunya dengan air kembang, sekaligus
meminta maaf pada seluruh adik-adik kelasnya, layaknya ritual
bermaaf-maafan saat Lebaran.(okezone.com, 14/4/2012)
Pembaca yang dirahmati Allah…
Ujian nasional yang merupakan parameter
utama dalam kelulusan seakan-akan menjadi momok bagi sebagian besar
siswa di Indonesia belakangan ini. Berbagai persiapan pun dilakukan agar
bisa lulus. Beberapa sekolah bahkan mengadakan beberapa ritual dengan
harapan agar mental siswa menjadi lebih siap dan agar Allah memudahkan
mereka dalam mengerjakan ujian. Ritual ini bisa berupa dari doa bersama,
sungkeman dengan guru, hingga ziarah ke makam orang-orang yang dianggap
mulia. Alih-alih menenangkan, cara seperti ini justru membuat siswa
semakin tegang dalam menghadapi ujian.
Betapa banyak suara-suara miring dari
generasi yang lebih tua yang mengeluhkan keadaan ini. Mental juang anak
muda sekarang sangat lemah. Zaman dulu, siswa yang tidak naik kelas atau
tidak lulus memang mengalami kekecewaan yang besar, namun tidak sampai
histeris, hingga bunuh diri. Para guru pun tidak sampai mengadakan
ritual-ritual khusus dalam menghadapi ujian. Semuanya alamiah, dianggap
sebagai ujian biasa.
Pembaca yang dirahmati Allah…
Pendidikan yang benar seharusnya
menitikberatkan pada proses belajar dan kekokohan ilmu. Ujian jelas
perlu, namun kegagalan dalam ujian bukan berarti bahwa masa depan kita
sudah berakhir. Kegagalan dalam ujian justru menunjukkan bahwa kita
memang belum benar-benar memahami materi yang disampaikan.
Dan yang paling utama, pendidikan
seharusnya menekankan agar siswanya memiliki tujuan hidup yang benar.
Lalu apa sesungguhnya tujuan hidup manusia ? Allah berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah kuciptakan jin dan manusia melainkanuntuk beribadah kepadaKu” [QS. Adz Dzariyat : 56]
Dari ayat tersebut, sangat jelas bahwa
setiap muslim tujuan hidupnya adalah untuk beribadah kepada Allah
semata. Dan tujuan hidup inilah yang seharusnya diajarkan kepada
putra-putri kita. Apabila ia kelak menjadi dokter,ia akan menjadi dokter
yang berjiwa sosial tinggi yang menolong warga miskin secara cuma-cuma
dengan niat beribadah. Apabila ia kelak menjadi ilmuwan, ia akan
berusaha keras untuk melakukan berbagai penelitian dengan niat ibadah
untuk kemaslahatan manusia.
Dan kita pun berharap agar anak cucu
kita besok ada yang menjadi alim ulama, yang mencurahkan segenap tenaga
dan pikirannya untuk berdakwah di jalan Allah. Mengapa? Karena kita
semua sudah memaklumi bahwa mundurnya umat dan bangsa ini karena
meninggalkan nilai-nilai luhur yang telah diajarkan oleh orang tua kita,
baik itu nilai kesusilaan, kesopanan, dan terutama nilai-nilai agama.
Sehingga para juru dakwahlah yang justru memiliki peran penting dalam
pembangunan umat dan bangsa ini. Allah berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ
Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami anugerahkan kepada mereka barokah dari langit dan bumi [QS. AI-A'rof : 96].
Berita pada awal artikel ini jelas
menunjukkan ironi dunia pendidikan kita saat ini. Alih-alih mengajarkan
hidup beribadah yang benar, pihak sekolah justru mendorong siswanya
melakukan ritual-ritual yang mengarah pada kesyirikan. Dari sini kita
bisa menangkap bahwa sistem pendidikan kita saat ini memang belum bisa
dijadikan tumpuan utama pendidikan putra-putri kita.
Pendidikan yang utama sejatinya berada pada pendidikan keluarga di rumah (lihat artikel “Pendidikan Keluarga”).
Apabila rumah telah dijadikan sebagai tempat pendidikan untuk
memurnikan ibadah hanya kepada Allah, sehebat apapun pengaruh kesyirikan
di luar, ia tidak akan terpengaruh. Karena ia akan kembali ke rumah,
tempat dimana ibadahnya dimurnikan kembali. Allah telah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka“ [QS.At Tahrim: 6]
Tulisan ini juga sebagai bentuk nasehat
kepada para praktisi pendidikan agar menggunakan cara-cara rasional yang
tidak menyelisihi nilai-nilai agama dalam mendidik. Anda sekarang
sedang membentuk bibit-bibit harapan bangsa. Tentu kita tidak ingin umat
dan bangsa ini kelak dipimpin oleh orang-orang yang masih percaya
dengan hal-hal mistik yang mengandung kesyirikan. Hanya satu cara untuk
sukses, yaitu dengan belajar, berusaha, dan beribadah hanya kepada
Allah.
Semoga Allah menjaga diri dan keluarga kita dari berbagai macam kesyirikan. Wallaahu a’lam (Ristyandani)
dari : Majalah Tashfiyah edisi 16
sumber : http://tashfiyah.net/2013/04/ironipendidikan/
0 komentar:
Posting Komentar