Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Siapakah mereka dan apa ciri mereka ??!#
kita sering
mendengar istilah di atas (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) tak sedikit kaum
muslimin atau segolongan kelompok islami yang menisbahkan kepada istilah
tersebut. namun terkadang sedikit membingungkan, karena masing-masing
dari mereka memiliki prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah dalam beragama
yang berbeda satu sama lain. berjama’ah namun mengapa dalam berdakwah
mereka mengambil metode / cara-cara yang berbeda-beda, ada yang melalui
jalur politik, ada yang melalui terapi hati manajemen qalbu, ada yang
menggembar-gemborkan untuk tegaknya syariat islam, ada yang mengembara
dari satu masjid ke masjid yang lain, semuanya menyatakan bahwa diri
mereka adalah Ahlus Sunnah wal Ja’maah. lalu apa sebenarnya di balik
istilah tersebut ?
Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah:
Mereka yang menempuh seperti apa yang
pernah ditempuh oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para
Shahabatnya radhiallahu ‘anhum . Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya mereka berpegang dan ber-ittiba’ (mengikuti) Sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallamr dan para Shahabatnya
- As-Sunnah menurut bahasa adalah jalan/cara, sama saja apakah jalan itu baik atau buruk.[1]
- As-Sunnah menurut ‘ulama fiqih adalah setiap perkataan, perbuatan, taqrir (diamnya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam terhadap perbuatan dan perkataan Shahabat ) yang apabila dikerjakan pelakunya mendapatkan pahala dan bila tidak mengerjakan tidak berdosa.[2]
- As-Sunnah menurut ‘ulama ‘aqidah adalah petunjuk yang dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para Shahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan, dan perbuatan. dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikuti akan dipuji dan orang yang menyalahi akan dicela.[3]
Berkata Ibnu Rajab Al-Hanbal rahimahullah (wafat 795 H): “ As-Sunnah
adalah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada
apa yang dilaksanakan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallamr dan para
Khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi salaf yang terdahulu tidak menamakan As-Sunnah kecuali kepada apa yang mencakup ketiga aspek tersebut.
Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan Al Bashry rahimahullah salah
seorang pembesar dari kalangan Tabi’in (wafat tahun 110 H), Imam
Al-Auza’i (wafat tahun 157 H) dan Imam Fudhail bin ‘Iyadh (wafat tahun
187 H)”.[4]
Berkata Imam Abu Syammah Asy-Syafi’I (wafat th. 665 H): “Perintah
untuk berpegang kepada jama’ah, maksudnya ialah berpegang kepada
kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan sunnah itu
sedikit dan yang menyalahi banyak. Karena kebenaran itu adalah apa yang
dilaksanakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para
Shahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang sesudah
mereka”.
Sebagaimana dikatakan oleh Shahabat ‘Abdullah bin Mas’udradhiallahu ‘anhu :
” الجماعة ما وافق الحقّ و إن كنت وحدك.”
“Al-Jama’ah adalah setiap yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian”.[5]
Jadi Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter mengikuti sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan menjauhi perkara-perkara yang baru dalam agama yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan Salaful Ummah (Orang-orang shalih terdahulu).
Karena mereka adalah orang yang
mengikuti Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan mengikuti
Atsar (jejak Salaful Ummah), maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’. Disamping itu, mereka juga dikatakan sebagai Ath-Thaifah Al-Manshuraah (Golongan yang mendapat pertolongan Allah ), Al-Firqatun Naajiyah (Golongan yang selamat), Al-Ghuraba’ (Golongan orang-orang yang terasing).
Tentang Ath-Thaifah Al-Manshuraah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
” لا تزا ل من أمّتي أمّة قائمة بأمر الله لا يضرّهم من خذلهم ولا من خالفهم حتّى يأتيهم أمر الله و هم على ذلك “
“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang selalu tegak dalam kebenaran dengan perintah Allah
subhanahu wa ta’ala, tidak akan memudharatkan mereka orang yang tidak
menolongnya dan orang yang menyelisihinya sampai datang ketetapan Allah (Kematian) dan mereka tetap dalam keadaan yang demikian itu”. [HR. Bukhari (no. 3641) dan Muslim (no. 1037), dari Shahabat Mu’awiyyah bin Abi Sufyan ]
Tentang Al-Ghurabaa’, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
” إنّ الإسلام بدأ غريبا و سيعود
غريبا كما بدأ, فطوبى للغرباء. قيل: من هم يا رسول الله ؟ قال: الّذين
يصلحون إذا فسد الناس ” و في رواية ” الّذين يصلحون ما أفسد الناس من بعدي
من سنّتي.”
“Sesungguhnya
Islam itu berawal dengan keasingan dan akan kembali kepada keasingan
sebagaimana awalnya. Maka bergembiralah bagi orang-orang yang asing.
Rasulullahr ditanya: Siapa mereka wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallamr ? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallamr berkata: Yaitu orang-orang yang melakukan perbaikan ketika manusia rusak”. [Shahih HR. Abu Amr Ad Dani dari shahabat Abdullah bin Mas’ud]. Dan dalam riwayat yang lain “Yaitu
orang-orang yang memperbaiki Sunnahku (Sunnah Rasulullah shalallahu
‘alaihi wasallam) sesudah dirusak (diubah-ubah) oleh manusia. [HR. Tirmidzi (no. 2630), dari shahabat ‘Amr bin ‘Auf. Beliau (Imam Tirmidzi) berkata hadits ini hasan shahih].
Tentang Al-Firqatun Najiyah, Allah azza wa jalla berfirman:
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Maka jika mereka beriman seperti imannya kalian (para shahabat) terhadapnya, maka sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam perpecahan. Maka cukuplah Allah bagimu (wahai Muhammad) terhadap mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (QS. Al-Baqoroh 137)
Disini Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa imannya para shahabat merupakan patokan bagi benar tidaknya keimanan seseorang.
Kemudian lebih menegaskan lagi tentang siapakah Al Firqatun Najiyah tersebut, maka Al Khatib Al Baghdadi telah meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Al Imam Ahmad bin Hambal, bahwasanya beliau menyebutkan hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tersebut, kemudian beliau berkata: “Kalau mereka (Al Firqatun Najiyah itu) bukanlah Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa lagi mereka itu”.[6]
Ahlus Sunnah, Ath-Thaifah Al-Manshurah, dan Al-Firqatun
Najiyah semuanya disebut juga Ahlul Hadits. Penyebutan dengan nama-nama
diatas adalah suatu yang masyhur (tidak asing) dan dikenal sejak
generasi Salaf, karena merupakan tuntunan nash dan sesuai dengan kondisi
dan realitas yang ada. Hal ini diriwayatkan dengan sanad shohih dari
para Imam seperti, ‘Abdullah Ibnul Mubarak, ‘Ali Ibnul Madini (Guru Imam
Bukhari), Imam Ahmad bin Hambal, Imam Al Bukhari, Ahmad bin Sinan dan
yang lainnya, رحمهم الله.[7]
SEJARAH MUNCULNYA ISTILAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini
sudah ada sejak generasi pertama Islam pada kurun yang dimuliakan Allah
yaitu generasi Shahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in.
Ibnu ‘Abbas [8] berkata ketika menafsirkan firman Allah :
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ
وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ ۚ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ
أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ
تَكْفُرُونَ
“ Pada hari yang di waktu itu ada
muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun
orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa
kamu kafir sesudah kamu beriman? karena itu rasakanlah azab disebabkan
kekafiranmu itu“. (QS. Ali ‘Imraan: 106)
“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah ahlul bid’ah dan sesat”.[9]
Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ‘Ulama Salaf , diantaranya:
- Sufyan Ats-Tsaury (wafat th. 161 H) berkata: “Aku wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka adalah Al-Ghurabaa’ (orang yang terasing). Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah”.[10]
- Imam Syafi’i (wafat th.204H) berkata: “Apabila aku melihat seorang Ahli Hadits (Ahlus Sunnah), seolah-olah aku melihat seorang dari Shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, mudah-mudahan Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada mereka. Mereka telah menjaga pokok-pokok agama untuk kita dan wajib atas kita berterima kasih atas usaha mereka.
- Imam Ahmad bin Hanbal (hidup th. 164-241 H) berkata dalam muqoddimah kitabnya, as-sunnah: “Ahlus Shunnah mereka dikenal sebagai pengikut sunnah Rasul dan para Shahabatnya, dari semenjak zaman Shahabat hingga pada masa sekarang ini.
- Imam Al-Muzaniy , salah seorang murid besar Al Imam Asy-Syafi’i . Dalam kitabnya Syarhus Sunnah.
- Imam Al Barbahary, dalam kitabnya Syarhus Sunnah.
- Imam Abu Ja’far Ath-Thahawy dalam kitabnya ‘Aqidah Thahawiyah.
[1] Lisanul ‘Arab (VI/399), sebagaimana juga hal ini termaktub dalam kitab Nizhamul Islam. cet. Ke-6 tahun 2001 M – 1422 H, bab As Sunnah hal. 79
[2] RisalahLathiifah Jaami’ah fii Ushul Fiqhil Muhimmah hal.11-14 “Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di”
[3] Buhuuts fii ‘Aqidah Ahlis Sunnah hal.16
[4] Jaami’ul ‘Uluum wal Hikaam hal.495 “Ibnu Rajab, Tahqiq dan Ta’liq Thariq bin ‘Awadhullah bin Muhammad –cet. II- Daar Ibnul Jauzy- th. 1420 H.
[5] Syarah Ushuulil I’tiqad karya Al-Laalika no.160
[6]
Pernyataan dengan ungkapan seperti ini, jika diucapkan oleh seorang
‘alim mujtahid yang ilmunya bagaikan samudra seperti Imam Ahmad, maka
memiliki bobot sebagai suatu kepastian. Adapun jika dinyatakan oleh
seorang yang sedikit ilmunya, maka itu menunjukkan ketidaktahuan dan
keterbatasan.
[7] Sunan At-Tirmidzi: Kitaabul Fitan (no.2229)
[8]
Beliau adalah ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib, anak paman
Rasulullah r, penafsir Al-Qur’an dan pimpinan kaum muslimin di bidang
tafsir.
[9] Lihat Tafsir Ibni Katsir (I/419, cet. Daarus Salaam)
[10] Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/71 no.49-50)
sumber : http://jejakrusul.wordpress.com/2010/08/03/ahlus-sunnah-wal-jamaah-siapakah-mereka-dan-apa-ciri-mereka/
0 komentar:
Posting Komentar