Perjuangannya dalam mencari hidayah
adalah teladan. Keteguhannya dalam memegang keyakinan adalah panutan.
Beliau adalah shahabat yang mulia Abu Dzar z. Nama beliau adalah Jundub
bin Junadah Al Ghifari, seorang shahabat yang terkenal kezuhudan dan
keilmuannya. Ali bin Abi Thalib z mengatakan, “Ia adalah seorang
penampung ilmu Rasulullah ` yang orang lain tidak mampu melakukannya.”
Beliaulah yang mengucapkan perkataannya yang terkenal, “Sungguh
Rasulullah ` telah wafat meninggalkan kita, dan tidaklah seekor burung
pun yang mengepakkan dua sayapnya di langit kecuali beliau telah
menyebutkan ilmunya kepada kita.” Dalam indah perjalanan hidup beliau
tercermin sifat hamba yang benar-benar berjalan menuju kepada Allah ta’ala.
Beliau termasuk As-Sabiqunal Awwalun, orang-orang
pertama yang masuk Islam. Perjalanan jauh ia tempuh, tanpa peduli
segala resiko ia hadapi. Abu Dzar menuturkan sendiri, “Aku adalah orang
keempat dalam Islam, ada tiga orang yang masuk Islam sebelumku. Ketika
itu, aku mendatangi Rasulullah `, aku mengatakan, ‘Assalamu’alaika wahai
Rasulullah, aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar untuk
diibadahi kecuali Allah, aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah
utusan Allah.’ Aku pun melihat raut bahagia pada wajah Rasulullah `.”
Demikianlah fitrah yang bersih. Senantiasa merindu terhadap kebenaran,
ke manapun akan ia cari untuk meraih kebahagiaan hakiki.
Dalam Shahih Al Bukhari, Ibnu Abbas x
mengisahkan bahwa ketika berita tentang pengutusan Rasulullah ` sampai
pada Abu Dzar, ia segera mengutus saudaranya yang bernama Unais ke Mekah
untuk mencari berita yang sesungguhnya. Berangkatlah saudara Abu Dzar
tersebut ke Mekah, sehingga ia berjumpa dan mendengar dari Rasulullah `.
Ia pun pulang untuk menyampaikan apa yang ia dapatkan kepada Abu Dzar.
Ia berkata, “Aku melihat beliau seorang yang memerintahkan untuk
berakhlak mulia. Beliau mengucapkan ucapan-ucapan indah yang bukan
syair.” Abu Dzar merasa kurang puas dengan hasil yang dibawa saudaranya.
Tekadnya semakin bulat untuk menyongsong dan meraih kemuliaan demi
kemuliaan bersama sang Nabi.
Ia pun mempersiapkan perbekalannya,
kemudian berangkat menuju Mekah. Sesampai diMasjidil Haram,iamencari
Rasulullah ` seorang diri, tanpa bertanya kepada seorang pun. Padahal ia
tidak mengenal beliau `. Sampai ketika malam menyelimuti bumi, Ali
melihat Abu Dzar, Ali tahu bahwa ia adalah orang asing. Kemudian Ali
menawarkan kepada Abu Dzar untuk bermalam di rumahnya. Ketika pagi
menjelang, Abu Dzar pun membawa perbekalannya ke masjid. Sampai sore
tiba, ia masih belum bertemu Nabi `, ia pun mencari tempat di masjid
untuk tidur. Ketika Ali melewatinya, mengatakan, “Tidakkah sekarang
waktunya orang ini menyebutkan asalnya.” Ali pun mengajak Abu Dzar
kembali untuk bermalam di rumahnya. Tetapi masing-masing belum bertanya
kepada yang lainnya tentang tujuan kedatangan Abu Dzar.
Pada hari yang ketiga, Ali kembali
mengajak Abu Dzar. Ali mulai membuka pertanyaan, “Bisakah Anda
menyampaikan kepadaku sebab kedatangan Anda?”
Abu Dzar menjawab, “Seandainya anda berjanji untuk menunjukkanku kepada apa yang aku cari, akan aku ceritakan kepada Anda.”
Setelah Ali menyanggupi, Abu Dzar
menceritakan tujuan kedatangannya. Ali mengatakan, “Sungguh beliau
benar, beliau ` benar-benar utusan Allah. Besok pagi ikutilah aku,
ketika ada sesuatu yang aku khawatirkan menimpamu, nanti aku akan
berdiri seolah-olah menuangkan air, sebagai isyarat. Apabila aku kembali
berjalan ikutilah aku sampai engkau masuk ke rumah yang aku masuki.”
Abu Dzar melakukannya, ia mengikuti Ali
sampai tiba menemui Nabi `.Ia dengarkan sabda-sabda beliau. Seketika itu
pula kesejukan Islam menyentuh qalbunya, ia pun masuk islam. Rasulullah
` bersabda, “Kembalilah kepada kaummu, sampaikan kepada mereka tentang
Islam. Tinggallah bersama mereka sampai datang perintah dariku.” Ya,
ketika seseorang bersungguh-sungguh mencari hidayah, Allah pasti akan
membimbingnya. Allah tunjukkan jalan keselamatan baginya.
Abu Dzar mengatakan, “Demi Allah, aku
akan mengumumkan ke-Islamanku di hadapan mereka.” Abu Dzar pergi ke
masjid, ia berteriak mengatakan, “Asyhadu an laa ilaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.”
Manusia pun bangkit memukuli Abu Dzar sampai terkapar. Di saat genting
seperti itu, datanglan Al-Abbas kemudian memeluknya. Ia mengatakan,
“Celaka kalian, tidakkah kalian tahu orang ini dari kabilah Ghifar,
jalan yang kalian lewati ketika berdagang ke Syam?” mereka pun
melepaskan Abu Dzar. Esok harinya Abu Dzar mengulangi perbuatannya. Kaum
musyrikin pun menimpakan kepadanya sebagaimana sebelumnya. Lagi-lagi Al
Abbas menghentikannya. Kemudian Abu Dzar kembali ke kaumnya sampai
lewat perang Badr, Uhud, dan Khandaq.
Dalam Shahih Muslim
disebutkan bahwa Abu Dzar sebelum bertemu Nabi ` sudah melakukan shalat.
Ia kisahkan sendiri hal ini kepada Abdullah bin Shamit, “Aku sudah
shalat sebelum diutusnya Rasulullah ` selama tiga tahun.”
Abdullah berkata, “Untuk siapa?”
“Untuk Allah” jawab Abu Dzar.
Abdullah berkata, “Lantas menghadap kemana?”
“Menghadap ke mana Allah hadapkan.”
jawabnya. Bahkan dikisahkan bahwa Abu Dzar pada masa jahiliah telah
beribadah kepada Allah semata. Dari dahulu ia mengatakan ‘Laa ilaha
illallah’. MasyaAllah…
Abu Dzar meninggal di daerah Ar-Rabadzah
pada tahun 32 H. Beliau dishalati oleh Abdullah bin Masud z bersama
rombongan yang lain ketika pulang dari Kufah. Di antara rombongan itu
adalah Hajar bin Al Adbar, Malik bin Al-Harits Al Asytar, dan seorang
pemuda Anshar.
Malik bin Al-Harits mengatakan bahwa
Ummu Dzar, istri Abu Dzar, mengisahkan bahwa saat kematian suaminya dia
berkata kepada Abu Dzar, “Bagaimana aku tidak menangis, engkau meninggal
di tengah gurun sedangkan kita tidak memiliki kain yang cukup untuk
mengafanimu, aku juga tidak punya kemampuan untuk memakamkanmu.”
Abu Dzar mengatakan, “Bergembiralah dan
jangan menangis. Sungguh aku mendengar Rasulullah ` bersabda, ‘Tidaklah
dua orang muslim yang ditinggal mati dua atau tiga anaknya, lantas
bersabar dan mengharap pahala dari Allah, lalu mereka melihat neraka,
selama-lamanya.’ Sedangkan tiga anak kita telah meninggal. Aku juga
mendengar Rasulullah ` bersabda, ‘Sungguh akan meninggal salah seorang
dari kalian di tengahpadanggurun yang akan disaksikan jenazahnya oleh
sekelompok kaum mukminin.’ Dan semua yang mendengar hadits beliau ini
telah meninggal di perkampungan atau dalam pemukiman, kecuali aku.
Akulah yang dimaksud Rasulullah `, aku tidak dusta, tidak pula
didustakan. Maka lihatlah ke jalan.”
Ummu Dzar melanjutkan, “Aku pun naik ke
atas gundukan untuk melihat-lihat ke jalan, ketika tidak terlihat
sesuatu pun, aku kembali. Begitu berulang-ulang, sampai tiba-tiba aku
melihat sekelompok orang di atas tunggangan mereka.”
Ummu Dzar mengisyaratkan agar mereka
mendekat. Segera mereka ke arah Ummu Dzar kemudian mereka mengatakan,
“Wahai hamba Allah, kenapa engkau?”
Ummu Dzar menjawab, “Seorang muslim meninggal, apakah kalian bersedia mengafaninya?”
Mereka bertanya siapa gerangan yang meninggal? Ummu Dzar menjawab, “Abu Dzar.”
Mereka memastikan, “Apakah shahabat Rasulullah `?”
Ummu Dzar mengiyakannya.
Mereka kembali memastikan dan segera
masuk menemui Abu Dzar yang hampir meninggal. Abu Dzar kemudian
menyampaikan perkataan Rasulullah ` sebagaimana yang disampaikan kepada
Ummu Dzar. Kemudian mengatakan, “Seandainya aku atau istriku memiliki
kain yang cukup untuk mengafani, aku tidak mau dikafani kecuali dari
kainku atau istriku. Aku minta kalian atas nama Allah, janganlah kalian
kafani aku dengan kain dari orang yang dulu pernah sebagai pemimpin,
wakil pemimpin, ketua atau utusan. Dan tidaklah ada yang memenuhi syarat
Abu Dzar kecuali seorang pemuda Anshar.
Ia mengatakan, “Aku yang akan mengafanimu dengan kainku ini dan dua kain pintalan ibuku, wahai pamanku.”
Abu Dzar mengatakan, engkau yang mengafaniku anakku.” Pemuda Anshar ini akhirnya yang mengafani Abu Dzar.
Abu Dzar meninggal, kembali menghadap Rabbul ’alamin
Allah Yang Maha Tinggi meninggalkan dunia yang hina lagi fana. Beliau
meninggal disaksikan dan diurus jenazahnya oleh Abdullah bin Mas’ud
beserta rombongan beliau. Diriwayatkan bahwa Rasulullah ` bersabda,
“Semoga Allah merahmati Abu Dzar, hidup sendirian, mati sendirian, dan
kelak akan dibangkitkan sendirian.”
Demikian sekilas sejarah indah figur teladan, Abu Dzar Jundub bin Junadah Al-Ghifari z, semoga kita bisa menggambil pelajaran darinya. Allahu a’lam. [farhan].
Referensi: Shahih As-Sirah An-Nabawiyyah karya Syaikh Al Albani v
Al-Isti’ab karya Imam Ibnu Abdil Barr v
Al-Ishabah karya Imam Ibnu Hajar v
Fathul Bari karya Imam Ibnu Hajar v
sumber : http://tashfiyah.net/2012/01/abu-dzar/
0 komentar:
Posting Komentar