Oleh : Al-Ustadz Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz
Anak muda itu memanggil saya Abang.
Sebenarnya tidak ada hubungan darah antara saya dan dia. Umur di antara
kami memang terpaut sepuluh tahun-an. Namun, dikarenakan hubungan baik
di antara kami, saya sering menyebutnya Adik. Sementara dia memanggil
saya Abang dalam keseharian. Barangkali ia menganggap saya benar-benar
seperti Abangnya, sehingga hal-hal pribadi pun sering ia bagikan dengan
saya.
”Itulah Bang, sulit juga rasanya untuk
melupakan dia…Gimana ya, Bang? Meskipun tidak aku harapkan, terkadang
wajahnya muncul dalam mimpi-mimpiku. Memang, Bang…orangnya cantik dan
baik. Itu bukan menurutku sendiri, Bang. Orang-orang pun bilang seperti
itu juga.Ah…susah lah, Bang!”, keluhnya kepadaku.
Karena ia memberikan kepercayaan kepada
saya, beberapa saran dan masukan pun saya berikan untuknya. Memposisikan
seolah-olah sebagai Abangnya, saya sampaikan,” Sudahlah…tidak usah kau
pikirkan sampai seperti itu. Belum tentu orang yang kau pikirkan saat
ini, sedang memikirkanmu juga. Orang baik akan berpasangan dengan orang
baik. Sebaliknya pun demikian.Kalau kau baik, jodohmu pun baik, insya
Allah…”
“Apakah dia sudah ngaji Salaf?”,selanjutnya saya yang bertanya.
Anak muda itu masih berusaha jujur.
Katanya,” Belum sih, Bang…Cuman dia udah berjilbab, Bang. Insya Allah
dia maulah kalau disuruh pakai cadar. Gimana, Bang?”
“Begini,Dek…Semua orang yang masih
normal, pasti berharap rumah tangganya kelak harmonis dan bahagia. Kau
tahu, nggak? Modal terbesar untuk hidup harmonis itu apa? Kesamaan visi
dan kesatuan misi. Cara pandang hidupnya harus sama. Jika tidak, akan
payah nantinya. Tidak bisa juga kita ingin menyamakan visi, misi dan
cara pandang hidup dengan sambil jalan. Jangan terlalu berspekulasi!
Jangan-jangan…bukannya kita yang bisa membawa, malah kita yang terseret
arus. Na’udzu billah”, saya coba memberi pengertian.
Saya terus melanjutkan,” Masalahnya,
bukan ia mau pakai cadar ataukah tidak nantinya.Kesamaan visi dan
kesatuan misi tidak hanya sebatas cadar saja. Ada aspek-aspek lain yang
mesti diperhatikan. Kau kan sudah lama ngaji…sudah merasakan manisnya
Thalabul Ilmi…Nah, itu yang harus kau syukuri! Kau harus menjaga nikmat
ini dengan memilih istri yang telah sungguh-sungguh mengerti tentang
dirimu!”
Kami lalu terdiam sambil menikmati malam.
________00000________
Percakapan di atas memang saya ungkapkan
ulang di sini dengan gaya bahasa berbeda. Namun…tidak merubah makna
sama sekali. Bukan sekali dua kali saya menghadapi kasus seperti ini.
Berapa banyak sudah, kawan dan sahabat yang mengungkapkan hal yang sama.
Sampai pastinya berapa banyaknya, saya sudah lupa. Akan tetapi, satu
hal yang menarik untuk dicermati, dan barangkali inilah benang merah
yang merajutkan dari semua kasus tersebut adalah budaya ikhtilat.
Ikhtilat bisa dipahami sebagai budaya
perbauran antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram-nya dalam
kondisi selain darurat. Islam sebagai ajaran mulia nan luhur sangat
membatasi pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram
–nya. Sebagai misal adalah penyakit sosial masyarakat yang seringkali
muncul karena faktor ikhtilat. Islam sendiri telah mengatur, di manakah
area dan medan laki-laki dalam kehidupan sehari-hari dan di manakah pula
perempuan semestinya berada.
Sudahlah…tidak usah kita mempertanyakan
ulang tentang hal ini. Bukankah fakta telah berbicara? Bukankah realita
pahit semacam ini merupakan kebenaran yang tak terbantahkan??? Ikhtilat
memang menjadi salah satu faktor munculnya penyakit masyarakat.
Enam dari sepuluh perempuan Indonesia
telah hilang kegadisannya sebelum menikah secara resmi. Hasil dari salah
satu survey ini tentu membuat kulit merinding dan hati bergidik. Kasus
pemerkosaan ibarat menghiasi bibir setiap harinya. Pelecehan seksual
selalu mengintai di mana-mana.Apakah kita akan menutup mata dari
fakta??? Aborsi merajalela, janin dan jabang bayi ditemukan teronggok di
sembarang tempat, sepasang remaja yang tertangkap sedang berbuat mesum
di warnet, kasus perceraian yang disebabkan perselingkuhan dengan ipar
sendiri, affair antara seorang bos dengan bawahannya dan lain
sebagainya. Belum lagi realita kumpul kebo di kalangan mahasiswa.
Allahumma sallim.
Atau jika masih ragu (padahal semestinya
tidak perlu ragu lagi), datang dan bertanyalah kepada petugas KUA-KUA,”
Dalam setahun, berapakah pasangan menikah di bawah umur? Karena
accident before married (hamil sebelum menikah)?”
Saat ini muncul polemik tentang wacana
test keperawanan untuk calon sisiwi sekolah menengah atas. Seperti
biasa, ada pro dan kontra. Namun, bukan itu yang menjadi titik
pembahasan. Keprihatinan akan pergaulan bebas di kalangan pelajar bahkan
bisnis prostitusi yang melibatkan pelajar, seperti itulah alasan
penggagasnya.
Mufti Agung Kerajaan Arab Saudi, Syaikh
Bin Baz, pernah menerbitkan fatwa mengenai hal ini (Majmu’ Fatawa Ibn
Baz 4/248-253). Fatwa tersebut untuk menyanggah pernyataan seorang
rektor dari sebuah kampus di Negara Yaman.
Rektor dimaksud menyatakan bahwa bentuk
pendidikan dengan memisahkan antara siswa dan siswi justru menyelisihi
syari’at Islam. Ia beralasan ; shalat jama’ah di masjid dilaksanakan
sejak zaman Nabi Muhammad dengan tanpa memisahkan antara laki-laki dan
perempuan.
“Saya merasa heran. Kenapa bisa
pernyataan semacam ini diucapkan oleh seorang rektor dari sebuah kampus
Islam di negeri Muslimin. Padahal semestinya ia justru dituntut untuk
mengarahkan masyarakatnya –kaum laki-laki dan perempuannya- demi meraih
kesuksesan dan keselamatan dunia akhirat.Inna lillah wa inna ilaihi
ra’jiun Laa haula wa laa quwwata illa billah”, Syaikh Bin Baz memulai
sanggahannya dengan menyatakan demikian.
Beliau melanjutkan,” Tidak perlu
diragukan lagi bahwa pernyataan tersebut merupakan pelanggaran besar
terhadap syari’at Islam! Sebab, syaria’t Islam tidak mengajarkan
ikhtilat!!!…Justru Islam melarang ikhtilat dan sangat tegas dalam hal
ini!!”
Setelah itu beliau menyebutkan sejumlah
ayat dan beberapa hadits Rasulullah untuk menjelaskan bahwa Islam sangat
antipati terhadap budaya ikhtilat. Sehingga,proses belajar mengajar
yang menggunakan metode ikhtilat sangatlah bertentangan dengan Islam.
Hmmm…pembahasan ini pasti akan panjang lebar.
Baiklah…Kita kembali saja ke salah satu
pointnya.”Langit Akan Tetap Bening” sejatinya ditujukan untuk
ikhwan-ikhwan muda Salafy yang masih juga belum lepas dari kenangan
“manis” nya di saat kuliah atau di bangku sekolah. Jerat-jerat ikhtilat
telah meninggalkan kesan pahit setelah ia serius mengaji Salaf.
Bayang-bayang masa lalunya seakan terus mengejar. Walaupun sebagian
orang menyebutnya sebagai masa-masa paling indah “kisah kasih di
sekolah”, tetap saja kaum muda Salafy yang telah memilih jalan Thalabul
Ilmi akan menganggapnya sebagai kenangan “pahit”.
_____0000____
“Lah
gimana,Ustadz…Tiap hari pasti ketemu di sekolah. Sama-sama berada di
dalam ruangan kelas selama sekian lama. Banyak kegiatan yang dilalui
bareng-bareng. Khan nggak mungkin momen-momen seperti itu pergi tanpa
kesan”
Kalimat-kalimat semacam di atas pun
pernah menjadi salah satu bahan diskusi saya dengan beberapa ikhwan yang
masih aktif sekolah (dahulu). Budaya ikhtilat memang sebuah problem
besar bagi kalangan muda yang serius untuk mengaji.
Dalam sebuah kajian di salah satu SMA
Negeri, pertanyaan tentang ikhtilat dan pacaran seakan mengalir tiada
henti. Ada pertanyaan yang langsung disampaikan secara verbal juga ada
yang bertanya dengan menggunakan selembar kertas, terutama peserta
akhwat.Bahkan satu dua pertanyaan sangat “menggelikan” karena terkait
dengan kontak komunikasi antara ikhwan dan akhwat sesama pengurus Kajian
Sekolah.
Salah satu pertanyaan yang sulit saya lupakan hingga saat ini kurang lebih demikian.
“Ustadz,
apakah hukumnya seorang ikhwan yang sama-sama berjanji dengan seorang
akhwat. Keduanya setelah lulus SMA akan berangkat mondok di tempat yang
berbeda. Setelah itu mereka berdua sepakat untuk menikah?”
Geeerrrrr…ada tawa secara koor yang tak dapat ditahan ketika saya membacakan pertanyaan itu.
Sebenarnya gundah gulana yang dirasakan
oleh mereka yang ingin dan sedang serius mengaji, sementara mereka masih
berjiwa muda adalah bersumber dari ikhtilat. Seakan percuma saja
nasehat untuk menundukkan mata di sampaikan, ajaran untuk menjaga hati
dari syahwat diungkapkan atau trik-trik lain untuk terhindar dari godaan
syahwat. Sebab, sumber segala-galanya masih juga ada. Jangan bermain
api jika tidak ingin terbakar. Kalau tak mau basah, kenapa bermain
air???
Syaikh Utsman As Salimi hafizhahullah dalam
sebuah kesempatan menyampaikan nasehat yang sangat mengena di hati.Kata
beliau,” Syahwat itu muncul jika digelorakan. Oleh sebab itu, jangan
pernah engkau membangkitkannya!!! Jauhi faktor-faktor yang dapat
membangkitkan syahwat terlarang. Syahwat yang terus diikutkan tidak akan
pernah ada habisnya”
Nah…anak muda yang saya sebutkan di atas
atau yang anak muda lainnya yang bernasib sama,tentu tepat untuk
meresapi nasehat Syaikh Utsman di atas. Bagaimana bisa melupakan
kenangan lama, sementara facebook milik “nya” terus menerus ”
diintip-intip”??? Bagaimana mungkin dapat menghapus bayang-bayang “nya”,
sementara diri “nya” selalu dilamunkan? Tentu akan sulit dilupakan jika
selalu dikenang!!!
Ada saja alasan yang terus ditampilkan
oleh setan untuk mengungkung manusia agar sulit melupakan masa
lalunya.Bahkan tidak jarang,alasan tersebut terkesan ilmiah dan benar.
Sebagai contoh adalah satu pertanyaan yang pernah diajukan kepada saya
pada salah satu Kajian di Kalimantan.
“Apakah boleh, Ustadz. Seseorang mendoakan kebaikan untuk mantan kekasihnya?”
Terasa indah kan, alasannya? Ketika itu
saya kemudian menjelaskan tentang keharusan untuk saling mendoakan di
antara kaum muslimin. Akan tetapi, apakah tidak ada orang lain yang
lebih berhak untuk didoakan? Orangtua, saudara atau kerabat dekat,
misalnya .Apakah ada alasan baginya mendoakan mantan kekasih,sementara
masih ada orang yang lebih berhak untuk didoakan? Selain itu, hal
semacam ini tentu hanya akan membekaskan penyakit-penyakit hati.
_____00000_____
Ibnu Qayyim di dalam Raudhatul Muhibbin
menukilkan beberapa kisah cinta yang kiranya perlu untuk disampaikan di
sini. Dari dua kisah yang akan saya sebutkan dalam tulisan ini, ada satu
hal yang harus ditarik sebagai sebuah kesimpulan ; Hawa nafsu harus
dikekang di dalam bingkai syari’at!!! Jangan terseret arus syahwat!!!
Seorang pemuda ahli ibadah pernah
tertarik kepada seorang wanita jelita.Tumbuhlah rasa cinta di antara
mereka berdua. Cinta si pemuda ternyata disambut oleh wanita tersebut.
Bahkan hubungan di antara mereka berdua dapat dirasakan oleh hampir
seluruh warga Mekkah.
Di sebuah lokasi sepi, si wanita kembali mengucapkan cinta.Sang pemuda pun mengungkapkan hal yang sama.
“Aku ingin engkau menciumku”, kata si wanita tersebut.
Sang pemuda menjawab,” Aku pun demikian”.
“Lalu kenapa engkau tidak melakukannya?”, tanya si wanita.
Sang pemuda menjelaskan,” Celaka! Sungguh aku pernah mendengar sebuah firman Allah yang berbunyi,
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِين
“Orang-orang yang saling mencintai
(selama di dunia) pada hari itu (hari kiamat) sebagiannya menjadi musuh
bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS. 43:67)
“Demi Allah, aku tidak berharap hubungan
kita di dunia ini berubah menjadi permusuhan di hari akhir kelak”,
pemuda itu mengucapkan kata-kata ini sambil bangkit berdiri lalu pergi.
Kedua matanya tak mampu menahan air mata.
………..
Kota Kufah juga menyimpan banyak cerita tentang cinta. Seorang pemuda tampan pernah tinggal menetap di sana,di sebuah kampung suku Nakha’. Secara kebetulan, pemuda itu melihat seorang gadis jelita yang membuatnya jatuh cinta. Jiwanya merasakan gelisah oleh cinta.
Lalu pemuda itu datang menemui ayah si gadis untuk menyatakan pinangan. Ternyata, gadis tersebut telah dilamar oleh sepupunya sendiri. Betapa berat rasa di hati! Pemuda itu benar-benar kecewa.
Si gadis yang mengetahui rasa cintanya lalu memerintahkan seseorang untuk menyampaikan pesan kepada sang pemuda.
“Aku sudah mengetahui perasaanmu kepadaku. Ternyata aku pun merasakannya. Sekarang silahkan engkau pilih, aku yang pergi untuk menemuimu ataukah aku berusaha mencarikan jalan agar engkau bisa menemuiku di rumahku?”, seperti itulah pesan si gadis.
Pemuda itu lalu menjawab,” Sampaikanlah kepadanya! Tidak ada satu pun yang aku pilih. Aku sangat takut dengan adzab yang pedih jika durhaka kepada Nya. Aku takut Neraka Nya yang tidak pernah berhenti kobaran apinya juga tidak akan berkurang panasnya”.
Melihat kenyataan dari jawaban sang pemuda, gadis itu lalu berujar,” Dengan besarnya rasa cinta di hati, ia masih juga takut kepada Allah??? Sungguh, hanya dia yang berhak atas diriku”.
Sejak hari itu, si gadis meninggalkan kehidupan dunia dan memilih menjalani hari-hari ibadah sampai tidak berapa lama kemudian ia meninggal sambil menyimpan cinta kepada si pemuda.
Tidak lama berselang, si pemuda itu juga meninggal dunia.
_____00000_____
Ada serangkai doa yang pernah diucapkan
oleh Rasulullah kepada seorang pemuda (hadits Abu Umamah riwayat Imam
Ahmad). Sambil mengusapkan telapak tangan di dada anak muda itu, Nabi
Muhammad berucap,”
اللّهُمَّ اغْفِرْ ذَنْبَهُ وَطَهِّرْ قَلْبَهُ وَحَصِّنْ فَرْجَهُ
“Ya Allah…ampunilah dosanya.Sucikanlah hatinya dan jagalah kemaluannya”
Anak muda tersebut mula-mula datang
menemui Rasulullah dengan harapan diijinkan berbuat zina. Walaupun
sebagian sahabat yang hadir saat itu merasa tersinggung, namun
Rasulullah menghadapinya dengan penuh kelembutan dan kesabaran.
Nabi Muhammad justru bertanya kepada
anak muda tersebut, jika perbuatan zina itu menimpa ibunya? Menimpa
saudari perempuan atau bibinya? Bagaimanakah sikapnya jika hal itu
menimpa keluarganya? Dengan tegas anak muda itu menyatakan tidak
senang.Nah,seperti itulah yang dirasakan oleh orang lain. Rasulullah
berhasil menanamkan cara bersikap yang lurus kepada anak muda itu. Tak
lupa Rasulullah mendoakannya.
Bukankah kita sangat membutuhkan doa semacam ini???
_____00000_____
Cinta itu memang unik. Apapun definisi
tentang cinta yang diungkapkan pasti akan berujung dengan
perdebatan.Wajar saja jika seorang ulama menyatakan ; cinta itu tidak
mungkin bisa didefinisikan. Mendefinisikan cinta sama artinya dengan
mempersempit makna cinta. Apalagi jika berurusan dengan “cinta pertama”
yang seringnya lahir di saat sekolah maupun di bangku kuliah.Sebuah
musibah besar yang muncul karena dosa ikhtilat.
Untuk anak muda yang saya sebutkan di awal tulisan, juga kepada anak-anak muda lainnya. Mereka yang telah diberi kesempatan oleh Allah untuk mereguk manisnya Thalabul Ilmi, menjalani hari-hari dengan mengaji Salaf. Mereka yang telah diberi hidayah untuk mencintai Al Qur’an dan As Sunnah. Barangkali saya bisa menitipkan sebuah pesan melalui tulisan ini.
“Belum tentu yang engkau anggap baik, akan benar-benar baik nantinya. Mengapa harus terbelenggu oleh kenangan-kenangan lama? Padahal Allah telah berjanji untuk memberikan pengganti yang jauh lebih baik, bagi hamba yang siap meninggalkan sesuatu karena Nya.
Hargailah Manhaj Salaf yang telah engkau pilih ini! Tidak ada yang lebih berharga di dunia ini selain Manhaj Salaf.
Peganglah erat-erat Thalabul Ilmi yang telah engkau pilih! Jangan mau engkau terhalang dari Thalabul Ilmi hanya karena terganggu oleh kenangan-kenangan lama.
Yakinlah…di sana masih banyak mutiara-mutiara terpendam yang selalu siap untuk engkau petik. Seorang wanita shalehah yang hidup dalam kesucian dan ‘iffah. Seorang wanita yang akan selalu membantu dirimu untuk sama-sama beribadah kepada Allah. Seorang wanita yang menjadi salah satu perhiasan terbaik di dunia ini. Seorang wanita yang akan menjadi istrimu untuk sama-sama berjuang di atas Manhaj Salaf.
Anggap saja kenangan-kenangan lama itu sebagai mendung yang hanya sesaat melintas. Engkau yang telah memilih Manhaj Salaf adalah langit. Mendung-mendung itu pasti akan berlalu. Sebab, langit akan tetap bening”
(_pekan terahir di bulan Syawwal 1434_untuk seorang sahabat di salah satu belahan Timur Tengah…semoga engkau sukses di dalam meniti hari-harimu,Hafidzakallahu)
Sumber : ibnutaimiyah.org
0 komentar:
Posting Komentar