Ditulis Oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar
Berikut ini beberapa
paparan peristiwa dalam perjalanan hidup Rasulullah dan para shahabatnya
yang kita bisa mengambil banyak pelajaran darinya. Diantaranya kisah
Juwairiyah bintu Al-Harits, wanita yang paling banyak membawa berkah
bagi kaumnya dan kisah disyariatkannya tayamum.
Perang Dzatu Riqa’ atau Perang
Najd terjadi di bulan Jumadil Ula tahun keempat Hijriyah. Rasulullah
berangkat sendiri memimpin pasukan berjumlah 400 orang. Namun setelah
bertemu dengan pasukan dari Ghathafan, tidak terjadi pertempuran, hanya
saja beliau shalat bersama para sahabatnya, shalat khauf. Demikian
dinukil oleh Ibnul Qayyim dari Ibnu Ishaq dan sejumlah ahli sejarah.
Ibnul Qayyim mengulas bahwa
pendapat ini keliru (menyatakan waktu itulah terjadinya shalat
khauf-pen). Sehingga kemudian beliau dalam Zaadul Ma’ad (3/253)
menyatakan: “Yang benar, mengalihkan kisah perang Dzatu Riqa’ dari
tempat ini, sampai pada masa setelah (menguraikan) kisah perang Khandaq
bahkan setelah peristiwa Khaibar.”
Adapun perang Dumatul Jandal
yang juga dipimpin Rasulullah terjadi tahun kelima Hijriyah. Sebabnya,
beliau mendengar ada sejumlah pasukan yang ingin mendekati Madinah,
sedangkan jarak antara mereka dengan Madinah sekitar perjalanan lima
belas hari, demikian juga jarak mereka ke Damaskus. Rasulullah
berangkat dengan 1000 pasukan, disertai penunjuk jalan dari Bani ‘Udzrah
yang bernama Madzkur. Ketika sudah mulai mendekat ternyata mereka
menuju ke arah barat. Dan mereka menemukan jejak-jejak unta dan kambing,
lalu mereka menyerang ternak tersebut serta penggembalanya, beberapa
orang terbunuh dan yang lainnya melarikan diri.
Berita ini sampai kepada
penduduk Dumatul Jandal, merekapun lari bercerai berai. Rasulullah
turun di pekarangan mereka dan tidak menemukan seorangpun. Beliau
tinggal di sana beberapa hari mengirim sejumlah pasukan ekspedisi,
membagi-bagi pasukan, namun tidak mendapatkan apapun. Kemudian
Rasulullah kembali ke Madinah. Pada kejadian inilah beliau mengadakan
kesepakatan dengan ‘Uyainah Bin Hishn.
Sementara perang Al-Muraisi’
atau perang Bani Mushthaliq terjadi pada bulan Sya’ban tahun kelima
Hijriyah. Sebabnya, Al-Harits bin Abi Dhirar bin Al-Mushthaliq bertolak
bersama kaumnya dan siapa saja yang mampu dari kalangan Arab untuk
memerangi Rasulullah. Maka beliau mengutus Buraidah bin Al-Hushaib
Al-Aslami mencari berita tentang mereka. Dia bertemu dengan Al-Harits
sendiri, kemudian mengajaknya bicara. Akhirnya Buraidah kembali kepada
Rasulullah dan menceritakan perihal mereka. Maka Rasulullah
menganjurkan kaum muslimin untuk segera berangkat.
Ternyata, sejumlah munafikin
ikut serta dalam peristiwa ini, padahal dalam peperangan sebelumnya
mereka tidak pernah ikut. Rasulullah mengangkat Zaid bin Haritsah
sebagai pengganti di Madinah. Namun ada pula yang mengatakan Abu Dzar
atau Numailah bin ‘Abdillah Al-Laitsi.
Rasulullah berangkat pada hari
Senin. Berita ini sampai kepada Al-Harits bin Abi Dhirar, sementara
mata-mata yang dikirimnya mengintai gerak-gerik kaum muslimin terbunuh.
Akhirnya mereka sangat ketakutan, demikian pula orang-orang Arab yang
menyertai mereka. Rasulullah sampai di mata air Al-Muraisi’.
Dalam perang ini, dua orang
isteri Rasulullah ikut serta yaitu Ummu Salamah dan ‘Aisyah
radliyallahu ‘anhuma. Setelah itu Rasulullah menyergap mereka dan
berhasil menawan anak-anak dan wanita mereka serta merampas harta
mereka. Demikian diceritakan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari
‘Abdullah bin ‘Umar radliyallahu ‘anhuma:
إِنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَغَارَ عَلَى بَنِي
الْمُصْطَلِقِ وَهُمْ غَارُّونَ وَأَنْعَامُهُمْ تُسْقَى عَلَى الْمَاءِ
فَقَتَلَ مُقَاتِلَتَهُمْ وَسَبَى ذَرَارِيَّهُمْ وَأَصَابَ يَوْمَئِذٍ
جُوَيْرِيَةَ
“Sesungguhnya Nabi n
menyergap Bani Al-Mushthaliq ketika mereka lengah dan memberi minum
ternak-ternak mereka. Beberapa orang terbunuh, dan beliau menawan
anak-anak mereka dan pada waktu itulah tertawan pula Juwairiyah.”
Juwairiyah binti Al-Harits
ketika itu tertawan dan menjadi bagian Tsabit bin Qais, namun wanita itu
berusaha menebus dirinya dan meminta bantuan Rasulullah .
Imam Ahmad dan Abu Daud menceritakan hal ini dalam Sunan dan Musnad dari ‘Aisyah x:
وَقَعَتْ
جُوَيْرِيَةُ بِنْتُ الْحَارِثِ بْنِ الْمُصْطَلِقِ فِي سَهْمِ ثَابِتِ
بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ أَوْ ابْنِ عَمٍّ لَهُ فَكَاتَبَتْ عَلَى
نَفْسِهَا وَكَانَتْ امْرَأَةً مَلَّاحَةً تَأْخُذُهَا الْعَيْنُ قَالَتْ
عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَجَاءَتْ تَسْأَلُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي كِتَابَتِهَا فَلَمَّا قَامَتْ
عَلَى الْبَابِ فَرَأَيْتُهَا كَرِهْتُ مَكَانَهَا وَعَرَفْتُ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَرَى مِنْهَا مِثْلَ
الَّذِي رَأَيْتُ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا جُوَيْرِيَةُ
بِنْتُ الْحَارِثِ وَإِنَّمَا كَانَ مِنْ أَمْرِي مَا لَا يَخْفَى عَلَيْكَ
وَإِنِّي وَقَعْتُ فِي سَهْمِ ثَابِتِ بْنِ قَيْسِ بْنِ شَمَّاسٍ وَإِنِّي
كَاتَبْتُ عَلَى نَفْسِي فَجِئْتُكَ أَسْأَلُكَ فِي كِتَابَتِي فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَلْ لَكِ إِلَى مَا
هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ قَالَتْ وَمَا هُوَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُؤَدِّي
عَنْكِ كِتَابَتَكِ وَأَتَزَوَّجُكِ قَالَتْ قَدْ فَعَلْتُ قَالَتْ
فَتَسَامَعَ تَعْنِي النَّاسَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ تَزَوَّجَ جُوَيْرِيَةَ فَأَرْسَلُوا مَا فِي
أَيْدِيهِمْ مِنْ السَّبْيِ فَأَعْتَقُوهُمْ وَقَالُوا أَصْهَارُ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَا رَأَيْنَا امْرَأَةً
كَانَتْ أَعْظَمَ بَرَكَةً عَلَى قَوْمِهَا مِنْهَا أُعْتِقَ فِي سَبَبِهَا
مِائَةُ أَهْلِ بَيْتٍ مِنْ بَنِي الْمُصْطَلِقِ
“Juwairiyah binti
Al-Harits bin Al-Mushthaliq jatuh sebagai bagian Tsabit bin Qais bin
Syammas atau anak pamannya. Lalu dia berusaha menebus dirinya.
Juwairiyah seorang wanita yang manis dan menarik. Dia datang meminta
bantuan Rasulullah untuk menebus dirinya. Tatkala dia tiba di depan
pintu, saya melihatnya dan tidak senang. Saya tahu bahwa Rasulullah
tentu juga melihat apa yang kulihat.
Diapun berkata: “Ya
Rasulullah, saya adalah Juwairiyah bintu Al-Harits. Persoalanku sudah
anda ketahui dan saya jatuh sebagai jatah Tsabit bin Qais bin Syammas,
tapi saya ingin menebus diriku. Maka saya pun datang meminta bantuan
anda dalam urusan ini.”
Rasulullah berkata:”Maukah kamu yang lebih baik daripada itu?”
Kata Juwairiyah:”Apa itu, ya Rasulullah?”
Kata beliau:”Saya tunaikan tebusanmu, dan saya menikahimu.”
Diapun berkata:”Saya lakukan.”
Kata ‘Aisyah: “Kaum
musliminpun mendengar bahwa Rasulullah telah menikahi Juwairiyah, maka
merekapun segera melepaskan tawanan yang ada di tangan mereka. Dan
mereka membebaskan tawanan itu, kata mereka:”Ipar-ipar Rasulullah .”
Dan kami tidak pernah
melihat seorang wanita yang paling banyak membawa berkah bagi kaumnya
dibandingkan Juwairiyah. Karena dia, akhirnya dibebaskan seratus
keluarga Bani Al-Mushthaliq.”
Ibnul Qayyim menukil dari Ibnu
Sa’d yang mengatakan bahwa dalam perang ini juga jatuhlah kalung
‘Aisyah dan mereka tertahan di tempat yang tidak ada airnya, lalu
turunlah ayat tayammum (surat Al-Maidah ayat 6). Demikian yang
dirajihkan oleh Syaikh kami Yahya bin ‘Ali Al-Hajuri hafizhahullahu setelah menukil sejumlah pendapat ‘ulama di antaranya Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, Adz-Dzahabi dan lain-lainya.[1]
Kisah tentang tayammum ini juga menunjukkan keutamaan keluarga Abu Bakr Ash Shiddiq z. Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari ‘Aisyah isteri Nabi n wa x:
قَالَتْ
خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
بَعْضِ أَسْفَارِهِ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْبَيْدَاءِ أَوْ بِذَاتِ
الْجَيْشِ انْقَطَعَ عِقْدٌ لِي فَأَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْتِمَاسِهِ وَأَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ
وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ فَأَتَى النَّاسُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ
فَقَالُوا أَلَا تَرَى مَا صَنَعَتْ عَائِشَةُ أَقَامَتْ بِرَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسِ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ
وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاضِعٌ رَأْسَهُ عَلَى فَخِذِي قَدْ نَامَ
فَقَالَ حَبَسْتِ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَالنَّاسَ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ فَقَالَتْ
عَائِشَةُ فَعَاتَبَنِي أَبُو بَكْرٍ وَقَالَ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ
يَقُولَ وَجَعَلَ يَطْعُنُنِي بِيَدِهِ فِي خَاصِرَتِي فَلَا يَمْنَعُنِي
مِنْ التَّحَرُّكِ إِلَّا مَكَانُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَلَى فَخِذِي فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حِينَ أَصْبَحَ عَلَى غَيْرِ مَاءٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ آيَةَ
التَّيَمُّمِ فَتَيَمَّمُوا فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ الْحُضَيْرِ مَا هِيَ
بِأَوَّلِ بَرَكَتِكُمْ يَا آلَ أَبِي بَكْرٍ قَالَتْ فَبَعَثْنَا
الْبَعِيرَ الَّذِي كُنْتُ عَلَيْهِ فَأَصَبْنَا الْعِقْدَ تَحْتَهُ
“Dia berkata:”Kami
berangkat bersama Rasulullah dalam sebagian perjalanannya (safarnya).
Ketika tiba di Baida` atau Dzatul Jaisy, putuslah kalungku. Maka
Rasulullah berhenti untuk mencarinya, dan rombongan pun ikut berhenti
bersama beliau sedangkan mereka tidak singgah di tempat yang ada airnya.
Kemudian sebagian orang datang menemui Abu Bakr dan
mengatakan:”Tidakkah kau lihat apa yang dilakukan ‘Aisyah, dia menahan
Rasulullah dan rombongan sementara mereka tidak mempunyai air.”
Lalu Abu Bakr datang,
sementara Rasulullah sedang tidur meletakkan kepalanya di atas pahaku.
Dia berkata: “Kamu tahan Rasulullah dan rombongan sementara mereka tidak
mempunyai air.” Abu Bakr menusukkan tangannya ke pinggangku, namun
tidak ada yang menghalangiku begerak selain posisi Rasulullah di atas
pahaku. Keesokan harinya Rasulullah bangun dalam keadaan tidak ada air.
Maka Allah menurunkan ayat tayammum. Kemudian mereka semua bertayammum.
Lalu berkatalah Usaid bin Hudlair: “Ini bukan berkah yang pertama dari
kalian wahai keluarga Abu Bakr.”
Setelah itu kami bangunkan unta yang membawaku, ternyata kalung itu di bawahnya.”
Adapun ayat tayammum yang dimaksud adalah surat Al-Maidah ayat 6:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا
وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ
مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ
مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ
يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ
نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu
dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan
jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi
Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.”
Asy-Syaikh Yahya menyatakan dalam Ahkamu At-Tayammum
bahwa inilah yang dimaksud oleh Ummul Mu`minin ‘Aisyah x dan disahihkan
penegasan ini oleh Imam Bukhari dalam sahihnya dari ‘Abdurrahman bin
Al-Qasim dari ayahnya dari ‘Aisyah x dalam Kitab Tafsir Al Quran.
Dalam perisitiwa ini pula para sahabat bertanya tentang masalah ‘azl (mengeluarkan mani di luar farji ketika bersetubuh).
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri z:
عَنْ
ابْنِ مُحَيْرِيزٍ قَالَ رَأَيْتُ أَبَا سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ بَنِي الْمُصْطَلِقِ فَأَصَبْنَا سَبْيًا
مِنْ سَبْيِ الْعَرَبِ فَاشْتَهَيْنَا النِّسَاءَ فَاشْتَدَّتْ عَلَيْنَا
الْعُزْبَةُ وَأَحْبَبْنَا الْعَزْلَ فَسَأَلْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا عَلَيْكُمْ أَنْ لَا تَفْعَلُوا
مَا مِنْ نَسَمَةٍ كَائِنَةٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ إِلَّا وَهِيَ
كَائِنَةٌ
“Dari Abu Muhairiz, dia
berkata:”Saya melihat Abu Sa’id z, lalu saya bertanya kepadanya, kata
beliau:”Kami berangkat bersama Rasulullah dalam perang Bani
Al-Mushthaliq. Akhirnya kami memperoleh tawanan dari kalangan Arab.
Kamipun tertarik kepada tawanan wanita yang ada, dan kami merasa berat
membujang (jauh dari isteri), dan kami ingin melakukan ‘azl. Maka
kamipun bertanya kepada Rasulullah , lalu beliau bersabda: “Tidak ada
bahaya atas kamu, kalau tidak melakukan ‘azal. Tidak ada satu makhluk
yang ditentukan hidup sampai hari kiamat melainkan tentu tercipta.”
Wallahu a’lam. Insya Allah edisi berikutnya Haditsul Ifk (Berita Bohong).
[1] Lihat Ahkamu At Tayammum (Tata Cara dan Tuntunan Lengkap Tayammum hal 79) –pen.
http://www.salafy.or.id/perang-dzatu-riqa-dumatul-jandal-dan-muraisi/
0 komentar:
Posting Komentar