Digambarkan bahwa para pemburu hantu adalah orang-orang sakti yang dapat memburu, menangkap dan membuat setan bertekuk lutut. Bila ada tempat yang berhantu, maka didatangkanlah paranormal ke tempat tersebut. Padahal para pemburu hantu itu adalah dukun alias para normal yang kita dilarang mempercayai dan mendatanginya.
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barang siapa yang mendatangi
peramal, kemudian menanyakan kepadanya tentang sesuatu, maka tidak akan
diterima shalatnya selama emapat puluh hari”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (2230)]
Al-Imam Abu Zakariya An-Nawawiy -rahimahullah- berkata, “Adapun arrof (peramal atau paranormal), sungguh telah lewat penjelasannya, dan bahwa ia adalah termasuk golongan para dukun”. [Lihat Al- Minhaj Syarh Shohih Muslim (14/227)]
Bahkan Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ“Barang siapa yang mendatangi dukun atau arraf (peramal) lalu membenarkan apa yang ia katakan, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad”. [HR. Ahmad dalam Musnad-nya (2/429/no.9532), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (1/8/no.15), Al Baihaqi (7/198/no.16274), dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al Albaniy dalam Shohih At-Targhib (3047)
Banyak hal yang nampak jelas
kebatilannya dari praktek para pemburu hantu. Diantaranya, ada seseorang
yang melukis jin yang diburu, dalam keadaan matanya tertutup. Terkadang
mereka ditanya oleh penonton di rumah tentang penyakit mereka, dan
mereka bisa mengetahui si penanya yang menanyakan sakitnya. Ini hanyalah
pekerjaan dukun alias paranormal yang senang bekerjasama dengan setan
dan setan pun turun kepadanya. Mereka inilah yang disinggung dalam
firman-Nya,
Allah -Ta'ala- berfirman,هَلْ أُنَبِّئُكُمْ عَلَى مَنْ تَنَزَّلُ الشَّيَاطِينُ (221) تَنَزَّلُ عَلَى كُلِّ أَفَّاكٍ أَثِيمٍ (222) يُلْقُونَ السَّمْعَ وَأَكْثَرُهُمْ كَاذِبُونَ (223) [الشعراء/221-224]“Apakah akan aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan- syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa. Mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta”. (QS. Asy-Syu’araa’ : 221-223)
Kabarnya juga, mereka mampu memasukkan
jin ke dalam tubuh manusia, dan membuat orang bisa melihat jin. Semua
itu tidak lain terjadi dengan bantuan jin juga, walaupun mereka tentunya
menggunakan bacaan-bacaan tampaknya Islami, tapi kenyataannya tidak!!. Dalam
mencapai kemampuan yang seperti itu, tentu melalui proses dan tahapan
yang mengandung hal-hal yang bertentangan dengan syariat, baik
dalam syaratnya, atau tata caranya, atau bacaan-bacaan yang tidak
dimengerti maknanya yang sangat mungkin mengandung hal yang menyelisihi
hukum Islam. Oleh karena itu, para ulama melarang bacaan-bacaan yang
seperti itu.
Memburu hantu atau setan bukanlah termasuk perkara yang dibolehkan, apalagi dianjurkan. Bahkan acara seperti itu terlarang, sebab seorang muslim dilarang mencari musuh dan mendekatinya.
Dia diperintahkan agar menjauh darinya dan meminta pertolongan atau
perlindungan dari Allah agar ia dijauhkan dari godaan dan makarnya
berdasarkan beberapa ayat berikut:
Allah -Ta’ala- berfirman,
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ [الأعراف/200]
“Dan jika kamu ditimpa sesuatu
godaan syaitan Maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-A’raaf : 200)
Allah -Ta’ala- berfirman,
وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ (97) وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ (98) [المؤمنون/97، 98]
“Dan Katakanlah: “Ya Tuhanku Aku
berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan Aku
berlindung (pula) kepada Engkau Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka
kepadaku.” (QS. Al-Mu’minuun : 97-98)
Ayat ini amat gamblang dalam membantah
pekerjaan para pemburu hantu alias setan, sebab Allah memerintahkan kita
agar berlindung dari kedatangan setan. Sementara para pemburu hantu mengajak untuk mencari, bahkan menangkapnya menurut pengakuan sombong mereka.
Allah -Ta’ala- berfirman,
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ [فصلت/36]
“Dan jika syetan
mengganggumu dengan suatu gangguan, Maka mohonlah perlindungan kepada
Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Fushshilat : 36)
Usai membawakan tiga ayat di atas, Al-Hafizh Abul Fidaa’ Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata, “Tiga
ayat ini di dalam Al-A’raaf, Al-Mu’minun dan Hamim As-Sajdah, tak ada
lagi yang keempatnya. Sesungguhnya Allah -Ta’ala- mengarahkan di
dalamnya tentang bermu’amalah dengan orang yang durhaka dari kalangan
manusia dengan cara yang baik dan cara yang terbaik. Karena, hal itu
(berbuat baik) akan menghalanginya dari pembangkangannya dengan izin
Allah -Ta’ala-…Kemudian Allah memberikan bimbingan untuk berlindung kepada-Nya dari setan dari kalangan jin.
Karena hal itu (berbuat baik) darimu tidaklah mencegahnya (dari
pembangkangannya). Setan itu hanyalah menginginkan kebinasaan dan
kehancuranmu secara total, karena setan itu adalah musuh yang nyata
bagimu dan bapakmu (Adam) sebelummu”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/533)]
Setan adalah musuh yang memiliki makar
yang amat berbahaya, tak ada yang dapat melumpuhkannya, kecuali Allah
memberikan pertolongan kepada seorang hamba yang beriman dan bertawakkal
kepada-Nya, bukan bertawakkal kepada jin atau hantu.
Para pembaca yang budiman, seorang
muslim diperintahkan agar meminta perlindungan dari Allah dalam segala
kondisinya, baik saat ia membaca Al-Qur’an, makan atau minum, tidur,
masuk rumah, masuk toilet, sholat, saat mendengarkan suara ringkikan
keledai, atau saat marah. Bahkan saat membaca Al-Qur’an pun kita tetap
dianjurkan membaca ta’awwudz (memohon perlindungan dari setan). Allah
-Azza wa Jalla- berfirman,
فَإِذَا قَرَأْتَ
الْقُرْآَنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (98)
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ
يَتَوَكَّلُونَ [النحل/98، 99]
“Apabila kamu membaca Al Quran
hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang
terkutuk. Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas
orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. (QS. : 98-99)
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ
بَيْتَهُ فَذَكَرَ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ
الشَّيْطَانُ لَا مَبِيتَ لَكُمْ وَلَا عَشَاءَ وَإِذَا دَخَلَ فَلَمْ
يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ دُخُولِهِ قَالَ الشَّيْطَانُ أَدْرَكْتُمْ
الْمَبِيتَ وَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اللَّهَ عِنْدَ طَعَامِهِ قَالَ
أَدْرَكْتُمْ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ
“Bila seseorang memasuki rumahnya
seraya menyebut Allah (yakni membaca bismillah) saat ia masuk dan saat
makan, maka setan akan berkata (kepada teman-temannya), “Tak ada tempat
bermalam bagi kalian dan tidak pula makan malam”. Jika seseorang
memasuki rumahnya, lalu ia tak menyebut nama Allah (yakni, tak membaca
bismillah) saat ia masuk, maka setan akan berkata, “Kalian telah mendapatkan tempat bermalam”.
Jika ia tak menyebut Allah (yakni, tak baca bismillah) saat ia makan,
maka setan akan berkata, “Kalian telah mendapatkan tempat bermalam dan
makan malam. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (5230/103/4)]
Disinilah pentingnya seorang muslim
membaca bismillah saat ia masuk rumah sambil mengucapkan salam, dan juga
membaca bismillah saat ia hendak makan agar setan tak mendekatinya atau
makan bersamanya. Jadi, fungsinya membaca bismillah agar kita mengingat Allah dan jauh dari setan, bukan mendekati setan dan mencarinya sebagaimana yang dilakukan oleh para pemburu hantu yang sombong.
Setan dan balatentaranya senantiasa
mengintai manusia dan mengawasi kelalaiannya sampai pun manusia masuk
pembuangan hajat, setan tetap mengawasinya. Karenanya, kita disyariatkan
membaca doa masuk tempat pembuangan air, bukan mencari atau menangkap
setan. Anas -radhiyallahu anhu- berkata,
كَانَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْخَلاَءَ، قَالَ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
“Dahulu Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bila memasuki tempat buang hajat, maka beliau berdoa,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ
(Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan perempuan)”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (6322) dan Muslim dalam Shohih-nya (830/2)]
Para pembaca yang budiman, saking
besarnya permusuhan setan, ia terus mencari celah dalam menggelincirkan
manusia saat ia beribadah. Disinilah akan tampak jelas pentingnya
membaca ta’awwudz (a’udzu billahi minasy syaitonir rojim) saat kita dalam sholat, sebelum membaca Surah Al-Fatihah pada setiap rakaat agar kita dijauhkan dari setan dan makarnya.
Jubair bin Muth’im -radhiyallahu anhu-
berkata bahwa ia pernah melihat Rasulullah -Shallallahu alaihi wa
sallam- mengerjakan sholat seraya berdoa,
اللَّهُ أَكْبَرُ
كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ كَثِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً ثَلاَثًا أَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ مِنْ نَفْخِهِ وَنَفْثِهِ وَهَمْزِهِ
“Allahu akbar kabiron (3 kali),
walhamdulillahi katsiron (3 kali), wa subhanallahi bukrotan wa ashilan
(3 kali). A’udzu billahi minasy syaithonir rojim min nafkhihi wa
naftsihi wa hamzihi (artinya: “Aku berlindung kepada Allah dari setan, dari syairnya, kesombongan dan kegilaannya”)”. [HR. Abu Dawud (764). Hadits di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Kalim (hal. 55)]
Walaupun seseorang tak mencari setan,
maka setan selalu mengintainya, bahkan berusaha mendekati dan
menghasungnya kepada perbuatan maksiat. Lantaran kita diperintahkan
memperbanyak doa dan ta’awwudz demi menjauhkan diri dari setan, bukan mencari dan menangkap setan.
Kalau ada yang mengaku mampu menangkapnya, maka itu hanyalah makar
setan itu sendiri demi menggelincirkan manusia dalam kemusyrikan dan
kekafiran sebagaimana kondisi dukun dan para normal. Mereka tak akan
mampu melakukan itu semua, selain melalui pintu sihir. Sedang sihir tak
akan dicapai, melainkan sang penyihir harus berbuat syirik dan kafir
dulu sebagai tumbal dari sihir yang ia pelajari.
Bukti bahwa setan selalu mengawasi dan mendekati kita, hadits dari sahabat Sulaiman bin Surod -radhiyallahu anhu-, ia berkata,
اسْتَبَّ رَجُلَانِ
عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَغَضِبَ أَحَدُهُمَا
فَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى انْتَفَخَ وَجْهُهُ وَتَغَيَّرَ فَقَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً
لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ الَّذِي يَجِدُ فَانْطَلَقَ إِلَيْهِ
الرَّجُلُ فَأَخْبَرَهُ بِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَقَالَ تَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ
“Ada dua pernah bertengkar di sisi
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Seorang dari keduanya marah, lalu
marahnya semakin memuncak sampai wajahnya membengkak dan berubah. Nabi
-Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda, “Sungguh aku mengetahui sebuah
kalimat, andai ia baca, niscaya akan hilang darinya sesuatu yang ia
rasakan. Kawannya pun menuju kepada orang itu, lalu mengabarkannya
tentang sabda Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- sambil berkata (kepada
yang marah), “Ber-ta’awwudz-lah (berlindunglah) kepada Allah dari
setan”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (3282) dan Muslim dalam Shohih-nya (6589/109/6-7)]
Marah yang tercela seperti ini datangnya
dari setan dan godaannya. Sebab dengan marah, setan akan mudah
memerintahkannya untuk berbuat maksiat lainnya, seperti merobek baju,
memecah bejana, menyakiti orang lain, bahkan membunuhnya. [Lihat Fathul Bari (17/202)]
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمْ
صِيَاحَ الدِّيَكَةِ فَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ فَإِنَّهَا رَأَتْ
مَلَكًا وَإِذَا سَمِعْتُمْ نَهِيقَ الْحِمَارِ فَتَعَوَّذُوا بِاللَّهِ
مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهَا رَأَتْ شَيْطَانًا
“Bila kalian mendengarkan suara
kokok ayam, maka mintalah kepada Allah diantara karunia, karena ayam itu
sungguh melihat malaikat. Bila kalian mendengar ringkikan keledai, maka
berlindunglah kepada Allah dari setan, karena keledai itu sungguh telah
melihat setan”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (3003) dan Muslim dalam Shohih-nya (6657/82/1)]
Al-Qodhi Iyadh -rahimahullah- berkata, “Faedah
dari perintah untuk berlindung dari setan, karena adanya sesuatu yang
dikhawatirkan berupa keburukan setan dan kejelekan godaannya. Lantaran
itu, seseorang berlindung kepada Allah dalam menghalau hal itu”. [Lihat Fathul Bari (10/86) dan Tuhfah Al-Ahwadziy (8/358) -Syamilah]
Para pembaca yang budiman, inilah sebagian dalil yang menjelaskan hukum acara “Pemburu Hantu”
dan semisalnya yang ditayangkan di televisi dan disebarkan di berbagai
media. Semua dalil-dalil tersebut memberikan petunjuk bahwa seorang
muslim hendaknya menjauhi setan, jangan mendekatinya. Karenanya,
disyariatkan membaca a’udzu billahi minasy syaithonir rojim, sebagai bentuk perlindungan diri dari datangnya setan dan makarnya.
Memburu dan mencari hantu atau
setan bukanlah perbuatan terpuji dan bukan pula kebiasaan orang-orang
sholih, tapi kebiasaan paranormal dan dukun. Sebab setan hanya
datang dan turun kepada para dukun dan paranormal. Andaikan perbuatan
itu baik, maka Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- para sahabatnya akan
melakukannya dan mengajarkannya kepada umatnya.
Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne, Kel. Borong Loe, Kec. BontoMarannu, Gowa-Sulsel. Pimpinan Redaksi / Penanggung Jawab : Ustadz Abu Fa’izah Abdul Qadir Al-Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201).
0 komentar:
Posting Komentar