Pertama :
Tamimah yang terbuat dari nama-nama Jin, Gelang, akar, tulang, senjata
pusaka dll. Dan hukum menggunakannya adalah haram, tidak ada perbedaan
pendapat di kalangan para ulama tentang keharamannya dan ini merupakan
jenis kesyirikan. dan secara hukum asalnya adalah Syirik Ashgor (kecil)
karena menjadikan sesuatu menjadi sebab padahal dia bukanlah sebab secara syar’i dan juga kauni .
Dan bisa menjadi syirik Akbar (besar) apabila yang menggunakannya
meyakini bahwa benda-benda itu mampu memberi manfaat kepadanya baik
untuk menolak bala atau mengangkat bala dengan sendirinya tanpa izin
Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kehendak-Nya. (Baca disini tentang Syirik Akbar dan Syirik Ashgor). Dan dalil-dali tentang keharaman tamimah sangat banyak, diantaranya adalah :
Telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَ التَّمَائِمَا وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat, tiwalah-tiwalah itu termasuk perbuatan syirik.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Al-Hakim, dari Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu ‘anhu . Shohihul Jami’ No. 1632)
Dari Uqbah bin Amir Rhadiyallahu ‘anhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلَا أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ
“Barangsiapa mengantungkan tamimah (jimat) niscaya Allah tidak akan menyempurnakannya untuknya.” (HR. Ahmad no. 16763)
Dalam sebuah riwayat:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa mengantungkan tamimah (jimat) maka sungguh dia telah berbuat kesyirikan.” (lihat Ash-Shahihah no. 492)
Kedua: Tamimah yang berasal dari ayat-ayat Al-Qur’an, Nama-nama Allah atau doa-doa dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan untuk tamimah jenis ini dinukilkan bahwa ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama
Golongan pertama
berpendapat bahwa tamimah seperti ini diperbolehkan. Berdalil dengan
hadits-hadits tentang ruqyah/jampi-jampi yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam dan para sahabatnya. Diantaranya adalah hadits Auf bin Malik Rhadiyallahu ‘anhu , Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam bersabda :
اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ
“Perdengarkanlah ruqyah kalian kepadaku, ruqyah itu tidak mengapa selama tidak bermuatan syirik.” (HR. Muslim No. 2200)
Dan dinukil ini adalah pendapat Abdullah Bin Amr’ Bin Ash dan Aisyah Rhadiyallahu ‘anhuma , Abu Ja’far Al-Baqir dan Imam Ahmad dalam satu riwayat darinya.
Golongan kedua
berpendapat tamimah ini pun tidak diperbolehkan, ini adalah pendapat
Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, dan yang tampak dari pendapat Hudzaifah, Uqbah
bin Amir Rhadiyallahu ‘anhum . Dan ini juga merupakan pendapat segolongan Tabi’in diantaranya sahabat-sahabat Ibnu Mas’ud Rhadiyallahu ‘anhu . Dan juga dinukilkan ini adalah pendapat Imam Ahmad Rahimahullahu dalam satu riwayat
Dan yang kuat adalah pendapat
ini, yaitu terlarangnya menggunakan tamimah yang terbuat dari ayat-ayat
Al-Qur’an, nama-nama Allah atau doa-doa dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan yang membuat kita menguatkan pendapat ini adalah :
- Larangan tentang menggunakan tamimah bersifat umum, dan tidak ada dalil yang mengkhususkan atau mengecualikan salah satu jenis.
- Menutup terbukanya pintu menggunakan tamimah dari selain Al-Qur’an, nama-nama Allah atau doa-doa dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Apabila diperbolehkan dipakai dan dibawa kemana-mana, maka akan terbawa sampai ke kamar mandi dan wc dalam keadaan hal tersebut tidak diperbolehkan atas pendapat mayoritas ulama.
Adapun jawaban untuk dalil pendapat golongan yang pertama yang berdalil dengan dalil-dalil ruqyah
syar’iyah maka bisa dikatakan kurang tepat, karena tentunya berbeda
antara perbuatan membaca Al-Qur’an dan doa-doa untuk orang sakit atau
untuk berlindung kepada Allah dengan perbuatan menuliskannya di
benda-benda kemudian membawanya kemana-mana atau digantung di dinding
dan semisalnya. Dan dalil yang lebih kuat lagi bahwa ruqyah syar’iyah diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam
adapun tamimah dari Al-Qur’an, Nama-nama Allah atau doa-doa tidak
pernah ternukil bahwa beliau mengajarkannya dan melakukannya. Seandainya
saja ini disyariatkan dan diperbolehkan tentunya beliau akan
mecontohkannya.
Adapun nukilan yang mengatakan bahwa ini adalah pendapat Abdullah Bin Amr’ Bin Ash Rhadiyallahu ‘anhu , atsar ini diriwayatkan oleh Ahmad (2/181) dan di dalam sanadnya terdapat an’anah
(salah satu istilah Mustholah hadits.) dari Ibnu Ishaq, dan hal
tersebut membuat atsar ini lemah dan tidak bisa ditetapkan kepada
beliau.
Adapun atsar Aisyah Rhadiyallahu ‘anha yang dimaksud adalah ucapan beliau : “tamimah adalah yang diikatkan sebelum datangnya bala bukan sesudahnya”
Diriwayatkan oleh Al-Hakim (4/218) dengan sanad yang shohih. Dan dalam
atsar ini tidak gamblang dan jelas bahwa beliau memperbolehkan tamimah
dari Al-Qur’an, Nama-nama Allah atau doa-doa dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . sehingga kurang tepat yang menukilkan bahwa beliau memperbolehkannya.
Walhasil, bahwa bahwa tamimah hukumnya haram bagaimanapun bentuknya.
Wallahu a’lam
Sumber catatan :
Fathul Majid, Syaikh Abdurrahman bin Hasan dengan Tahqiq Syaikh Muhammad bin Hizam Hafidzahullahu
http://assamarindy.wordpress.com/2011/09/21/hukum-menggunakan-jimat-penangkal-bala/
0 komentar:
Posting Komentar