Rabu, 19 Juni 2013

Mengenal Warna-warni Sihir

Oleh: Ustadz Abdul Qadir Abu Fa’izah -Hafizhahullah-

Banyak diantara kita yang tidak mengenal hakikat sihir beserta bentuk-bentuk sihir sehingga ada sebagian orang yang sudah jelas melakukan sihir, masih saja menyangka dirinya tidak bersalah.
Para ulama kita telah menjelaskan batasan dan defenisi sihir dengan penjelasan yang sangat gamblang. Al-Imam Al-Azhariy –rahimahullah- berkata, “Sihir (secara bahasa) adalah memalingkan sesuatu dari hakikatnya kepada yang lain”. [Lihat Lisan Al-Arab (4/238)].

Syaikh Abdur Rahman bin Hasan An-Najdiy -rahimahullah- berkata, “Sihir menurut bahasa adalah ungkapan tentang sesuatu yang samar dan halus sebabnya”. [Lihat Qurroh Uyuun Al-Muwahhidin (hal. 130)

Jadi, sihir menurut bahasa adalah segala sesuatu yang memalingkan sesuatu dari hakikatnya kepada yang lainnya dengan sebab yang samar lagi halus.

Ini secara bahasa. Adapun secara istilah syar'iy, maka sihir juga telah dijelaskan oleh para ulama' kita dalam kitab-kitab mereka.

Al-Imam Al-Azhariy kembali berkata, "Sihir adalah amalan yang seseorang mendekatkan diri di dalamnya kepada setan dan (terjadi) dengan bantuan setan". [Lihat Lisanul Arab (4/348)]

Ibnul Arabiy Al-Malikiy -rahimahullah- berkata, “Dia (sihir) adalah ucapan yang terangkai; di dalamnya diagungkan selain Allah dan dikembalikan kepadanya segala takdir dan segala yang ada”. [Lihat Ahkam Al-Qur'an (1/48)]

Kedua pernyataan ini menerangkan bahwa sihir merupakan ucapan yang terangkai (dipahami atau tidak), berisi pengagungan kepada setan demi mendekatkan diri kepadanya dan memiliki pengaruh yang timbul dari bantuan setan.

Sihir jenis inilah yang membuat pelakunya kafir, karena ia mengandung perbuatan kekafiran dan kesyirikan berupa pengagungan dan penyembahan kepada setan.

Adapun sihir jenis kedua, yaitu sihir yang tidak mengandung kekafiran dan kesyirikan serta ia tak lahir dari bantuan setan. Sihir ini terjadi dari kelihaian, kecohan dan tipuan tukang sihir.

Al-Imam Abu Utsman ash-Shobuniy -rahimahullah- berkata dalam menjelaskan jenis-jenis sihir, “Bila ia (si tukang sihir) menggambarkan sesuatu yang ia kafir karenanya, maka ia dimintai tobatnya. Jika ia tobat, maka ia dibebaskan. Tapi bila tidak bertobat, maka kepala harus dipenggal. Bila ia menggambarkan sesuatu yang bukan kekafiran, atau mengucapkan sesuatu yang tak bisa dipahami, maka ia harus dilarang. Bila ia mengulanginya, maka diberi hukum ta’zir (yang tak ditetapkan kadarnya dalam syariat)”. [Lihat Aqidah As-Salaf (hal. 105)]

Jenis sihir yang kedua inilah yang kita kenal hari ini dengan “sulap”. Sihir sulap juga merupakan perkara yang diharamkan dalam agama kita, karena mengandung kecohan dan penipuan kepada orang yang menyaksikannya. Selain itu, ia juga menyerupai sihir jenis yang pertama sehingga banyak orang menyangka sulap itu sama dengan jenis pertama. Karenanya, banyak orang yang mempelajari sihir jenis pertama (yang kafir) dengan sangkaan bahwa ia sama dengan jenis kedua yang tidak mengandung kekafiran.

Para pembaca yang budiman, sulap biasanya tidak mengandung kekafiran dan kesyirikan, hanya menggunakan sistem kecohan dan tipuan. Sedang tindakan menipu dan mengecoh orang dalam agama kita adalah perbuatan haram!!

Namun perlu diketahui bahwa ada juga jenis sulap yang menggunakan bantuan setan, berisi pengagungan, pendekatan dan ketundukan kepada setan. Sulap model seperti ini tergolong dalam jenis sihir pertama, jenis yang mengandung kekafiran dan kesyirikan. Pelaku sulap seperti ini kafir alias murtad!!!

Diantara jenis syirik yang merebak di kalangan masyarakat Indonesia Raya, sihir yang biasa dikenal dengan “ramalan”, yakni meramal nasib seseorang di masa akan datang dengan melihat dan memperhatikan garis-garis pada tanah atau telapak tangan. Inilah yang diistilahkan oleh para ulama kita dengan “al-’iyaafah” (العِيَافَةُ). Diantara jenis sihir, sesuatu yang diistilahkan oleh orang-orang Arab jahiliah dengan “ath-thorqu” (الطَّرْقُ), yaitu mereka ketika mau melakukan suatu perbuatan atau hendak safar, maka mereka melepas atau mengusir burung. Bila burungnya ke arah kanan, maka itu merupakan tanda menurut mereka tentang kebaikan yang akan mereka dapatkan. Tapi bila ke arah kiri, maka ia tanda keburukan, sehingga mereka menganggap usahanya akan rugi.

Syaikh Sholih bin Abdil Aziz Alusy Syaikh -rahimahullah- berkata, “Sihir adalah sesuatu yang samar memberikan pengaruh pada jiwa, sedangkan al-iyaafah, terpengaruhnya seseorang dengan burung, yaitu dengan mengusir, berpindahnya dari sini kesini, atau dengan bergeraknya burung. Semua ini adalah sesuatu yang samar yang merasuk ke dalam jiwa. Lalu ia pun memberikan pengaruh pada jiwa dari sisi melakukan sesuatu atau menahan diri. Karenanya, al-iyaafah termasuk sihir dengan sebab itu”. [Lihat At-Tamhid li Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 308)]

Merasa sial dengan burung, biasa diistilah dengan kata “ath-thiyaroh” (الطِّيَرَةُ). Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- mengharamkan ath-thiyaroh, karena ia bagian dari kesyirikan, sebab pelakunya meyakini ada di samping Allah makhluk yang mampu memberikan madhorot dan manfaat.
 Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَك
“Barangsiapa yang ditahan oleh at-tiyaroh dari suatu hajatnya, maka sungguh ia telah berbuat syirik”. [HR. Ahmad (2/220). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ishlah Al-Masaajid (hal. 116)].
Sebagian ulama ada yang menggolongkan ilmu nujum ke dalam bagian ilmu sihir, yaitu ilmu astrologi atau perbintangan.
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ اقْتَبَسَ عِلْمًا مِنْ النُّجُومِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنْ السِّحْرِ زَادَ مَا زَادَ
“Barangsiapa yang mempelajari ilmu nujum, maka sungguh ia telah mempelajari bagian dari ilmu sihir. Semakin ia mempelajari ilmu nujum, maka ia akan semakin mempelajari ilmu sihir”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (no. 3905). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 793)].
Al-Imam Syamsul Haqq Al-Azhim Abaadiy -rahimahullah- berkata, “Di dalam Syarh As-Sunnah, “Yang terlarang dari ilmu nujum, ilmu yang diklaim oleh para ahli nujum berupa pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa yang belum terjadi. Terkadang hal itu terjadi di masa yang akan datang, seperti mereka memberitakan tentang waktu bertiupnya angin, turunnya hujan, jatuhnya salju, munculnya panas dan dingin, berubahnya harga dan sejenisnya. Mereka mengklaim bahwa mereka mencapai pengetahuan hal-hal itu melalui peredaran bintang-bintang, berkumpul dan berpisahnya bintang-bintang itu”. [Lihat Aunul Ma'bud (10/319)]

Ilmu nujum tergolong ke dalam ilmu sihir, karena para ahli nujum mengklaim bahwa bintang-bintang memiliki pengaruh terhadap kejadian di alam semesta dengan sebab yang samar, berupa gerakan dan peredaran bintang-bintang. [Lihat At-Tamhid (hal. 310), karya Abdul Aziz An-Najdiy, cet. Dar At-Tauhid, 1423 H]

Para pembaca yang budiman, sihir memiliki cara yang digunakan oleh para ahli sihir. Mereka menggunakan jampi-jampi berupa kalimat-kalimat yang mengandung kekafiran dan terkadang tak bisa dipahami; kalimat yang mengundang kedatangan jin. Kemudian mereka seusai membaca jampi alias mantranya, maka mereka meniupkannya ke buhul-buhul yang mereka ikat, baik itu berupa tali, rambut dan lainnya. Tujuannya agar sihir itu tak terlepas dari seseorang. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah dalam firman-Nya,
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ  [الفلق/4]
“Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus (meniup) pada buhul-buhul”. (QS. Al-Falaq : 4)

Di dalam sebuah hadits disebutkan,
مَنْ عَقَدَ عُقْدَةً ثُمَّ نَفَثَ فِيهَا فَقَدْ سَحَرَ وَمَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ وَمَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
“Barangsiapa yang mengikat suatu ikatan (buhul), lalu ia meniupnya, maka sungguh ia telah menyihir. Barangsiapa yang menyihir, maka sungguh ia telah berbuat syirik. Barangsiapa menggantungkan diri kepada sesuatu, maka ia akan diserahkan kepada sesuatu itu”. [HR. An-Nasaa'iy dalam Sunan-nya (no. 4084)]

Hanya saja hadits ini dho’if  (lemah), karena di dalamnya ada rawi yang lemah, yaitu Abbad bin Maisaroh Al-Minqoriy. Selain itu hadits ini juga munqothi’ (terputus sanadnya), karena berasal dari riwayat Al-Hasan Al-Bashriy dari Abu Hurairoh. Sedangkan Al-Hasan tak pernah mendengarkan hadits ini darinya. Tak heran bila Syaikh Al-Albaniy, Ahli Hadits Negeri Yordania menyatakan lemahnya hadits ini dalam Ghoyah Al-Maroom (no. 288).

Cukuplah bagi kita ayat di atas, tanpa berdalil dengan hadits ini, karena kelemahannya. Jadi, tukang sihir bila jiwanya bulat untuk melakukan keburukan dan kekejian pada diri orang yang akan ia sihir, dan ia pun memohon pertolongan kepada jin-jin, maka ia pun meniup buhul-buhulnya disertai dengan percikan ludahnya. Karena itu, keluarlah dari jiwanya yang busuk ludah yang bercampur dengan keburukan dan kebusukan lagi diiringi dengan ludah yang bercampur dengannya. Sungguh ia telah bekerjasama dengan setan untuk menyakiti orang yang tersihir. Lalu yang tersihir pun terkena sihir. [Lihat Taisir Al-Aziz Al-Hamid (hal. 331), tahqiq Muhammad Aiman As-Salafiy, cet. Alam al-Kutub, 1419 H]

Parapembaca yang budiman, sihir memiliki keburukan yang banyak. Diantaranya, ia bisa merusak hubungan antara seseorang dengan saudaranya atau istrinya. Nah, disana ada suatu perbuatan yang hampir mirip dengan sihir dalam memecah belah hubungan manusia. Itulah yang disebut dengan namimah (adu domba). Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ مَا الْعَضْهُ هِيَ النَّمِيمَةُ الْقَالَةُ بَيْنَ النَّاسِ
“Tidakkah kalian mau kukabarkan apa itu pemecahbelahan? Dia adalah adu domba diantara manusia”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya(2606)]

Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- berkata, “Adu domba sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- mampu memutuskan hubungan dan memecah belah  manusia. Engkau akan menemukan dua orang yang saling bersahabat, lalu datanglah si pengadu domba ini seraya berkata kepada salah satunya, “Sahabatmu itu sebenarnya telah mencelamu”. Kemudian berubahlah rasa cinta menjadi rasa benci. Nah, terjadilah perpecahan. Perbuatan ini menyerupai sihir. Karena, di dalam sihir terdapat pemecahbelahan”. [Lihat Al-Qoul As-Sadid ala Kitab At-Tauhid (1/525)]

Di zaman kita ini banyak musang berbulu domba yang suka membawa gosip-gosip yang menanam benih perselisihan dan permusuhan di kalangan kaum muslimin sampai akhirnya terjadilah kerusakan diantara kaum muslimin. Pekerjaan si pengadu domba ibarat tukang sihir yang mampu menanamkan perselisihan, bahkan perpecahan di kalangan orang-orang saling mencintai.
Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne, Kel. Borong Loe, Kec.BontoMarannu, Gowa-Sulsel. Pimpinan Redaksi / Penanggung Jawab : Ustadz Abu Fa’izah Abdul Qadir Al-Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201).
 sumber : http://pesantren-alihsan.org/mengenal-warna-warni-sihir.html




0 komentar:

Posting Komentar